Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Selasa, 31 Oktober 2023

Tugas UTS Psikologi Lingkungan Oleh Afni Ambar Sari 22310410124 Ibu Arundati Shinta

 Persepsi terhadap lingkungan

Ujian Tengah Semester Psikologi Lingkungan A11 Oleh Ibu Arundati Shinta, Atas nama Afni Ambar Sari 22310410134

     Pendahuluan

                         Isu pembangunan berwawasan lingkungan hidup sering pula dikemukakan sebagai pembangunan berkelanjutan. Munculnya isu tersebut dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa pembangunan yang dilaksanakan secara terus menerus tidak akan menguntungkan bagi siapa saja apabila sistem biologis alam yang mendukung pertumbuhan ekonomi tidak dicermati dengan baik. Salah satu penyangga sistem biologis tersebut adalah sampah, yang memiliki definisi sebagai barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai jika dikelola dengan prosedur yang benar (Basriyanta, 2007). Pengelolaan sampah harus dilakukan secara tepat agar sampah yang dihasilkan tidak menjadi beban bumi dan menyebabkan degradasi lingkungan. Apalagi Kabupaten Karanganyar sendiri memiliki kondisi topografi wilayah yang beragam. Kawasan puncak adalah hulu dari berbagai persoalan lingkungan. Degradasi kawasan puncak dan menurunnya daya dukung lingkungan kawasan ini berdampak penting terhadap timbulnya berbagai persoalan lingkungan di daerah hilir. Penanganan persoalan kebiasaan membuang sampah dan limbah ke sungai juga perlu dimulai dari hulu persoalan di kawasan puncak. Upaya mengubah kebiasaan dan kemandirian masyarakat mengelola sampah memerlukan dukungan banyak pihak. Baik melalui penguatan kelembagaan, pemerintah, pengadaan fasilitas kebersih an dan pengolahan sampah/limbah hingga dukungan kebijakan pemerintah (UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah).   

Pembahasan

                  Kegiatan pengelolaan lingkungan sangat diperlukan untuk menciptakan kelestarian, kebersihan, dan keindahan lingkungan yang berkelanjutan sehingga diperlukan upaya pengendalian operasional agar sampah lebih berdaya guna dan berhasil guna untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Selain itu, untuk mencapai pengelolaan sampah yang optimal, sudah saatnya paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru dalam pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir yang kesemuanya saling berinteraksi dan mendukung untuk mencapai tujuan (Dept. Pekerjaan Umum, SNI 19-2454-2002). Aspek teknik operasional merupakan salah satu upaya dalam mengontrol pertumbuhan sampah, namun pelaksanaannya tetap harus disesuaikan dengan pertimbangan kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi, estetika dan pertimbangan lingkungan(Tchobanoglous ,1997). Menurut Krista dan David (2013) perlu adanya pengembangan sistem evaluasi yang dilakukan secara rutin dengan menggunakan beberapa indikator untuk melihat sejauh mana keberhasilan sistem pengelolaan sampah, yang diindikasikan dengan kualitas lingkungan yang tetap terjaga

Kesimpulan

Hasil nya menunjukkan bahwasanya a) Masyarakat yang tinggal di daerah topografi datar, agak berombak, dan berbukit memiliki kecenderungan persepsi yang positif terhadap sampah dalam keberlangsungan lingkungan hidup, dan menganggap sampah sebagai barang yang masih dapat dikelola kembali, b) terdapat perbedaan pengelolaan sampah diketiga daerah, sebagian masyarakat di daerah topografi berbukit masih mengelola sampah dengan sistem onsite dan sebagian yang lain masih mengelola dengan cara dibakar maupun dibuang ke sungai, masyarakat di daerah topografi agak berombak mengelola sampah dengan sistem off-site dan sebagian kecil masih mengelola dengan sistem onsite, sedangkan, di daerah topografi datar menggunakan sitem offsite dari pelayanan pemerintah dan bank sampah, dan c) persepsi terhadap keefektifan pengelolaan sampah dari berbagai aspek dampak positif lingkungan, program 3R, sasaran kebersihan, retribusi, dan pengangkutan sampah lebih dirasakan oleh masyarakat di daerah topografi datar dan agak berombak dibandingkan dengan daerah bertopografi berbukit. 

Daftar Pustaka

Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2002. Standar Nasional Indonesia (SNI) 19- 2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan,Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Basriyanta. 2007. Memanen Sampah. Yogyakarta: Kanisius. Krista L. Greene & David J. Tonjes. 2013. Quantitative Assessment of Municipal Waste Management Systems: Using DifferentIndicators to Compare and Rank 

Programs in New York State.Waste Management. 34 (2014) 825-836. Homepage: www.elsevier.com/locate/wasman diakses oleh Bunga H.A pada 11 Oktober 2014 Singarimbun, M. dan S, Effendi. 2011. 

Metode Penelitian Survai. Yogyakarta: LP3ES. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. ________________. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. 

Tchobanoglous, G., Teisen H., Eliasen, R. 1993. Integrated Solid Waste Management, Mc.Graw Hill : Kogakusha, Ltd. Republik Indonesia. 2008. UndangUndang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Jakarta : Sekretariat Negara. 

Essay 1. Meringkas Jurnal Sampah. Septi Iing Hijjriyah. 22310410132. SP

 

Meringkas Jurnal Sampah: Pengelolaan Sampah Rumah Tangga 3R Berbasis Masyarakat

Essay 1

Psikologi Lingkungan

Septi Iing Hijjriyah

22310410132

Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta, MA

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta




Topik

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga 3R dengan Basis Masyarakat

Sumber

Subekti, Sri. (2010). Pengelolaan Sampah Rumah Tangga 3R Berbasis Masyarakat. Jurnal Prosiding Nasional Sains dan Teknologi.

Permasalahan

·       Pemahaman masyarakat terhadap konsep 3R, yaitu reuse (memakai kembali barang bekas yang masih bisa dipakai), reduce (berusaha mengurangi sampah), dan recycle (mendaur ulang sampah agar dapat dimanfaatkan) juga masih rendah. Akibatnya:

1)     Sampah basah dan kering tercampur sehingga sangat sulit untuk dimanfaatkan kembali. Meskipun sampah basah bisa dibuat kompos, tetapi jika telah bercampur dengan sampah berbahaya seperti batu baterai, pembalut wanita, atau jenis-jenis kimia lainnya maka kualitas kompos yang dihasilkan akan rendah.

2)     Petugas kebersihan yang dikerahkan oleh pemerintah kota menjadi tidak berimbang antara jumlah petugas dengan jumlah sampah yang harus ditangani akibat kurangnya partisipasi dari masyarakat.

3)     Kapasitas TPA yang terbatas, suatu saat TPA tidak sanggup lagi menampung sampah kota yang dibuang oleh masyarakat. Ketika TPA tidak beroperasi dalam beberapa hari saja, maka sampah kota akan menumpuk dan tersebar di mana-mana.

4)     Biaya operasional pengangkutan sampah dari TPS menuju TPA yang terus menerus meningkat seiring dengan kenaikan harga bahan bakar dan ditambah lagi perlunya biaya operasional untuk merawat armada-armada pengangkut sampah.

5)     Tidak ada masyarakat yang mau jika lingkungannya dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah. Ditambah lagi pada era otonomi (daerah kesulitan mencari lahan di luar wilayah administrasinya).

Tujuan Penelitian

·       Untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan membina peran serta masyarakat secara terarah melalui program yang dilaksanakan secara  intensif  dan  berorientasi kepada penyebar luasan pengetahuan, penanaman kesadaran, peneguhan sikap, dan pembentukan perilaku.

·       Sebagai sarana pembentukan perilaku masyarakat yang sebagai berikut:

1)     Masyarakat mengerti dan memahami masalah kebersihan lingkungan.

2)     Masyarakat turut serta secara aktif dalam mewujudkan kebersihan lingkungan.

3)     Masyarakat bersedia mengikuti prosedur atau tata cara pemeliharaan kebersihan.

4)     Masyarakat bersedia membiayai pengelolaan sampah.

5)     Masyarakat turut aktif menularkan kebiasaan hidup bersih pada anggota masyarakat lainnya.

6)     Masyarakat aktif memberi masukan ( aran-saran) yang sifatnya membangun.

Isi

·       Berdasarkan SK SNI tahun 1990, sampah adalah limbah yang bersifat padat, terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.

·       Dalam UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah; Upaya pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan cara:

1)     Reuse (menggunakan kembali): secara langsung, untuk fungsi yang sama maupun fungsi lain.

2)     Reduce (mengurangi): mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya sampah.

3)     Recycle  (mendaur ulang): memanfaatkan kembali sampah setelah mengalami proses pengolahan.

·       Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Masyarakat adalah suatu pendekatan pengelolaan sampah yang didasarkan pada kebutuhan dan permintaan masyarakat, direncanakan, dilaksanakan, dikontrol, dan dievaluasi bersama masyarakat.

·       Dua hal penting dalam konsep pengelolaan sampah, yaitu partisipasi masyarakat  dan pengelolaan sampah mendekati rumah tangga.

·       Karakteristik sampah rumah tangga di kota-kota besar di Indonesia termasuk Semarang adalah 60-70% adalah sampah organik yang dapat dibuat kompos. Sedangkan sisanya 30-40% merupakan sampah anorganik, dan sebagian besar dapat didaur ulang.

·       Keberhasilan  dari  kegiatan  pengelolaan  sampah  berbasis  masyarakat  ini  perlu bantuan dari fasilitator (memfasilitasi masyarakat untuk mencapai tujuan  pengelolaan  sampah  secara  baik  dan  berkesinambungan).

·       Keuntungan yang dapat diterima dari pengelolaan sampah model ini:

1)     Lingkungan  akan  menjadi  bersih  dan  sehat  karena  semua  sampah  dapat  termanfaatkan.

2)     Jumlah sampah yang harus diangkut menuju ke TPA menjadi berkurang, di mana hal ini akan dapat memperpanjang  umur  TPA.

3)     Keuntungan   bagi   pemerintah   kota/kabupaten   dalam   biaya   operasional pengangkutan dari TPS menuju TPA.

4)     Jumlah sampah yang di bawa ke TPA semakin menurun, sehingga bahan bakar yang digunakan oleh armada sampah menjadi berkurang.

5)     Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dan adanya organisasi pengelola sampah akan memberikan dampak sosial  yang  positif.

6)     Aspek ekonomi (pendapatan dari penjualan kompos serta dari penjualan sampah anorganik yang  dapat  dijual  kembali  akan  dapat  menambah pendapatan kelompok.

7)     Sampah organik dapat dijadikan alternatif pembuatan briket (bahan bakar padat yang terbuat dari limbah) sampah.

Metode

·       Ini penelitian kualitatif karena penelitian ini mendeskripsikan

·       Subjek penelitian adalah; pendekatan pengelolaan sampah 3R dan mendekati sumbernya adalah pengelolaan sampah kawasan dengan TPS pengolah. Sarana dan prasarana TPS pengolah ini untuk mewujudkan konsep 3R sehingga sampah yang terangkut ke TPA berkurang atau tidak ada sama sekali.

·       Metode pengambilan informasi adalah wawancara tidak berstruktur dan dokumentasi. Topik wawancara adalah program atau jenis-jenis kegiatan pro-lingkungan hidup yang dilakukan oleh komunitas tresebut. Dokumentasi berasal dari koleksi komunitas, dan yang dipotret adalah sarana dan prasarana pada base camp dari komunitas tersebut.

·       Validitas dan reliabilitas informasi yang diperoleh adalah dengan teknik (a) Reduksi Data. Semua informasi yang diperoleh ditulis secara rinci, dipilih dan dipilah sesuai keperluan peneliti. (b) Penyajian Data. Informasi yang diperoleh dari semua tahapan proses penelitian disajikan secara ringkas dan sistematis. Penyajian data itu akan memudahkan peneliti untuk fokus pada tujuan penelitian. (c) Pengambilan Kesimpulan. Pembuatan kesimpulan akan membuat peneliti lebih mudah melihat apakah hasil penelitian bisa menjawab permasalahan penelitian. (d) Triangulasi Data. Informasi dari subjek penelitian akan diuji oleh orang lain untuk memastikan bahwa subjek memang jujur dalam memberikan informasi. 

Hasil

·       Perlunya partisipasi masyarakat untuk berperan aktif dalam mengelola sampahnya dan dapat dimulai dari rumah tangga dengan cara pemilahan sampah organik, sampah anorganik, maupun sampah B3, sehingga nantinya yang terangkut ke TPA hanya sisanya saja.

·       Dengan  pemilahan  sampah  tersebut  maka  sampah  organik  dapat  diolah  kembali  menjadi kompos sedangkan sampah anorganik dapat dirubah menjadi bentuk lain sehingga bernilai ekonomis serta dapat dijadkan briket sampah.

·       Perlunya pengawasan yang berkelanjutan dari instansi terkait untuk memantau keberhasilan dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat

Diskusi

·       Produsen sampah utama adalah masyarakat, sehingga mereka harus bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka produksi (poluters must pay).

·       Kemampuan pemerintah baik dari sisi manajemen dan pendanaan masih sangat terbatas, misalnya kemampuan Pemda Kabupaten Tangerang dalam mengelola sampah hanya sebesar 30 persen. Jika tanggung jawab sampah hanya diserahkan pada pemerintah maka mustahil permasalahan sampah dapat terselesaikan secara baik dan berkelanjutan.

·       Berbasis masyarakat bukan berarti dalam pengoperasiannya selalu harus dilakukan oleh masyarakat, tetapi boleh juga dilakukan oleh lembaga atau badan profesional yang mampu dan diberi mandat oleh masyarakat.  Yang penting adalah apa yang layak dan realistis dilakukan untuk memecahkan masalah sampah yang dihadapi oleh masyarakat trersebut.

  

Essay 3. Kegiatan Before-After. Septi Iing Hijjriyah. 22310410132. SP


Kegiatan Before-After

Essay 3

Psikologi Lingkungan

Septi Iing Hijjriyah

22310410132

Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta, MA

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


    Ruang publik biasanya cenderung kotor karena banyak sampah yang berserakan dan bersifat kumuh, terutama di Indonesia. Baik itu sungai, pantai, gunung, terminal, dan di beberapa titik tempat umum lainnya. Hal tersebut disebabkan karena padatnya lalu-lalang masyarakat di sekitaran wilayah tersebut hingga berpeluang lebih banyak mengalami penumpukan sampah, pencemaran lingkungan, dan ditambah lagi kurangnya rasa aware di tengah-tengah masyarakat kita terhadap lingkungan sekitar. Boleh dibilang, hal ini terjadi pada salah satu lokasi yang saya jadikan sebagai target pembersihan sampah berikut.

    Beberapa pekan lalu saya melakukan aksi pembersihan pada Minggu, 1 Oktober 2023 di wilayah Timoho. Kegiatan pembersihan saya lakukan kiranya pukul 12.15 WIB dan berakhir pada pukul 15.00 WIB menjelang waktu Ashar. Lokasi pembersihan yang saya lakukan ini bertempat di wilayah Timoho, Jalan Muja-Muju, Yogyakarta. Gambaran wilayah ini bisa dibilang memprihatinkan karena penampakannya bisa terekspos langsung oleh mata saat melintas di jalanan tersebut. Lokasinya yang tepat berada di pinggir jalan yang lumayan ramai kendaraan, membuat bau menyengat yang berasal dari sampah-sampahnya dapat tercium jelas dan pekat. Penampakan areanya saat sebelum dibersihkan dapat dilihat dari gambar di bawah ini.

Penampakan sebelum dilakukan pembersihan.

    Tampak dari gambar tersebut, sampah yang berserakan didominasi oleh sampah plastik dengan corak warna yang beragam. Bisa dilihat pula di beberapa spot-nya ada bekas-bekas pembakaran (berwarna hitam bekas pembakaran sampah).

    Selain sampah plastik dan sampah bekas makanan, saya juga menemukan sampah styrofoam bekas yang tergeletak tak jauh dari area tersebut.

Before

Before

    Sebenarnya, jika ditilik dari wujud lokasinya, sepertinya area ini bukan tempat pembuangan resmi layaknya TPS pada umumnya. Penilaian sementara tersebut lahir di benak saya karena dilihat dari bagaimana penataan dan letak lokasinya. Ada sekitar dua bangunan (saung) dari bambu yang terbengkalai begitu saja tak jauh dari area tersebut. Diduga dua bangunan tadi bekas seperti kedai atau warung yang sudah tak terpakai. Selain itu, banyak sekali berserakan sampah yang terkesan tak terurus, itu artinya berpeluang tidak adanya petugas yang rutin membersihkan area tadi dan membawa sampah-sampahnya ke TPA. Diduga sampah tersebut berasal dari warga setempat dan beberapa orang yang melintas di jalanan sekitar lokasi.

    Setelah proses pembersihan yang berjalan kurang lebih tiga jam, hasil dan perbedaannya pun mulai terlihat. Saya rasa, dalam proses pembersihan berlangsung tidak ada hambatan yang terlalu berpengaruh. Hanya saja cuaca yang sangat panas dan menyengat yang membuat kulit sedikit gosong pasca membersihkan tempat tersebut.

Proses pemungutan sampah.

    Hasil sampah yang terkumpul tadi saya masukkan ke dalam kantong hitam berukuran lumayan besar, sebelum akhirnya saya bawa untuk diserahkan pada petugas kebersihan di lokasi TPS terdekat. Berikut penampakan lokasinya pasca dilakukan pembersihan.

After

    Meski bekas pembakaran di beberapa titiknya belum menghilang, setidaknya sampah-sampah yang mengganggu dan memberi kesan kumuh tadi sudah diungsikan di tempat yang seharusnya. Kebetulan saat hendak meletakkan hasil pengumpulan sampah tadi di TPS, saya bertemu dengan mobil armada yang sedang bertugas. Jadi, sampah-sampah hasil pengumpulan tadi langsung dibawa mobil armada menuju TPA.

    Selepas kegiatan ini, harapannya hanya satu meski tidak mudah, semoga karakter aware tadi dapat terbangun dalam tiap-tiap sendi kehidupan masyarakat. Agar lingkungan tidak mengalami sikap pembengkalaian seperti tadi. Karakter tersebut dapat diwujudkan dengan cara sosialisasi, mulai dari kepekaan insting untuk membuang sampah pada tempatnya, memilah, mengolah, hingga akhirnya sampai pada tahap menyulap sampah menjadi sesuatu yang punya nilai dan berharga.

Essay 2. Kegiatan Plogging. Septi Iing Hijjriyah. 22310410132. SP


Plogging

Essay 2

Psikologi Lingkungan

Septi Iing Hijjriyah

22310410132

Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta, MA

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta



    Istilah plogging berasal dari Bahasa Swedia, terdiri dari dua kata, jogging dan plocka (mengambil). Ada juga yang mengatakan bahwa plogging merupakan singkatan dari pick litter and jogging. Jadi, plogging memiliki makna sebuah aktivitas di mana seseorang jogging atau berlari sembari memungut sampah yang ditemukan di rute jalan yang dilalui.

    Nah, pada Sabtu, 28 Oktober 2023 lalu, saya melakukan kegiatan plogging di area dekat lapangan yang lokasinya dekat dengan rumah saya di Sawojajar, Kota Malang. Saya memutuskan untuk melakukan plogging di area tersebut karena jalanan sekitaran lapangan itu memang biasa digunakan sebagai tempat olahraga warga warga setempat dan lumayan padat saat menjelang sore. Mulai dari lari pagi, bermain layangan saat sore hari, dan lain-lain. Saya melakukan kegiatan plogging sebanyak dua kali di hari yang sama. Plogging pertama saya laksanakan pada Sabtu pagi pukul 06.00 WIB. Suasana di area lapangan masih lumayan lengang, hanya ada beberapa orang yang sedang berolahraga (lari mengitari jalanan tepi lapangan). Dikarenakan masih lengang, saya tidak melihat adanya sampah di beberapa titik jalan yang saya lalui selama plogging. Ditambah lagi area tersebut baru saja dibersihkan (disapu) oleh petugas kebersihan setempat. Pada saat pelaksanaan plogging yang pertama ini saya pulang dengan tangan kosong.

Plogging kedua

    Kemudian, aktivitas plogging untuk kali kedua saya lakukan pada sore harinya, masih di hari yang sama sekitar pukul 16.35 WIB. Kondisi sekitaran lapangan lebih ramai dari sebelumnya karena biasa banyak warga berkumpul untuk bermain layangan di lapangan. Warga yang berkumpul dari berbagai usia, mulai anak-anak hingga pria dewasa. Area sekitaran lapangan tampak semakin padat karena kehadiran beberapa penjual jajanan, seperti cilok, siomay, es, dan lain-lain. Plogging kedua kali ini, saya mulai mendapatkan beberapa sampah di beberapa titik yang saya lalui saat jogging, di antaranya 3 sampah botol air mineral plastik kecil ukuran 220 ml, dua sampah plastic bekas cilok (sepertinya) beserta empat tusuk sate yang diduga bekas digunakan untuk cilok karena ditemukan tidak jauh dengan bungkus plastik cilok tadi. Sampah penemuan saya tersebut jika ditimbang memiliki berat kurang lebih setengah hingga satu ons, saya belum tahu pasti karena sampahnya saya masukkan ke dalam kantong plastik hitam yang sesuai dengan di gambar tertera. Saya rampung melaksanakan plogging sekitar menjelang maghrib dan sampah tadi saya bawa pulang, kemudian saya buang dalam bak sampah milik keluarga saya yang terletak di depan gerbang rumah. Biasanya, sampah tersebut akan dibersihkan oleh petugas kebersihan setempat untuk di bawa ke TPA.

    Demikian pengalaman plogging yang saya miliki. Pasca kegiatan ini, selain gerak fisik, kepekaan terhadap lingkungan bisa lebih terasah dan didapat ke depannya. Semoga kita selalu bisa lebih aware terhadap lingkungan sekitar, karena bagaimana perubahan itu akan bermula dilihat dari bagaimana kita mengambil sikap terhadap diri kita dan lingkungan sekitar.