Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Sabtu, 09 November 2024

Tugas M6 ESAI3 _EDWIN DWI YUNIARTO_21310410203

 

MENGANTARKAN JENAZAH, IKUT SERTA DALAM PROSES PEMAKAMAN, DAN MAKNA MENYUNGGI JENAZAH SEBAGAI BENTUK PENGHORMATAN TERAKHIR

PSIKOLOGI INOVASI

Tugas M6 ESAI3

Dosen Pengampu : Dr.Dra.Arundita Shinta, MA.

EDWIN DWI YUNIARTO

21310410203

 

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

YOGYAKARTA

2024



   Pada bulan Oktober lalu, saya memiliki pengalaman yang mendalam dan penuh makna saat mengantarkan jenazah seorang warga di Diro RT 57, Diro, Pendowoharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengalaman ini mengajarkan saya banyak hal tentang rasa empati, penghormatan terhadap kehidupan yang telah berakhir, dan bagaimana kebersamaan dalam proses pemakaman dapat memperkuat ikatan sosial di masyarakat. Selain itu, melalui prosesi menyunggi jenazah, saya belajar tentang pentingnya rasa tanggung jawab, nilai kemanusiaan, dan bentuk penghormatan terakhir kepada orang yang telah meninggalkan dunia ini.


Kehadiran kita dalam mengantarkan jenazah adalah bentuk penghormatan terakhir terhadap orang yang telah meninggal dunia. Proses ini bukan hanya sekadar sebuah ritual, tetapi juga sarana untuk memberikan doa dan harapan agar almarhum mendapatkan tempat yang layak di sisi-Nya. Pada hari itu, saya bersama warga setempat mengikuti prosesi pemakaman dengan penuh khidmat. Ketika jenazah dibawa keluar dari rumah, suasana terasa begitu hening dan penuh penghormatan. Melihat wajah-wajah yang turut hadir memberi penghormatan terakhir, saya merasakan betapa berharganya kehidupan yang telah diakhiri dan betapa pentingnya rasa saling peduli antar sesama.

Mengantarkan jenazah bukanlah sekadar prosesi fisik, tetapi lebih merupakan proses emosional yang membawa kita untuk merenung tentang arti kehidupan, kematian, dan hubungan sosial. Prosesi ini, yang dimulai dari rumah duka hingga ke makam, mengajarkan kita untuk merasakan rasa kehilangan dan kebersamaan dalam menghadapi perpisahan. Sebagai bagian dari komunitas, kita turut merasakan duka dan berusaha memberi dukungan kepada keluarga yang ditinggalkan, melalui doa, pelukan, atau bahkan hanya sekadar kehadiran kita yang memberikan kekuatan moral.

Setelah jenazah sampai di pemakaman, proses selanjutnya adalah pelaksanaan pemakaman itu sendiri. Pada momen ini, saya merasa menjadi bagian dari suatu tradisi yang telah dilakukan secara turun-temurun di masyarakat kami, yaitu gotong royong dalam menghadapi kematian. Masyarakat setempat sangat peduli dan aktif terlibat dalam setiap tahapan prosesi, dari penggalian liang lahat hingga penutupan makam.

Keikutsertaan saya dalam prosesi pemakaman ini juga mengingatkan saya pada pentingnya rasa tanggung jawab sosial dalam kehidupan bersama. Di tengah kesedihan, gotong royong tidak hanya berbicara tentang kerja fisik, tetapi juga tentang solidaritas dan kepedulian antar sesama. Melalui kegiatan ini, saya merasakan ikatan yang lebih dalam antara sesama warga, di mana kita saling membantu tanpa mengharapkan balasan. Ini adalah cermin dari nilai-nilai luhur yang menjadi dasar kehidupan masyarakat Indonesia.

Salah satu bagian yang paling berkesan bagi saya dalam prosesi pemakaman tersebut adalah ketika saya ikut menyunggi jenazah. Menyunggi jenazah adalah tradisi yang sangat dihormati di daerah kami. Sebelum jenazah dimasukkan ke dalam liang lahat, beberapa orang yang terdekat atau dianggap mampu akan menyunggi jenazah. Dalam tradisi ini, jenazah diangkat oleh beberapa orang dengan hati-hati dan penuh rasa hormat menuju tempat pemakaman terakhirnya.

Bagi saya, menyunggi jenazah bukan sekadar tugas fisik, melainkan sebuah simbol penghormatan yang mendalam terhadap kehidupan yang telah selesai. Tangan yang memegang jenazah, dengan penuh kehati-hatian, seolah mengingatkan kita tentang betapa rapuhnya kehidupan ini. Sebagai orang yang mengangkat jenazah, saya merasa dihormati karena diberi kesempatan untuk menjalankan bagian penting dari prosesi ini. Menyunggi jenazah bukan hanya berbicara tentang fisik yang diangkat, tetapi juga tentang bagaimana kita mengangkat nilai-nilai moral dan spiritual yang ada dalam diri kita.

Selain itu, menyunggi jenazah juga menjadi momen refleksi bagi saya. Ketika jenazah diserahkan ke liang lahat, kita semua bersama-sama menyadari bahwa setiap manusia pasti akan menghadapi akhir hidupnya. Namun, yang terpenting adalah bagaimana kita diperlakukan setelah meninggal dan seberapa besar penghormatan yang kita terima selama hidup kita. Proses menyunggi jenazah seakan memberi kita pelajaran tentang ketulusan hati, penghormatan tanpa pamrih, dan kesadaran akan keterbatasan waktu di dunia ini.


Esai 8: UTS Psikologi Inovasi - Dwita Astria Bagre - 21310410014

UJIAN TENGAH SEMESTER

PSIKOLOGI INOVASI

Dosen Pengampu: Dr. Dra. Arundati Shinta, MA



Nama:  Dwita Astria Bagre

NIM:  21310410014


FAKULTAS PSIKOLOGI

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA

2024


Dalam Lingkup kehidupan seseorang yang dihadapi sehari-hari, tentu akan menghadapi situasi yang tidak nyaman, baik di lingkungan tempat tinggal, tempat kerja, di lingkungan akademik, maupun dalam kehidupan sosial. Adapun situasi tidak nyaman sangat mempengaruhi mental seseorang dan di lingkungan fisik yang buruk atau lingkungan sosial yang tidak mendukung bagi dirinya. Contohnya hubungan kerja yang penuh konflik, fasilitas kantor yang kurang memadai atau pimpinan yang kurang memberikan motivasi.. Psikologi inovasi ini diketahui mempunyai ide-ide yang sangat luar biasa, Psikologi Inovasi  menawarkan berbagai respons yang dapat diambil oleh individu dalam menghadapi ketidaknyamanan, dalam bagan essay yang menggambarkan model respons individu: Exit, Voice, Loyalty, dan Neglect. 

Dalam ke empat Model ini menggambarkan cara seseorang merespons situasi tidak nyaman dalam dua dimensi: antara destruktif dan konstruktif serta antara aktif dan pasif. Respon yang dipilih akan mempengaruhi apakah seseorang mampu meningkatkan kenyamanan di lingkungannya atau tidak, karena dalam lingkungan yang ditempati oleh individu akan berubah-ubah, kadang merasa nyaman dan kadang merasa bosan.

Pertama, exit dan destruktif dimana lingkungan yang dia merasa bahwa harus keluar karena perasaan yang tidak nyaman atau situasi yang merusak dan lebih baik berpindah atau menemukan tempat yang baru untuk berkaya atau mengembangkan ide-ide, exit memerlukan sesuatu yang baru dan harus mengalami suatu proses yang berbeda dari sebelumnya.

Exit ini juga diartikan bagi individu atau seorang pekerja yang sudah saatnya keluar atau karena sudah menyelesaikan pekerjaanya dengan selesai, sehingga dapat umpan balik dari hasil kerjanya.

Kedua, voice dan konstruktif yakni penyuarahaan yang dibutuhkan dari individu untuk membantu mengembangkan suatu departemen dari suatu keadaan yang kurang nyaman atau tidak menyenangkan dengan memberikan masukan, agar ada perubahan bagi mereka yang siap untuk menerima perubahan tersebut.

Voice, ini sangat penting digunakan seperti survei untuk mengetahui karyawan yang berkomitmen membantu memajukan peusahaan sampai ketujuan, memberikan masukan menikmati pekerjaan mereka, dan juga suara mengenai karyawan yang meninggalkan pekerjaannya, memberikan masukan-masukan yang positif agar dapat mengembangkan perusahanan tempat individu itu bekerja.

Ketiga, loyalty dan konstruktif yang bersifat pasif ini merupakan suatu kesetiaan, pengabdian bahkan suatu kepercayaan yang penuh pada suatu departemen atau Lembaga tempat individu bekerja, dengan memberikan komitemn yang baik secara fisik dan mental, dan juga pekerjaan individu dengan sangat baik.

Loyalty, ini sangat dibutuhkan perusahaan bagi karwayan yang mempunyai jiwa loyalitas sehingga dapat membantu kemajuan perusahaan, pengabdian diri, dan cinta akan pekerjaannya, melakukan semua dengan penuh sabar dan percaya diri sehingga apa yang dilakukan oleh individu terhadap pekerjaannya pun dapat terbayarkan dengan apa yang dibutuhkan oleh perusahaan yakni visi dan misi.

Dan yang terakhir, keempat neglect yang bersifat pasif dan destruktif ini digolongkan dengan situasi yang diabaikan, tidak melakukan apapun atau kebiasaan yang tidak berubah tapi mengikut sertakan untuk tidak mengalami perubahan sama sekali, bekerja dengan malas, produktivitas menurun, dan kualitas pekerjaan tidak mengalami kemajuan.

Neglect, pada karyawan yakni kelalaian yang ada ini sangat tidak membangun dan menjadi salah satu penghancur atau pengrusak sistem kerja yang ada dalam suatu perusahaan atau penghambat kemajuan. Tindakan acuh tak acuh atau bekerja dengan malas sangat menimbulkan potensi yang buruk sehingga mempengaruhi kinerja karyawan yang lain dengan situasi yang ada, program kerja menjadi tidak terkontrol dengan baik, jam kerja tidak teratur dan sistem kerja sudah tidak stabil. 

DAFTAR PUSTAKA

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2013). Organizational Behavior (15th ed.). Pearson Education. Buku  ini memberikan penjelasan umum mengenai perilaku organisasi dan berbagai respons terhadap ketidakpuasan, termasuk model Exit, Voice, Loyalty, dan Neglect.

Ng, T. W. H., & Feldman, D. C. (201
2). "Employee Voice Behavior: A Meta-Analytic Test of the Conservation of Resources Framework." Journal of Organizational Behavior, 33(2), 216-234. Artikel ini mengulas bagaimana perilaku voice terkait dengan kenyamanan kerja dan sumber daya yang dimiliki karyawan untuk memperbaiki kondisi mereka.

Van Dyne, L., Ang, S., & Botero, I. C. (2003). "Conceptualizing Employee Silence and Employee Voice as Multidimensional Constructs." Journal of Management Studies, 40(6), 1359-1392. Artikel ini menjelaskan tentang voice dan silence dalam konteks perilaku di tempat kerja dan bagaimana hal ini mempengaruhi suasana dan kenyamanan kerja.

Morrison, E. W., & Milliken, F. J. (2000). "Organizational Silence: A Barrier to Change and Development in a Pluralistic World." Academy of Management Review, 25(4), 706-725. Artikel ini membahas pentingnya respons voice dalam organisasi untuk mendorong perubahan positif dan mengatasi ketidaknyamanan di tempat kerja.

EPestasi Psikologi Inovasi_Berbagi Itu Indah_EDWIN DWI YUNIARTO_21310410203

 BERBAGI ITU INDAH

KEPEDULIAN KEPADA BAPAK BECAK, PENGEMIS JALANAN, DAN BAPAK GOJEK DI PANGKALAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

 

PSIKOLOGI INOVASI

ESAI PRESTASI 2

Dosen Pengampu : Dr.Dra.Arundita Shinta, MA.

EDWIN DWI YUNIARTO

21310410203

 

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

YOGYAKARTA

2024



 

      

         

Berbagi sembako dan makanan berat pada awal bulan November ini menjadi momen yang penuh makna. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan, kita sering kali lupa melihat orang-orang di sekitar yang menjalani hidup dengan penuh perjuangan. Kegiatan berbagi ini tak hanya sekadar memberi, tetapi juga tentang mengakui kehadiran mereka dan memberikan sedikit kebahagiaan untuk para bapak becak, pengemis jalanan, dan bapak Gojek di pangkalan daerah Yogyakarta.

 

                                                                                                          

                                                                                                           
                                   

Saya menyempatkan diri membeli sembako tersebut pada malam hari dan memesan makanan berat tersebut di salah satu warung makan ayam yang berada di jalan bugisan. Saya bersyukur hasil jerih payah saya bekerja dapat berguna bagi orang yang membutuhkan. Kemudian hari esoknya dengan pagi hari yang cerah, sembari membawa paket-paket sembako berisi beras, minyak, gula, dan bahan-bahan pokok lainnya serta tidak lupa makanan berat tersebut, saya menyusuri jalanan kota. Meskipun sederhana, paket-paket ini diharapkan bisa sedikit meringankan beban mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Di dekat alun-alun, kami bertemu dengan seorang bapak tukang becak. Tubuhnya sudah renta, tetapi senyum hangat selalu terukir di wajahnya. Kehadirannya menjadi inspirasi tersendiri; meskipun usia tak lagi muda, ia tetap gigih menjalankan pekerjaannya dengan sepenuh hati. Ketika saya menyerahkan paket sembako, ia tersenyum lebar, sambil mengucapkan terima kasih berkali-kali. “Alhamdulillah, bisa buat masak beberapa hari ini,” katanya.

Selanjutnya, saya menemui seorang pengemis yang sering kali terlihat di pinggir jalan. Ia tinggal di emperan toko, dan sering kali menengadahkan tangan kepada para pejalan kaki yang melintas. Berbagi makanan dan sembako dengannya memberikan rasa haru, melihat bagaimana ia menerima dengan begitu antusias. Bagi kita, mungkin makanan ini tampak sederhana, namun baginya, ini adalah anugerah besar yang jarang ia terima.

Di pangkalan ojek yang tidak jauh dari situ, saya juga bertemu dengan beberapa bapak Gojek yang sedang menunggu penumpang. Mereka juga menghadapi banyak tantangan, terutama saat pesanan sepi. Senyum merekah di wajah mereka saat menerima paket yang kami berikan. Mereka berkata bahwa ini bisa jadi bekal untuk keluarga di rumah, membantu meringankan sedikit beban mereka di tengah harga kebutuhan pokok yang kian meningkat.

Kegiatan berbagi ini mengingatkan kita akan pentingnya peduli kepada sesama. Mereka adalah bagian dari masyarakat yang sering kali terlupakan, padahal merekalah yang menjaga ritme kehidupan kota tetap berjalan. Kebahagiaan yang terpancar di wajah mereka adalah penghargaan terbesar bagi kami.

Kisah ini bukan hanya tentang memberi, tetapi tentang belajar dari ketulusan mereka dalam menjalani hidup yang penuh tantangan. Sebuah panggilan untuk lebih peka, untuk tak melulu sibuk dalam urusan pribadi, dan melihat ke sekitar. Di awal November ini, kami menyadari, bahwa kebaikan yang kecil pun bisa memberikan kebahagiaan besar bagi mereka yang membutuhkan.

 


EPrestasi Psikologi Inovasi _EDWIN DWI YUNIARTO_21310410203

 KEPEDULIAN TERHADAP BAPAK PENJUAL SOTO MADURA DI JALAN WIROBRAJAN YOGYAKARTA

 

PSIKOLOGI INOVASI

ESAI PRESTASI 1

Dosen Pengampu : Dr.Dra.Arundita Shinta, MA.

EDWIN DWI YUNIARTO

21310410203

 

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

YOGYAKARTA

2024

 









Di Jalan Wirobrajan Yogyakarta, saya sering melihat seorang bapak tua berusia 65 tahun yang sedang mendorong gerobak soto madura dengan menu makanan soto jeroan sapi. Meskipun ia mengalami lumpuh separuh tubuh, semangatnya untuk mencari nafkah tidak pernah padam. Melihat perjuangannya, saya merasa tergerak untuk membantunya. Salah satu cara yang saya lakukan adalah dengan mengunjungi gerobaknya secara rutin dan membeli soto yang ia jual. Dengan cara ini, saya tidak hanya memberikan dukungan finansial, tetapi juga menunjukkan bahwa saya menghargai kerja kerasnya. Setiap kali saya membeli soto, saya berbincang-bincang dengannya, mendengarkan kisah hidupnya, dan memberikan semangat. Interaksi ini tidak hanya berarti bagi saya, tetapi juga memberinya kepercayaan diri dan kebahagiaan.

Selain itu, saya berinisiatif untuk membantu mempromosikan dagangannya melalui media sosial. Saya mengunggah foto dan cerita tentang bapak ini di platform yang saya miliki, mengajak teman-teman untuk mendukung usaha kecilnya. Dengan meningkatnya kesadaran akan keberadaannya, diharapkan lebih banyak orang akan datang untuk membeli sotonya. Hal ini membantu meningkatkan penjualannya dan memberikan dorongan moral yang sangat dibutuhkannya. Di samping itu, saya juga mencari informasi mengenai program dukungan untuk pengusaha kecil dan penjual kaki lima di Yogyakarta. Saya menghubungi organisasi lokal yang memiliki inisiatif untuk memberikan pelatihan dan bantuan kepada penjual seperti bapak ini. Melalui program-program tersebut, ia bisa mendapatkan pengetahuan tentang manajemen usaha dan cara meningkatkan kualitas dagangannya.

Dalam membantu bapak tua ini, saya belajar bahwa tindakan kecil dapat memberikan dampak yang besar. Dukungan yang saya berikan, meskipun sederhana, adalah cara untuk menunjukkan kepedulian dan rasa solidaritas terhadap sesama. Dalam masyarakat yang sering kali terfokus pada pencapaian individu, penting untuk mengingat bahwa kita semua memiliki tanggung jawab untuk saling membantu.

Kisah bapak penjual soto Madura di Jalan Wirobrajan mengajarkan saya tentang ketahanan dan semangat juang. Melalui bantuan yang saya berikan, saya berharap dapat memberikan sedikit cahaya dalam hidupnya yang penuh tantangan. Mari kita semua berkontribusi untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik dengan mendukung mereka yang berjuang, karena di balik setiap usaha kecil terdapat cerita yang layak untuk dihargai layak untuk dihargai.

Esai 8: UTS Psikologi Inovasi - "Respon Mana yang Tepat untuk Anda? Menavigasi Pilihan antara Exit, Voice, Loyalty, dan Neglect dalam Situasi yang Tidak Nyaman" - Muhammad Zulfan Imron - 24310420019

Respon Mana yang Tepat untuk Anda? Menavigasi Pilihan antara Exit, Voice, Loyalty, dan Neglect dalam Situasi yang Tidak Nyaman


Psikologi Inovasi:

Ujian Tengah Semester


Dosen Pengampu: Dr. Dra. Arundati Shinta, Ma



Muhammad Zulfan Imron

24310420019


FAKULTAS PSIKOLOGI

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

YOGYAKARTA

 2024


Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menghadapi ketidaknyamanan di dalam lingkungan kerja, kampus, ataupun sosial. Saat situasi tidak ideal ini muncul, kita dihadapkan pada beberapa pilihan respons: Exit (keluar), Voice (bersuara), Loyalty (loyalitas), dan Neglect (mengabaikan). Namun, apakah setiap respons yang kita pilih sudah menjadi pilihan yang benar? Mari kita telusuri.


Exit: Apakah Menghindar Menjadi Solusi?

Respon Exit adalah pilihan yang paling sering dipilih oleh mereka yang merasa terjebak dalam ketidaknyamanan. Respon ini merupakan sebuah tindakan aktif dengan bersifat destruktif karena meninggalkan masalah tanpa ada upaya untuk memperbaikinya. Contohnya, seorang karyawan yang merasa tidak dihargai oleh atasan memilih untuk keluar dan mencari pekerjaan baru. Menghindar memang bisa memberikan kelegaan sementara, tetapi apakah itu benar-benar solusi?

Penelitian Jiang dan Probst (2021) menunjukkan bahwa Exit sering terjadi karena adanya ketidakpastian yang mendalam, dan sering kali individu merasa tidak memiliki ruang untuk perbaikan. Namun, apa ini bukan pilihan yang terlalu mudah? Karyawan yang memilih keluar sering kali kehilangan kesempatan untuk berkembang atau mencoba memperbaiki kondisi dari dalam.

 

Voice: Apakah Suara Kita Cukup Didengar?

Berbeda dengan Exit, respons Voice adalah tindakan aktif dengan sifat konstruktif. Dengan respons ini, individu memilih untuk mengungkapkan ketidakpuasan mereka dengan harapan dapat membawa sebuah perubahan. Seorang karyawan yang menyuarakan keluhan untuk perbaikan adalah contoh konkret dari respons ini. Tetapi, apakah memilih untuk bersuara akan selalu membawa hasil yang diinginkan?

Hsieh dan Kao (2021) menekankan bahwa ketika individu merasa suara mereka telah didengar dan dihargai, mereka akan lebih cenderung untuk terus menyuarakan ketidakpuasan mereka demi perubahan positif. Tetapi, apakah kita siap menerima kenyataan bahwa tidak semua suara akan selalu didengar? Jika merasa suara kita aydah tidak dihargai, bukannya frustrasi kita malah akan semakin bertambah.

 

Loyalty: Apakah Bertahan adalah Solusi?

Respon Loyalty adalah bentuk pasif namun konstruktif, di mana individu memilih untuk tetap bertahan meskipun situasinya terasa tidak ideal, dengan harapan bahwa keadaan akan berubah seiringnya berjalan waktu. Contohnya, seorang karyawan yang tetap bekerja di perusahaan meski merasa tidak puas dengan manajemennya. Sering kali, loyalitas ini dapat menciptakan suatu stabilitas. Namun, apakah bertahan dalam situasi yang penuh tantangan akan selalu menjadi pilihan terbaik?

Menurut Sora et al. (2021), loyalitas sering kali dipilih oleh individu yang percaya bahwa perubahan positif akan datang, meskipun memerlukan waktu. Tetapi, tidak jarang, loyalitas bisa membuat individu terjebak dalam situasi yang sama dan merasa tidak bisa berbuat apa-apa.

 

Neglect: Ketika Kita Menyerah Tanpa Berbuat Apa-apa

Respon Neglect adalah respons yang paling pasif dan destruktif. Ketika individu memilih untuk mengabaikan tugas atau tanggung jawab mereka, sering kali dikarenakan mereka merasa bahwa situasi yang mereka hadapi tidak dapat diperbaiki lagi. Seorang karyawan yang mengurangi kinerjanya karena merasa tidak adalah contoh dari respons ini.

Låstad et al. (2021) menjelaskan bahwa Neglect muncul ketika individu merasa tidak punya kontrol atas situasi dan tidak mendapatkan dukungan. Namun, respons ini sering kali memperburuk keadaan, tidak hanya bagi individu yang mengabaikan tugasnya, tetapi juga bagi lingkungan di sekitarnya. Mengabaikan masalah hanya akan membuat masalah itu semakin besar.

 

Apa Pilihan yang Tepat?

Melihat keempat respons ini, kita dihadapkan pada sebuah pertanyaan penting: Apakah setiap respons yang kita pilih adalah pilihan yang tepat? Memang, tidak ada respons yang sempurna dalam berbagai situasi. Namun, respons Voice dan Loyalty akan lebih sering memberikan hasil positif dalam jangka panjang, karena keduanya memberikan ruang bagi perubahan dan perbaikan. Sebaliknya, Exit dan Neglect cenderung jauh lebih destruktif, dan sering kali memperburuk ketidaknyamanan yang ada.

Kunci dalam memilih respons yang tepat terletak pada kesadaran kita terhadap situasi dan konsekuensinya. Jika kita ingin menciptakan lingkungan yang jauh lebih baik, baik di tempat kerja, kampus, kita perlu memastikan bahwa setiap orang memiliki ruang untuk menyuarakan pendapatnya dan merasa dihargai. 


REFERENSI:


Hsieh, H. H., & Kao, L. H. (2021). Voice behavior and its implications for job satisfaction: The role of perceived organizational support and psychological empowerment. International Journal of Environmental Research and Public Health, 18(4), 1564. https://doi.org/10.3390/ijerph18041564

Jiang, L., & Probst, T. M. (2021). The role of perceived organizational support in the relationship between job insecurity and exit behaviors. Journal of Occupational Health Psychology, 26(3), 208–218. https://doi.org/10.1037/ocp0000269

Låstad, L., Sandvik, P., & Pedersen, M. (2021). Workplace neglect and the consequences for job satisfaction: A systematic review. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 94(1), 29–46. https://doi.org/10.1111/joop.12311

Sora, B., García, J., & Carretero, D. (2021). The relationship between organizational commitment, job satisfaction, and organizational performance in public organizations. Journal of Business Research, 122, 173–181. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2020.08.027