Thadika Oudy Amaya NIM. 20310410048
Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M.A.
FAKULTAS PSIKOLOGI
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Hukum ketenagakerjaan
di Indonesia diatur di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Hukum ketenagakerjaan mengatur tentang segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah kerja. Tujuan dari
dibentuknya hukum ketenagakerjaan adalah untuk :
· Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi
2) Mewujudkan
pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan
tenaga kerja yang sesuai dengan
kebutuhan pembangunan nasional dan daerah
3) Memberikan
perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
4) Meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya
Selain itu, hukum
ketenagakerjaan juga mengatur hubungan antara tenaga kerja dengan pengusaha.
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan
pekerja/buruh. Hubungan kerja terdiri dari dua macam yaitu hubungan kerja
berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan hubungan kerja
berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Perjanjian kerja
yang dibuat tersebut dapat dilakukan secara tertulis atau lisan. Perjanjian
kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang undangan yang berlaku. Mengenai hubungan kerja tersebut
diatur di Bab IX Pasal 50-66 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Perjanjian kerja yang dibentuk antara pengusaha dan pekerja/buruh haruslah
berlandaskan dan sesuai dengan substansi dari UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan peraturan hukum lainnya yang terkait.
Di dalam menjalankan
aktivitas perusahaan, pengusaha mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak dari
setiap pekerja. Hak pekerja tersebut diantaranya yaitu hak untuk mendapatkan
perlakuan yang sama tanpa diskriminasi atas dasar apapun, hak untuk
mengembangkan kompetensi kerja, hak untuk beribadah menurut agama dan
kepercayaannya, hak untuk mendapatkan upah atau penghasilan yang sesuai dengan
harkat dan martabat manusia, hak untuk
mendapatkan perlindungan, kesejahteraan, kesehatan, dan keselamatan kerja.
Apabila pekerja merasa bahwa hak-haknya yang dilindungi dan diatur di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut merasa tidak terpenuhi dan diabaikan oleh pengusaha maka hal tersebut akan dapat menyebabkan perselisihan-perselisihan tertentu antara pengusaha dan pekerja. Jika perselisihan itu terjadi, maka peraturan hukum di Indonesia telah mengaturnya di dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Perselisihan Hubungan
Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Setiap bentuk perselisihan
tersebut memiliki cara atau prosedur tersendiri untuk menyelesaikannya baik itu
melalui perundingan bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase, atau diselesaikan
di Pengadilan Hubungan Industrial.
Hak
Karyawan Perusahaan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan
Secara singkat,
perusahaan memiliki hak yang tercantum dalam uraian Undang-Undang
Ketenagakerjaan, yakni dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Hak-hak tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
a) 1. Perusahaan
berhak atas hasil dari pekerjaan karyawan.
b) 2. Perusahaan
berhak untuk memerintah/mengatur karyawan atau tenaga kerja dengan tujuan
mencapai target.
c) 3. Perusahaan berhak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh/karyawan jika melanggar ketentuan yang telah disepakati sebelumnya.
Tiga hal di atas adalah sedikit kutipan mengenai hak yang dimiliki perusahaan atau pengusaha. Jelas, setiap poinnya memiliki penjabaran yang rinci jika dilihat pada regulasi baku yang tertulis.
Menurut Undang-Undang
Ketenagakerjaan, karyawan setidaknya memiliki beberapa hak berikut ini :
a) Menjadi
Anggota Serikat Tenaga Kerja
Setiap karyawan
diperbolehkan untuk mengembangkan potensi kerja sesuai dengan minat dan bakat.
Karyawan juga mendapatkan jaminan dari perusahaan dalam hal keselamatan,
kesehatan, moral, kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat berdasarkan norma serta nilai keagamaan dan kemanusiaan.
Hak ini tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 Pasal 104, terkait serikat pekerja dan UU Nomor 21 tahun 2000 mengenai serikat pekerja.
b) Jaminan
sosial dan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)
Karyawan berhak
mendapatkan jaminan sosial yang berisi tentang kecelakaan kerja, kematian, hari
tua hingga pemeliharaan kesehatan. Sekarang ini, implementasi hak karyawan
bidang jaminan sosial dan K3 adalah berupa BPJS.
Hak karyawan ini
tercantum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, UU Nomor 03
tahun 1992, UU Nomor 01 tahun 1970, Ketetapan Presiden Nomor 22 tahun 2993,
Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 dan Peraturan Menteri Nomor 4 tahun
1993 dan Nomor 1 tahun 2998.
c) Menerima
Upah yang Layak
Tercantum dalam Permen
Nomor 1 tahun 1999 Pasal 1 Ayat 1, UU Nomor 13 tahun 2003, PP tahun 1981,
Peraturan Menteri Nomor 01 tahun 1999 dan paling baru adalah Permenaker Nomor 1
tahun 2017.
d) Membuat
Perjanjian Kerja atau PKB
Hak karyawan atau
pekerja ini tercantum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003
dan juga Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000. Karyawan yang telah tergabung dalam
serikat pekerja memiliki hak untuk membuat Perjanjian Kerja yang dilaksanakan
berdasarkan proses musyawarah.
e) Hak
Atas Perlindungan Keputusan PHK Tidak Adil
Hak ini tercantum dalam
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE 907/Men.PHI-PPHI/X/2004. Setiap
karyawan berhak mendapat perlindungan dan bantuan dari Pemerintah melalui DInas
Tenaga Kerja bilamana mengalami PHK secara tidak adil.
f) Hak
Karyawan Perempuan seperti Libur PMS atau Cuti Hamil
Hak ini tercantum dalam
UU Nomor 13 tahun 2003 Pasal 76 Ayat 2 yang menyatakan bahwa perusahaan atau
pengusaha dilarang mempekerjakan perempuan hamil yang bisa berbahaya bagi
kandungannya dan dirinya sendiri.
Selain poin tersebut, pada Pasal 82 Ayat 2 UU Nomor 13 tahun 2003 juga menyebutkan perihal hak cuti keguguran. Selanjutnya pada UU Nomor 3 tahun 1992 mengatur tentang hak biaya persalinan yang bisa didapat oleh karyawan. Pada Pasal 83 UU Nomor 13 tahun 2003 juga masih membicarakan mengenai hak karyawan perempuan yakni terkait hak menyusui. Terakhir adalah hak cuti menstruasi yang diatur dalam Pasal 81 UU Nomor 13 tahun 2003.
g) Pembatasan
Waktu Kerja, Istirahat, Cuti dan Libur
Dalam UU
Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 Pasal 79. Perusahaan wajib memberi waktu
istirahat dan cuti pada setiap karyawan.
Maka dari itu untuk
menyelaraskan kesepakatan pihak perusahaan dengan karyawan sebagai seorang HRD dengan
mengetahui hak setiap pihak, tentu bisa menentukan langkah strategis dan
pengambilan keputusan yang melibatkan perusahaan dan karyawan di dalamnya.
Seperti misalnya dalam pengaturan pemberian hak cuti dan libur, bisa
merundingkan serta mendiskusikan hak karyawan berkenaan dengan cuti dan libur.
Daftar Pustaka:
htthttps://www.gadjian.com/guide/uu-ketenagakerjaanps://kemenperin.go.id/kompetensi/UU_13_2003.pdf
0 komentar:
Posting Komentar