Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Selasa, 26 Agustus 2025

 

Kritik dan Rekomendasi terhadap Pernyataan pada Hirarki Pengelolaan Limbah

Mata Kuliah: Psikologi Lingkungan (kelas SJ & SP)


Nama Mahasiswa: Muhammad Zulfan Imron

NIM: 24310420019

Bulan & Tahun Terbit: Agustus 2025

Hirarki pengelolaan limbah menempatkan pencegahan (prevention) dan pengurangan (reduce) pada posisi paling disarankan karena strategi-strategi tersebut dirancang untuk menurunkan aliran material sepanjang siklus hidup produk. Klaim bahwa “most-favored option membutuhkan energi yang jauh lebih banyak daripada least-favored option” bertentangan dengan prinsip Life-Cycle Assessment (LCA), yang pada umumnya menunjukkan bahwa intervensi upstream (desain produk, pengurangan konsumsi, pemilahan di sumber) mengurangi kebutuhan energi kumulatif dibandingkan bergantung pada pengolahan akhir. (Ajzen, 1991). 

Bukti empiris di Indonesia mendukung prioritas pencegahan. Studi implementasi TPS3R pada beberapa kabupaten menunjukkan bahwa bila kebijakan lokal disertai fasilitasi teknis dan pembinaan masyarakat, TPS3R efektif menurunkan timbulan sampah dan mengurangi kebutuhan pengolahan akhir yang intensif energi (Mukti & Supratiwi, 2024; Patimah, 2024). Program bank sampah dan pengomposan di beberapa komunitas juga melaporkan penurunan volume sampah organik yang masuk TPA serta peningkatan nilai ekonomi lokal. 

Dari sudut psikologi lingkungan, perubahan perilaku adalah kunci keberhasilan jangka panjang. Model Theory of Planned Behavior (Ajzen, 1991) relevan untuk memahami dan merancang intervensi: sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan akan memengaruhi niat serta tindakan memilah dan mengurangi sampah. Penelitian pada populasi mahasiswa dan studi pengabdian masyarakat di Indonesia menunjukkan bahwa kombinasi edukasi, feedback, norma sosial, dan fasilitas (mis. bank sampah digital) meningkatkan kepatuhan warga terhadap 3R. 

Peran teknologi waste-to-energy (WtE) harus diposisikan secara pragmatis: WtE (insinerasi, anaerobic digestion, RDF) dapat mengurangi volume landfill dan menyumbang listrik, tetapi juga menimbulkan isu emisi, abu residu, dan kebutuhan investasi untuk kontrol polutan. Oleh karena itu WtE paling cocok sebagai solusi transisional untuk residu yang tidak dapat dikurangi atau didaur ulang secara ekonomis, bukan sebagai pengganti strategi pencegahan dan desain produk. Studi teknis Indonesia menegaskan kebutuhan standar emisi dan pengelolaan abu yang ketat. 

Di tingkat kebijakan, mekanisme Extended Producer Responsibility (EPR) dan ekonomi sirkular perlu diperkuat untuk mengalihkan beban dari masyarakat ke produsen, sekaligus mendorong desain kemasan yang lebih mudah didaur ulang. Panduan dan kajian mengenai EPR di Indonesia merekomendasikan pembiayaan kolektif oleh industri untuk koleksi dan daur ulang. Data survei nasional 2024 juga menunjukkan masih tingginya proporsi sampah rumah tangga yang dikelola tidak baik (~62,2%), sehingga penguatan TPS3R, edukasi, dan insentif kebijakan tetap mendesak.

Untuk implementasi praktis saya rekomendasikan: (1) kampanye pencegahan terfokus pada pengurangan konsumsi dan penggantian produk sekali pakai; (2) pengembangan infrastruktur TPS3R dan bank sampah digital terintegrasi; (3) kebijakan insentif dan regulasi EPR yang jelas serta standar lingkungan untuk fasilitas WtE.

klaim bahwa opsi paling dianjurkan pada hirarki limbah “membutuhkan lebih banyak energi” tidak sesuai dengan teori LCA dan bukti penelitian Indonesia terbaru. Prioritaskan pencegahan dan desain ulang produk; posisikan WtE sebagai opsi transisional yang terkontrol; dan integrasikan intervensi psikologi perilaku dengan kebijakan EPR serta penguatan TPS3R.

Bagan (Hirarki prioritas pengelolaan limbah)

Most favored option

┌────────┐

│ 1) Prevention│

├────────┤

│ 2) Reduce     │

├────────┤

│ 3) Recycle    │

├────────┤

│ 4) Reuse       │

├────────┤

│ 5) Energy recovery │

├────────┤

│ 6) Disposal   │

└────────┘

Least favored option

Chowdhury et al., 2014; adaptasi dan bukti empiris Indonesia 2024–2025)


Daftar Pustaka

Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50(2), 179–211.

Chowdhury, A. H., Mohammad, N., Ul Haque, Md. R., & Hossain, T. (2014). Developing 3Rs (reduce, reuse and recycle) strategy for waste management in the urban areas of Bangladesh. IOSR Journal of Environmental Science, Toxicology and Food Technology (IOSR-JESTFT), 8(5), 9–18.

Mukti, N. N., & Supratiwi. (2024). Implementasi kebijakan pengelolaan sampah melalui TPS3R di Kabupaten Purbalingga. Journal of Politic and Government Studies, 14(1), 175–189. 

Patimah, P. (2024). Implementasi pengelolaan sampah dengan konsep 3R di Desa Karias. Jurnal PPJ, 2024.

Ayuningtias, R. M., Rifqatussa’adah, & Wijayanti, E. (2024). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku mahasiswa dalam pengelolaan sampah. Journal Syntax Idea, 6(12).

Resubun, R. I. (2025). Pemberdayaan masyarakat melalui sosialisasi pengelolaan sampah (Studi kasus: Bank Sampah Senyum Mandiri). JAMSI, 5(3). 

Bakti, R. M. (2024). Analisis perbandingan emisi dan teknologi pengolahan sampah. Jurnal Jaring-Saintek, 2024.

JETECH (2025). Opportunities for the application of Waste-to-Energy (WtE) in Indonesia. JETECH Journal, 2025. 

WWF-Indonesia. (2023). Extended Producer Responsibility guideline and 5-year action plan for plastic waste reduction (2020–2025). Kurniawan, A. A. (2025). Examining the implementation of extended producer responsibility in Indonesia. AES Journal, 2025. 

GoodStats. (2024). Survei perilaku pengelolaan sampah masyarakat Indonesia 2024. 

Remidi Psikologi Lingkungan



 Hierarki Prioritas Pengelolaan Limbah

 

 

 

Rahma Nur Al Amina

23310410066

  

 

Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta, MA

 

Psikologi Lingkungan

 

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

 

                                       Agustus 2025


Pengelolaan sampah merupakan tantangan besar dalam pembangunan berkelanjutan. Volume sampah yang terus meningkat akibat pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan pola konsumsi modern menuntut adanya strategi yang sistematis dan tepat. Salah satu konsep yang banyak digunakan dalam literatur internasional adalah waste hierarchy atau hirarki pengelolaan limbah. Chowdhury et al. (2014) memperkenalkan gagasan hirarki terbalik limbah” yang menekankan bahwa setiap tindakan pengelolaan sampah memiliki tingkat prioritas berbeda, dari yang paling disarankan hingga yang paling tidak disarankan.

 

Bagan berikut menggambarkan susunan hirarki tersebut:




Dari bagan tersebut dapat dipahami bahwa semakin tinggi posisi strategi dalam piramida, maka semakin besar manfaatnya bagi lingkungan dan masyarakat. Prevention (pencegahan) ditempatkan pada posisi paling atas karena strategi ini menekankan upaya agar sampah tidak muncul sejak awal, misalnya melalui perubahan gaya hidup, pengurangan konsumsi berlebihan, atau penggunaan produk ramah lingkungan. Sebaliknya, disposal (pembuangan) ditempatkan pada posisi paling bawah karena hanya menjadi pilihan terakhir jika semua alternatif pengelolaan lain tidak memungkinkan.

 

Namun, pada teks soal terdapat pernyataan yang keliru, yakni bahwa most favored option membutuhkan energi yang jauh lebih banyak dibanding least favored option, serta bahwa energi yang dihasilkan dari strategi most favored option dapat digunakan untuk mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Pernyataan ini tidak tepat, karena konsep hirarki pengelolaan limbah tidak berkaitan langsung dengan produksi energi listrik dari sumber daya air. Justru sebaliknya, strategi yang berada pada tingkatan paling disarankan seperti prevention dan reduce bertujuan mengurangi kebutuhan energi, bukan meningkatkan penggunaannya.

 

Jika ditinjau secara kritis, strategi energy recovery memang memiliki kaitan dengan energi, karena sampah tertentu dapat diolah menjadi sumber energi alternatif, misalnya melalui pembakaran (incineration) untuk menghasilkan listrik atau panas. Namun posisi energy recovery hanya berada di bawah reuse dalam piramida, artinya strategi ini masih kurang disarankan dibandingkan pencegahan dan pengurangan. Dengan demikian, energi yang diperoleh dari sampah melalui proses recovery tidak dapat disamakan dengan energi dari PLTA yang bersumber pada aliran air.

 

Mengapa pencegahan dan pengurangan lebih diutamakan? Alasannya sederhana: semakin sedikit sampah yang dihasilkan, semakin kecil pula energi, biaya, dan sumber daya yang diperlukan untuk mengelolanya. Misalnya, jika masyarakat menggunakan botol minum isi ulang, maka produksi sampah plastik berkurang, energi untuk mendaur ulang berkurang, bahkan kebutuhan energi untuk membakar sampah juga ikut menurun. Konsep ini sejalan dengan prinsip efisiensi energi dalam pembangunan berkelanjutan.

 

Lebih jauh, pendekatan hirarki ini juga membawa dampak sosial-ekonomi. Masyarakat yang terbiasa melakukan reduce dan reuse akan lebih hemat biaya, sedangkan sektor informal seperti pemulung dapat memperoleh manfaat ekonomi dari aktivitas recycle. Sementara itu, jika masyarakat terlalu bergantung pada pembuangan (disposal), maka biaya pengelolaan meningkat, risiko pencemaran lingkungan tinggi, dan manfaat sosial-ekonomi cenderung minim.

 

Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa most favored option bukanlah strategi yang menghasilkan energi dalam jumlah besar, melainkan strategi yang menghemat energi dan sumber daya melalui pencegahan serta pengurangan sampah sejak awal. Sebaliknya, least favored option seperti pembuangan justru menyisakan beban energi dan biaya yang lebih besar karena harus mengelola sampah di tahap akhir.

 

Kesimpulan

 

Hirarki terbalik pengelolaan limbah menekankan urutan prioritas dari pencegahan hingga pembuangan. Pemahaman ini sangat penting agar masyarakat tidak salah menafsirkan bahwa strategi pencegahan menghasilkan energi lebih besar dibanding pembuangan. Justru pencegahan dan pengurangan sampah adalah strategi hemat energi yang berkontribusi langsung pada kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, edukasi kepada masyarakat perlu ditekankan agar paradigma ini benar-benar dipahami dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

 

 

Daftar Pustaka

 

Chowdhury, A.H., Mohammad, N., Ul Haque, Md.R., & Hossain, T. (2014). Developing 3Rs (reduce, reuse and recycle) strategy for waste management in the urban areas of Bangladesh: Socioeconomic and climate adoption mitigation option. IOSR Journal of Environmental Science, Toxicology and Food Technology (IOSR-JESTFT), 8(5), Ver. I, 09-18.

Essai Remidi- Cholifahtun Pratista

                                               ESSAI REMIDI PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta, MA.

Nama: Cholifahtun Pratista Dewi

Nim: 23310410120

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA

Agustus 2025

 

Strategi prevention menekankan pada kesadaran untuk tidak menghasilkan sampah sejak awal. Contohnya, membawa tas belanja sendiri, memilih produk dengan umur pakai panjang, atau menghindari plastik sekali pakai. Dari sudut pandang psikologi lingkungan, pencegahan adalah tahap yang membutuhkan komitmen dan perubahan pola pikir. Individu harus rela mengorbankan kenyamanan sesaat demi keberlanjutan jangka panjang.

Langkah berikutnya adalah reduce, yaitu mengurangi konsumsi barang yang berpotensi menjadi sampah. Misalnya, membeli kebutuhan sesuai porsi, menghemat kertas, atau mengurangi pemakaian listrik. Strategi ini lebih realistis bagi banyak orang karena tidak mengharuskan perubahan drastis, tetapi tetap membutuhkan disiplin perilaku. Kemudian terdapat reuse dan recycle. Reuse mengajarkan agar masyarakat menggunakan kembali barang-barang sebelum dibuang, seperti botol kaca, pakaian lama, atau wadah makanan. Sementara recycle menuntut adanya proses kreatif maupun teknologi untuk mengolah sampah menjadi barang baru. Keduanya membutuhkan dukungan sistem sosial seperti bank sampah, insentif ekonomi, serta kebijakan pemerintah agar masyarakat mau melakukannya secara konsisten.

Pada bagian bawah hierarki terdapat energy recovery dan disposal. Energy recovery memang dapat menghasilkan energi melalui pembakaran atau teknologi pengolahan lainnya. Namun, hal ini masih menyisakan emisi dan residu yang berpotensi mencemari lingkungan. Disposal atau pembuangan akhir di TPA ditempatkan di posisi paling rendah karena hanya menggeser masalah tanpa menyelesaikannya. Dalam soal disebutkan bahwa most favored option lebih disarankan karena menghasilkan energi yang besar untuk PLTA. Pandangan ini perlu ditinjau ulang. Prevention sebagai pilihan paling utama bukanlah karena ia menghasilkan energi, melainkan karena mampu mengurangi kebutuhan energi. Dengan mencegah sampah sejak awal, masyarakat tidak perlu lagi mengeluarkan energi, biaya, maupun teknologi tambahan untuk mengolah limbah. Sebaliknya, opsi seperti energy recovery justru menghasilkan energi tetapi dengan konsekuensi emisi karbon, polusi udara, dan biaya pengolahan tinggi. Oleh sebab itu, ia ditempatkan di urutan bawah. Jadi, ukuran keberhasilan strategi pengelolaan limbah bukanlah seberapa banyak energi yang dihasilkan, melainkan seberapa besar pemborosan energi yang berhasil dihindari.

Hirarki terbalik pengelolaan limbah memberikan panduan yang jelas tentang prioritas dalam penanganan sampah. Poin terpenting yang perlu ditegaskan adalah bahwa pencegahan bukan dimaksudkan untuk memproduksi energi, melainkan untuk menekan penggunaan energi dan sumber daya sejak awal. Dalam perspektif psikologi lingkungan, keberhasilan penerapan hierarki ini sangat ditentukan oleh kesediaan masyarakat untuk mengubah perilaku sehari-hari. Memberi edukasi, kebijakan publik, serta pembentukan norma sosial menjadi faktor penting agar strategi ini tidak hanya berhenti pada teori, tetapi benar-benar membentuk budaya baru yang ramah lingkungan.

 

Bagan Hirarki Pengelolaan Limbah

Prevention → Reduce → Reuse → Recycle → Energy Recovery → Disposal

(Most favored → Least favored)

 

Daftar Pustaka

Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50(2), 179–211.

Chowdhury, A.H., Mohammad, N., Ul Haque, Md.R., & Hossain, T. (2014). Developing 3Rs (reduce, reuse and recycle) strategy for waste management in the urban areas of Bangladesh: Socioeconomic and climate adoption mitigation option. IOSR Journal of Environmental Science, Toxicology and Food Technology (IOSR-JESTFT), 8(5), Ver. I, 9–18.

Wilson, D. C., Velis, C., & Cheeseman, C. (2006). Role of informal sector recycling in waste management in developing countries. Habitat International, 30(4), 797–808.

Gifford, R. (2014). Environmental psychology matters. Annual Review of Psychology, 65, 541–579.

Senin, 04 Agustus 2025

ESAI 10-UAS FARIDA NURUL HUSNA

 

PENGARUH DEDY MULYADI DALAM UPAYA MENJAGA KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP MELALUI PENGELOLAAN SAMPAH



                                                             Nama : Farida Nurul Husna
                                                               NIM    : 23310410124

Sampah menjadi problem masyarakat yang harus dilaksanakan sesuai dengan upaya mencegah polusi, dan pencemaran lingkungan. Hal ini juga menjadi perhatian oleh Dedy Mulyadi dalam upaya pencegahan pencemaran sampah di Wilayah Jawa Barat. penyakit di tengah kehidupan masyarakat. Tindakan ini, lngsung ditunjuikan oleh Dedy Mulyadi dengan cara dengan turun tangan langsung membersihkan saluran air yang tertimbun sampah. Tindakan ini menunjukan bahwa tindakan Kang Dedi tidak canggung dan terjun langsung ke lapangan, memberikan contoh nyata bagi masyarakat. Dalam prepektif public tindakan yang dilakukan oleh Dedy Mulyadi Pertama, ada yang mempersepsikan  gaya kepemimpinan Dedi Mulyadi  lebih fleksibel dan langsung ini mempermudah proses pengambilan keputusan yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Kedua, ada yang berpendapat bahwa pendekatan ini bisa berpotensi mengabaikan struktur formal dan prosedural yang dipraktekan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang akan berakibat, kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi pemerintahan (Syarief Makhya, Kepemimpinan Pemerintahan Dedi Mulyadi, Salah Konsep?, https://www.teraslampung.com/kepemimpinan-pemerintahan-dedi-mulyadi-salah-konsep/). Tindakan yang demikian ini kemudian secara langsung menjadi tindakan yang ditiru oleh masyarakat, sehingga dengan adanya tindakan inilah yang dilakukan oleh Dedy Mulyadi sebagai seorang pemimpin harapannya dapat merubah masyarakat turut serta dalam pelaksanaan pengelolaan sampah dengan cara turut serta membersihkan sugai dan tidak membuang sampah pada tempatnya. Tindakan ini jika dilihat dari sisi tindakan manusia dan lingkungannya merupakan faktor penting yang saling mempengaruhi, perilaku manusia dapat merubah bentuk lingkungan dan sebaliknya lingkungan dapat merubah perilaku manusia (Nuqul, 2005 dalam Prima & Prayogi, 2020).

Dalam persepsi oleh Paul A Bell (1978) dijelaskan bahwa persepsi adalah proses menerima informasi dari lingkungan, suatu proses untuk mendapatkan informasi dari dan tentang ingkungan seseorang yang berfokus pada penerimaan pengalaman empiris, biasanya didahului dengan adanya stimulus, proses diterimanya rangsangan sampai rangsangan itu disadari dan dimengerti oleh individu yang bersangkutan ini disebur persepsi    (Muhammad Irfan Dwifan H, Et.le, 2024). Maka tindakan yang dilakukan oleh Dedy mulyadi tersebut jika dilihat pengaruhnya dalam upaya mempengaruhi masyarakat dapat diuraikan bahwa:

1.      Perlikau masyarakat dalam upaya pengelolaan sampah dengan cara tidak membuang sambah sembarangan dengan cara memilah sampah dengan mengurangi penggunaan sampah plastik bagian dari upaya mencegah pencemaraan lingkungan.

2.      Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah melalui gotoroyong setidaknya menjadi bagian dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dan prattisipasi masyarakat dalam pengelilolaan sampah.

3.      Perlu dukungan dari pemerintah tidak sekedar langkah penanggulangan sampah ini dilaksanakan dengan mengeluarkan kebijakan bahwa tindakan pengelolaan sampah juga ada alat yang ada dalam mendukung pengelolaan sampah.

Dengan demikian, perubahan masyarakat Jawa Barat dalam pelaksanaan pengelolaan sampah dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kepemimpinan yang efektif, partisipasi masyarakat, dan dukungan kebijakan yang tepat. Disisi lain pola perubahan yang dilakukan oleh masyaraat dengan turut serta dalam melakukan pengelolaan sampah menunjukan bahwa pembahasan tentang persepsi terhadap lingkungan hidup, hal yang paling penting adalah coping behavior atau usaha-usaha individu untuk mengatasi stres akibat situasi lingkungan hidup tidak nyaman (Patimah, A.S, et.le, 2024). Artinya masyaakat secara sadar karena dampak pada pembuangan sampah sembarang bisa menimbulkan banjir, apalagi belum lama banjir terjadi di kawasan Bekasi yang secara nyata dampak dari perilaku masyaraat yang tidak perduli dengan lingkungan hidup, maka dengan upaya inilah masyarakat merasa hidup tidak nyatam dengan adanya banjir setiap hujan melanda.

Maka efektifitas dalam pelaksanaan pengelolaan sampah, menjadi perhatian ini perlu dilaksanakan secara berkesinambungan dan perlu dilakukan secara silmutan oleh pemerintah sebagaimana dalam Pasal 6 UU Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008, salah satu tugas kewenangannya seperti menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah dan memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah. Tindakan ini tidak akan cukup yang hanya di nilai dalam 100 hari kerja, karena bagian dari merubah tindakan masyarakat yang membutuhkan kebiasaan dan perlu adanya kebijakan pemerintah yang mendukung pengelolaan sampah, sehingga sampah yang ada ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat serta mengurangi pencemarannya di lingkungan.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Dwifan H., Muhammad Irfan, Maya A.N., Kusumaningdyah N.H., (2024), Konsep Arsitektur Perilaku Sebagai Strategi Desain  Pada Nitiprayan Art Center Di Kampung Seni Nitiprayan, Jurnal Senthong,  7, (2), 732-741.

Prima, T. S. (2020). Kajian Perilaku Pejalan Kaki pada Kawasan Transit Oriented Development (TOD). Jurnal Arsitektur ZONASI, 3 (1), 1-10.

Patimah, A.S., Shinta, A. & Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi. 20(1), Maret, 23-29.

 

Makhya, Syarief (2025) Kepemimpinan Pemerintahan Dedi Mulyadi, Salah Konsep?, https://www.teraslampung.com/kepemimpinan-pemerintahan-dedi-mulyadi-salah-konsep/.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengolaan Sampah

                                        

    





Senin, 07 Juli 2025

ESSAI 10-UAS

 Perubahan Perilaku Masyarakat Jawa Barat dalam Pengelolaan Sampah: Kajian Psikologi Lingkungan

Nama: Alifa Maura Bunga Herina 

NIM: 24310410041



Fenomena sampah di Indonesia menjadi masalah struktural dan budaya yang kompleks. Sampah yang menumpuk di sungai dan lingkungan pemukiman bukan hanya disebabkan oleh kurangnya fasilitas pengelolaan, tetapi juga oleh persepsi masyarakat yang masih belum menganggap kebersihan sebagai prioritas. Namun, sejak munculnya sosok Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang secara aktif terjun langsung membersihkan sungai, telah terjadi perubahan signifikan dalam perilaku masyarakat, khususnya di wilayah Jawa Barat.

Perubahan ini tidak lepas dari pengaruh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam pasal 21 disebutkan bahwa setiap orang cukup mengelola sampahnya dengan membayar petugas resmi. Sedangkan pasal 50 menekankan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan. Sayangnya, regulasi ini belum menyentuh aspek kesadaran kolektif masyarakat. Pemerintah terlalu berperan dominan, sementara masyarakat menjadi pasif.

 

KDM mematahkan kebiasaan tersebut. Dengan terjun langsung ke sungai yang penuh sampah, KDM menghadirkan stimulus yang kuat bagi publik. Aksi nyata ini membuka mata banyak orang bahwa sampah bukanlah hal biasa yang bisa diabaikan. Pendekatan KDM ini dapat dijelaskan melalui teori persepsi lingkungan dari Paul A. Bell, yang meliputi komponen stimulus, atensi, interpretasi, dan respon perilaku.

Berikut skema perubahan perilaku menurut Bell:

Stimulus → Atensi → Interpretasi → Respon Perilaku

Stimulus yang ditampilkan oleh KDM adalah tindakan nyata membersihkan sungai. Ini menarik atensi masyarakat, terutama karena dilakukan oleh figur publik. Masyarakat kemudian melakukan interpretasi bahwa masalah sampah adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah. Akhirnya, respon perilaku pun muncul, berupa keterlibatan aktif dalam kerja bakti, memilah sampah, dan meningkatkan kesadaran lingkungan.

Contoh konkret dari hal ini terlihat di berbagai wilayah di Jawa Barat, di mana emak-emak dan tokoh masyarakat mulai aktif membersihkan lingkungan secara sukarela. Ini menunjukkan bahwa persepsi terhadap lingkungan bisa dibentuk dan diubah melalui contoh yang kuat dan konsisten. Tanpa perlu larangan keras atau hukuman, perubahan bisa dimulai dari keteladanan.

Permasalahan lingkungan tidak cukup diselesaikan dengan regulasi atau teknologi. Perubahan perilaku adalah kunci utama. Dengan pendekatan psikologi lingkungan seperti milik Bell, kita dapat memahami bahwa persepsi terhadap lingkungan sangat memengaruhi tindakan manusia. Ketika stimulus yang tepat diberikan—seperti aksi nyata KDM—maka respons kolektif akan lebih mudah dibentuk.

Solusi yang ditawarkan adalah mendorong lebih banyak tokoh masyarakat untuk menjadi agen perubahan. Pemerintah daerah juga perlu mengadopsi pendekatan komunikatif dan partisipatif, bukan hanya administratif. Pelibatan komunitas, edukasi berbasis pengalaman, serta pemanfaatan media sosial untuk menyebarkan contoh positif perlu ditingkatkan.

Dengan integrasi antara kebijakan (UU 18/2008), keteladanan tokoh seperti KDM, dan pendekatan psikologi lingkungan, Indonesia berpotensi besar menyelesaikan masalah sampah secara berkelanjutan. Masyarakat harus terus diberi stimulus yang kuat agar persepsi mereka terhadap kebersihan dan lingkungan dapat berubah menjadi perilaku nyata.


Daftar Pustaka

• Kang Dedi Mulyadi Channel (2025). Heboh emak-emak turun ikut kerja | KDM beri solusi tangani sampah di sungai. Diakses 30 Juni 2025 dari: https://www.youtube.com/watch?v=Sjw6LY44ems

• Patimah, A.S., Shinta, A. & Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi, 20(1), Maret, 23-29. https://ejournal.up45.ac.id/index.php/psikologi/article/view/1807

• Purba, D.O. & Shindy, R. (2025). Detik-detik Dedi Mulyadi nyebur ke sungai penuh sampah, ajak pejabat lain nyemplung. Kompas.com. 9 Maret 2025. https://www.youtube.com/watch?v=CkJ7Jthkc_Y

• Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI.

• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan