Minggu, 29 Oktober 2023

Psikologi Lingkungan, Tugas Esai ke-5, Belajar di TPST, Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA MA

BELAJAR MENGOLAH SAMPAH DI TPST RANDU ALAS MERUPAKAN TINDAKAN NYATA PEDULI LINGKUNGAN

Juliani Mariati Larosa

22310410072

Program Studi Psikologi

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Selasa, 24 Oktober 2023 adalah hari di mana saya dan teman-teman sekelas melakukan kunjungan ke TPST Randu Alas. Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) merupakan salah satu elemen penting dalam sistem pengelolaan sampah modern. TPST berperan dalam mengumpulkan, memproses, dan mengolah sampah secara tertib dan aman. Pengelolaan sampah merupakan sebuah tantangan besar dalam upaya menjaga kebersihan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Pada tingkat yang lebih tinggi, Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) atau Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) digunakan untuk mengelola sampah secara efisien dan bertanggung jawab. Namun, manajemen pengelolaan sampah di tingkat TPST seringkali dihadapkan pada sejumlah permasalahan yang mempengaruhi keefektifan dan keberlanjutan sistem tersebut. Tulisan ini akan membahas permasalahan yang umum terkait dengan manajemen pengelolaan sampah di TPST dan solusi untuk menghadapi tantangan lingkungan yang muncul.

TPST Randu Alas berada di jalan Kaliurang Yogyakarta, tepatnya Candi Karang, Sardonoharjo, Kec. Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasinya di belakang pasar Randu Alas. Berdasarkan pengakuan salah satu pekerja di sana,Terbangunnya TPST Randu Alas bermula dari permintaan warga setempat untuk disediakannya space pengolahan sampah akibat lingkungan yang tidak tertata, sehingga pada tanggal 16 Maret 2016 terbentuklah TPST Randu Alas. Pada saat itu yang menjadi pelanggan atau nasabah hanya terdiri dari 25 - 30 orang saja. Situasi tersebut membuat para pekerja berusaha untuk mencari nasabah yang lebih banyak agar TPS tetap berproses. Ternyata hal tersebut diakibatkan karena kurangnya wawasan dari masyarakat tentang pengolahan sampah. Banyak masyarakat yang belum memiliki wawasan terbuka mengenai pengolahan sampah, sehingga para pekerja di TPST mencoba untuk mengubah mindset masyarakat terhadap sampah yang masih memiliki manfaat dan nilai ekonomis ketika diolah. Sehingga semakin lama semakin banyak yang mau menjadi nasabah sekaligus pelanggan di TPST Randu Alas pada saat itu tercatat ada sekitar 70 pelanggan. Kita juga perlu tahu bahwa bank sampah dan TPST mempunyai perbedaan yang signifikan, di mana Bank Sampah bisa melayani warga untuk membeli sampah yang masih layak untuk dijual sedangkan TPST melayani masyarakat dengan mengambil atau mengangkut sampah warga setempat dengan iuran yang ditentukan.

Permasalahan atau konflik yang terjadi di TPST Randu Alas juga beragam, mulai dari para pekerja yang bertindak sewenang-wenang kepada pelanggan ketika sedang bertugas. Hal ini mengakibatkan TPST Randu Alas menjadi sasaran kritikan dan problema oleh warga dan juga pemerintah setempat. Selain itu, bekerja di TPST juga tidak mudah, karena image tentang sampah yang berciri khas kotor serta bau. Namun TPST Randu Alas tetap bertahan karena permintaan pengurus yang bekerja.

Salah satu aspek penting dalam pengelolaan sampah di tingkat TPST adalah pemilahan sampah. Pemilahan yang baik dan efisien akan memungkinkan sampah organik dan anorganik diproses secara terpisah. Sampah organik dapat diolah menjadi kompos atau digunakan dalam pembangkit energi bio, sedangkan sampah anorganik seperti kertas, plastik, dan logam dapat didaur ulang atau diolah menjadi bahan baru. Diperlukan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya pemilahan sampah serta sistem yang jelas dan efektif untuk mendukung pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, supaya sampah-sampah yang dihasilkan bisa dipilah sesuai tempatnya sehingga pengolahan bisa berjalan dengan baik. Tidak seperti halnya yang terjadi sekarang ini, yang mana pada tanggal 24 Januari kemarin TPA ditutup karena timbunan sampah yang menumpuk akibat sampah-sampah yang tercampur tidak bisa dimusnahkan ataupun diolah. Akibatnya TPST Randu Alas melakukan upaya untuk tetap memproses sampah-sampah yang disetorkan oleh warga dengan membuat tempat pembakaran. Tobong/tempat pembakaran sampah yang dihasilkan melalui banyak eksperimen yang dilakukan oleh para pekerja sehingga terbentuklah inovasi untuk menghancurkan sampah yang tidak bisa diolah. Pemerintah juga dapat memberikan insentif atau sanksi untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pemilahan sampah.

Selain pemilahan, pengelolaan dan penanganan sampah di TPST juga perlu memperhatikan aspek pengolahan dan pengendalian bahaya. Sampah yang masuk ke TPST harus diolah dengan metode yang aman dan ramah lingkungan. Metode pengolahan yang umum meliputi kompos, pembakaran dengan energi terbarukan, dan daur ulang. TPST Randu Alas melakukan upaya pengolahan sampah organik menjadi kompos dan luar biasanya lagi menghasilkan bakteri dari buatan sendiri. Kompos yang dihasilkan menggunakan tabung dalam proses pembuatannya di mana dengan sistem anaerob yang mengeluarkan gas metan serta memerlukan 40 hari pengolahan hingga nantinya bisa menjadi media tanam. Sampah-sampah anorganik juga dipisahkan dengan sampah lainnya seperti botol dan plastik bisa didaur ulang dengan dikembalikan ke pabrik pengelola. Selain itu, sampah bioorganik seperti sisa makanan juga bisa diolah untuk dimanfaatkan menjadi berbagai jenis pakan misalnya pakan ayam dan lele dengan sistem maggot. Pemerintah dan pengelola TPST perlu melakukan investasi dalam infrastruktur yang diperlukan untuk pengolahan dan memastikan bahwa metode yang digunakan memenuhi standar keselamatan dan lingkungan. Selain itu, TPST juga harus melaksanakan pengendalian bahaya secara ketat untuk menghindari pencemaran tanah, air, dan udara.

Tantangan lain dalam manajemen pengelolaan sampah di TPST adalah dampak sosial dan ekonomi. Pengelola TPST harus memastikan adanya keberlanjutan ekonomi dalam operasional TPST. Hal ini dapat dilakukan dengan menjalankan program-recycling/recovery dan menghasilkan produk dari sampah yang memiliki nilai ekonomi. Misalnya, produksi pupuk organik dari sampah organik yang diolah di TPST atau daur ulang limbah plastik menjadi bahan baku baru. Selain itu, TPST harus melibatkan warga sekitar dalam manajemen dan pengelolaan sampah untuk menciptakan kesadaran dan tanggung jawab bersama. Hal ini dapat dilakukan melalui pelibatan masyarakat dalam program-program pengelolaan sampah yang menawarkan insentif, pelatihan, dan pendidikan.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan dalam manajemen pengelolaan sampah di TPST, kerjasama dan koordinasi antara pemerintah, instansi terkait, pengelola TPST, dan masyarakat sangat penting. TPST maupun TPA bisa berproses dengan lancar jika dikelola dengan baik dengan adanya kerjasama yang baik antara masyarakat. Pemerintah bisa memberikan peraturan pengelolaan sampah dan warga juga bisa memberikan dukungan berupa perilaku pro lingkungan, misalnya seperti mahasiswa yang memberikan inovasi teknologi untuk mengelola sampah. Teknologi-teknologi yang inovatif, seperti teknologi Pengolahan anaerobik atau sistem pembakaran tanpa emisi, dapat membantu mengatasi tantangan pengelolaan sampah. Sinergi ini akan memastikan pengelolaan sampah yang efektif, efisien, dan berkelanjutan. Diperlukan juga upaya konstan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang baik dan berpartisipasi aktif dalam pemilahan serta program recycyling/recovery.

Dalam kesimpulannya, pengelolaan sampah di tingkat TPST adalah tantangan yang kompleks dan membutuhkan pendekatan yang holistik. Pemilahan, pengolahan, dan pengendalian bahaya sampah, serta pengembangan sisi ekonomi dan sosial harus menjadi fokus utama dalam manajemen pengelolaan sampah di TPST. Dengan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah, instansi terkait, pengelola TPST, dan masyarakat, kita dapat mencapai solusi yang efektif untuk menghadapi tantangan lingkungan yang dihadapi dalam pengelolaan sampah.

0 komentar:

Posting Komentar