BELAJAR MENGOLAH SAMPAH DI TPST RANDU ALAS MERUPAKAN TINDAKAN NYATA PEDULI LINGKUNGAN
Juliani Mariati Larosa
22310410072
Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Selasa, 24 Oktober 2023 adalah hari di mana saya dan
teman-teman sekelas melakukan kunjungan ke TPST Randu Alas. Tempat Pembuangan
Sampah Terpadu (TPST) merupakan salah satu elemen penting dalam sistem
pengelolaan sampah modern. TPST berperan dalam mengumpulkan, memproses, dan
mengolah sampah secara tertib dan aman. Pengelolaan sampah merupakan sebuah
tantangan besar dalam upaya menjaga kebersihan lingkungan dan kesehatan
masyarakat. Pada tingkat yang lebih tinggi, Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) atau
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) digunakan untuk mengelola sampah secara
efisien dan bertanggung jawab. Namun, manajemen pengelolaan sampah di tingkat
TPST seringkali dihadapkan pada sejumlah permasalahan yang mempengaruhi
keefektifan dan keberlanjutan sistem tersebut. Tulisan ini akan membahas
permasalahan yang umum terkait dengan manajemen pengelolaan sampah di TPST dan
solusi untuk menghadapi tantangan lingkungan yang muncul.
TPST Randu Alas berada di jalan Kaliurang
Yogyakarta, tepatnya Candi Karang, Sardonoharjo, Kec. Ngaglik, Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasinya di belakang pasar Randu Alas.
Berdasarkan pengakuan salah satu pekerja di sana,Terbangunnya TPST Randu Alas
bermula dari permintaan warga setempat untuk disediakannya space pengolahan
sampah akibat lingkungan yang tidak tertata, sehingga pada tanggal 16 Maret
2016 terbentuklah TPST Randu Alas. Pada saat itu yang menjadi pelanggan atau
nasabah hanya terdiri dari 25 - 30 orang saja. Situasi tersebut membuat para
pekerja berusaha untuk mencari nasabah yang lebih banyak agar TPS tetap
berproses. Ternyata hal tersebut diakibatkan karena kurangnya wawasan dari
masyarakat tentang pengolahan sampah. Banyak masyarakat yang belum memiliki
wawasan terbuka mengenai pengolahan sampah, sehingga para pekerja di TPST
mencoba untuk mengubah mindset masyarakat terhadap sampah yang masih memiliki
manfaat dan nilai ekonomis ketika diolah. Sehingga semakin lama semakin banyak
yang mau menjadi nasabah sekaligus pelanggan di TPST Randu Alas pada saat itu
tercatat ada sekitar 70 pelanggan. Kita juga perlu tahu bahwa bank sampah dan
TPST mempunyai perbedaan yang signifikan, di mana Bank Sampah bisa melayani
warga untuk membeli sampah yang masih layak untuk dijual sedangkan TPST
melayani masyarakat dengan mengambil atau mengangkut sampah warga setempat
dengan iuran yang ditentukan.
Permasalahan atau konflik yang terjadi di TPST Randu
Alas juga beragam, mulai dari para pekerja yang bertindak sewenang-wenang
kepada pelanggan ketika sedang bertugas. Hal ini mengakibatkan TPST Randu Alas
menjadi sasaran kritikan dan problema oleh warga dan juga pemerintah setempat.
Selain itu, bekerja di TPST juga tidak mudah, karena image tentang sampah yang
berciri khas kotor serta bau. Namun TPST Randu Alas tetap bertahan karena permintaan
pengurus yang bekerja.
Salah satu aspek penting dalam pengelolaan sampah di
tingkat TPST adalah pemilahan sampah. Pemilahan yang baik dan efisien akan
memungkinkan sampah organik dan anorganik diproses secara terpisah. Sampah
organik dapat diolah menjadi kompos atau digunakan dalam pembangkit energi bio,
sedangkan sampah anorganik seperti kertas, plastik, dan logam dapat didaur
ulang atau diolah menjadi bahan baru. Diperlukan edukasi kepada masyarakat
mengenai pentingnya pemilahan sampah serta sistem yang jelas dan efektif untuk
mendukung pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, supaya sampah-sampah yang
dihasilkan bisa dipilah sesuai tempatnya sehingga pengolahan bisa berjalan
dengan baik. Tidak seperti halnya yang terjadi sekarang ini, yang mana pada
tanggal 24 Januari kemarin TPA ditutup karena timbunan sampah yang menumpuk
akibat sampah-sampah yang tercampur tidak bisa dimusnahkan ataupun diolah.
Akibatnya TPST Randu Alas melakukan upaya untuk tetap memproses sampah-sampah
yang disetorkan oleh warga dengan membuat tempat pembakaran. Tobong/tempat
pembakaran sampah yang dihasilkan melalui banyak eksperimen yang dilakukan oleh
para pekerja sehingga terbentuklah inovasi untuk menghancurkan sampah yang
tidak bisa diolah. Pemerintah juga dapat memberikan insentif atau sanksi untuk
mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pemilahan sampah.
Selain pemilahan, pengelolaan dan penanganan sampah
di TPST juga perlu memperhatikan aspek pengolahan dan pengendalian bahaya.
Sampah yang masuk ke TPST harus diolah dengan metode yang aman dan ramah
lingkungan. Metode pengolahan yang umum meliputi kompos, pembakaran dengan
energi terbarukan, dan daur ulang. TPST Randu Alas melakukan upaya pengolahan
sampah organik menjadi kompos dan luar biasanya lagi menghasilkan bakteri dari
buatan sendiri. Kompos yang dihasilkan menggunakan tabung dalam proses
pembuatannya di mana dengan sistem anaerob yang mengeluarkan gas metan serta
memerlukan 40 hari pengolahan hingga nantinya bisa menjadi media tanam.
Sampah-sampah anorganik juga dipisahkan dengan sampah lainnya seperti botol dan
plastik bisa didaur ulang dengan dikembalikan ke pabrik pengelola. Selain itu,
sampah bioorganik seperti sisa makanan juga bisa diolah untuk dimanfaatkan
menjadi berbagai jenis pakan misalnya pakan ayam dan lele dengan sistem maggot.
Pemerintah dan pengelola TPST perlu melakukan investasi dalam infrastruktur
yang diperlukan untuk pengolahan dan memastikan bahwa metode yang digunakan
memenuhi standar keselamatan dan lingkungan. Selain itu, TPST juga harus
melaksanakan pengendalian bahaya secara ketat untuk menghindari pencemaran
tanah, air, dan udara.
Tantangan lain dalam manajemen pengelolaan sampah di
TPST adalah dampak sosial dan ekonomi. Pengelola TPST harus memastikan adanya
keberlanjutan ekonomi dalam operasional TPST. Hal ini dapat dilakukan dengan
menjalankan program-recycling/recovery dan menghasilkan produk dari sampah yang
memiliki nilai ekonomi. Misalnya, produksi pupuk organik dari sampah organik
yang diolah di TPST atau daur ulang limbah plastik menjadi bahan baku baru.
Selain itu, TPST harus melibatkan warga sekitar dalam manajemen dan pengelolaan
sampah untuk menciptakan kesadaran dan tanggung jawab bersama. Hal ini dapat
dilakukan melalui pelibatan masyarakat dalam program-program pengelolaan sampah
yang menawarkan insentif, pelatihan, dan pendidikan.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan dalam manajemen
pengelolaan sampah di TPST, kerjasama dan koordinasi antara pemerintah,
instansi terkait, pengelola TPST, dan masyarakat sangat penting. TPST maupun
TPA bisa berproses dengan lancar jika dikelola dengan baik dengan adanya
kerjasama yang baik antara masyarakat. Pemerintah bisa memberikan peraturan
pengelolaan sampah dan warga juga bisa memberikan dukungan berupa perilaku pro
lingkungan, misalnya seperti mahasiswa yang memberikan inovasi teknologi untuk
mengelola sampah. Teknologi-teknologi yang inovatif, seperti teknologi
Pengolahan anaerobik atau sistem pembakaran tanpa emisi, dapat membantu
mengatasi tantangan pengelolaan sampah. Sinergi ini akan memastikan pengelolaan
sampah yang efektif, efisien, dan berkelanjutan. Diperlukan juga upaya konstan
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah
yang baik dan berpartisipasi aktif dalam pemilahan serta program
recycyling/recovery.
Dalam kesimpulannya, pengelolaan sampah di tingkat TPST adalah tantangan yang kompleks dan membutuhkan pendekatan yang holistik. Pemilahan, pengolahan, dan pengendalian bahaya sampah, serta pengembangan sisi ekonomi dan sosial harus menjadi fokus utama dalam manajemen pengelolaan sampah di TPST. Dengan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah, instansi terkait, pengelola TPST, dan masyarakat, kita dapat mencapai solusi yang efektif untuk menghadapi tantangan lingkungan yang dihadapi dalam pengelolaan sampah.
0 komentar:
Posting Komentar