Rahayu (20310410061)
Dosen Pembimbing : Dr. Arundati
Shinta, M. A
Psikologi Sosial 1
Fakultas Psikologi Universitas
Proklamasi 45
Yogyakarta
Manusia
dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa
melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat
dorongan untuk saling berhubungan (berinteraksi) dengan orang lain dan hidup
berkelompok (Elly M Setiadi & Ridwan Effendi, 2009:79). Oleh sebab itu di dalam
hubungan antara manusia dengan manusia yang berbeda terkadang seorang individu
mencari keserasian dalam berbagai hal, seperti kesamaan ideologi, adat kebiasaan,
bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).
Solidaritas
secara bahasa diartikan kebersamaan, kekompakan, kesetiakawanan, empati, simpati,
tenggang hati, dan tenggang rasa (Depdiknas, 2009: 551). Solidaritas sosial
merupakan tema utama yang dibicarakan oleh Durkheim sebagai sumber moral untuk
membentuk tatanan sosial di tengah masyarakat. Durkheim menyatakan bahwa asal
usul otoritas moralitas harus ditelusuri sampai pada sesuatu yang agak
samar-samar yang ia sebut "masyarakat".
Jakarta
memang unik karena tidak bisa sekedar mewakili etnis penduduk aslinya, yaitu Betawi,
tetapi juga menjadi rumah bagi berbagai manusia, suku, budaya, dan etnis lain
yang datang, hidup, dan berkembang di dalamnya. Meskipun Di tengah kemacetan
dan hiruk pikuknya, ibukota menyimpan sebuah budaya yang menarik untuk siapapun
yang menyukai sejarah.
Betawi
adalah sebuah etnik dengan jumlah penduduk yang mendominasi Jakarta. Orang Betawi
telah ada jauh sebelum Jan Pieterzoon Coen membakar Jayakarta pada tahun 1619
dan mendirikan di atas reruntuhan tersebut sebuah kota bernama Batavia.
Artinya, jauh sebelum menjadi ibu kota negara, sekelompok besar orang telah
mendiami kota Jakarta. Bahkan, menurut sejarahwan Sagiman MD, penduduk Betawi
telah mendiami Jakarta sekitar sejak zaman batu baru atau Neoliticum, yaitu
1500 SM. Dari masa ke masa, masyarakat Betawi terus berkembang dengan ciri budaya
yang makin lama semakin mantap sehingga mudah dibedakan dengan kelompok etnis
lain.
Berdasarkan
ciri kebudayaan, etnik Betawi dibagi mejadi dua, yaitu Betawi Tengah (Betawi Kota)
dan Betawi Pinggiran, yang pada masa pemerintahan Hindia Belanda disebut Betawi
Ora. Betawi Tengah/Kota menetap di bagian kota Jakarta yang dahulu dinamakan
keresidenan Batavia (Jakarta Pusat - urban), mendapat pengaruh kuat kebudayaan
Melayu (Islam). Betawi Tengah menganut gaya hidup tempo lama, misalnya perayaan
upacara perkawinan, khitanan, tradisi lebaran, dan memegang teguh agama serta
adat istiadat (mengaji). Orang Betawi yang tinggal di Jakarta Pusat mengalami
tingkat arus urbanisasi dan modernisasi dalam skala paling tinggi, juga
mengalami tingkat kawin campuran paling tinggi. Dalam bidang kesenian, mereka menikmati
keroncong Tugu, musik Gambus, Qasidah, orkes Rebana, dan menggemari cerita
bernafaskan Islam seperti cerita Seribu Satu Malam. Mereka memiliki dialek yang
disebut dialek Betawi Kota, bervokal akhiran e pada beberapa kata yang dalam
bahasa Indonesia berupa a atau ah, misalnya: kenapa menjadi kenape.
Referensi
Hasbullah,
REWANG: Kearifan Lokal dalam Membangun
Solidaritas dan Integrasi Sosial Masyarakat di Desa Bukit Batu Kabupaten Bengkalis, Jurnal
Sosial Budaya Vol. 9 No. 2 Juli-Desember 2012. https://media.neliti.com/media/publications/164769-ID-rewang-kearifan-lokal-dalam-membangun-so.pdf
diakses pada tanggal 02 Mei 2021 pukul 12:16
Mita Purbasari, INDAHNYA BETAWI, HUMANIORA Vol.1 No.1 April 2010: 1-10. https://media.neliti.com/media/publications/166886-ID-indahnya-betawi.pdf diakses pada tanggal 02 Mei 2021 pukul 12:12
Tulisan
ini adalah narasi untuk lomba memotret bertemakan “Street Photography” yang
diselenggarakan oleh Kelas Pagi Jakarta bersama @andrydilindra dan
@photowalkramean berkolaborasi dengan @xiaomi.indonesia. Periode lomba
berlangsung pada tanggal 1 April – 1 Mei 2021
0 komentar:
Posting Komentar