Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Jumat, 04 Juni 2021

Analisis Fenomena Remaja dan Pornografi dengan Teori Reaktansi Jack Bhrem

 

Analisis Fenomena Remaja dan Pornografi dengan Teori Reaktansi Jack Bhrem

Oleh :

Shafadita Putri Trisdianty ( 20310410042 )

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu: Dr. Arundhati Shinta, MA.

Teori reaktansi psikologis milik Jack Bhrem ini secara luas menjelaskan bagaimana seseorang akan merespon ketika kebebasannya terancam atau hilang. Reaktansi didefinisikan sebagai “keadaan yang memotivasi (seseorang) pada pemosisian kembali ketika terancam atau kebebasan(nya) direnggut” (Brehm, 1966). Secara sederhana, teori ini juga sering disebut dengan reserve psychology, dimana larangan yang diberikan malah membuat individu atau kelompok jadi semakin penasaran dan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam kasus pornografi, atau khususnya pada orangtua yang mewanti-wanti anaknya untuk tidak menonton film porno, ada kebebasan yang ‘terenggut’ dari individu tersebut, yang kemudian didukung dengan akses informasi di zaman sekarang; menjadikannya melakukan aksi ‘melanggar’ ini secara sembunyi-sembunyi secara sendiri atau bersama teman-temannya. Hal ini bisa dianalogikan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh  Sukoco dan Prasetya (2013) mengenai sikap dan niat membeli musik bajakan. Seperti halnya pornografi, pembelian musik bajakan dapat dijelaskan dengan teori reaktansi yang sama—disaat kondisi pasar dipersepsikan membatasi keinginan mereka untuk menggunakan produk yang orijinal. ‘Pembatasan’ atau ‘larangan’ baik secara tertulis maupun tidak yang menjadi kunci dari mengapa hal ini membuat seseorang memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk melakukan kegiatan yang harusnya tidak dilakukan tersebut.

Perilaku menonton porno dicegah karena menurut beberapa penelitian yang sudah dilakukan akan menyebabkan ketagihan juga mempengaruhi kesehatan mental, dalam konteks bisa mendorong individu untuk semakin penasaran dan berfantasi di tempat umum setelah melihat fisik seseorang. Masalah mulai muncul ketika hal itu direalisasikan menjadi pelecehan seksual, yang kerapkali kita temukan kasusnya diantara remaja. (Donald, dkk (2004) dalam Mulya et. al (2012)) Menurut Imawati dan Sari (2018) juga, kecanduan pornografi pada remaja memberikan sumbangan besar untuk menghancurkan masa depan mereka.

Lalu bagaimana caranya untuk meminimalisir efek reaktansi psikologis ini? Jack Brehm (1972) secara lebih lanjut menjelaskan bahwa hambatan yang ada akan meningkatkan daya tarik dan motivasi dalam pengkonsumsian sebuah ‘produk’, namun sebatas pada titik di mana hambatan tersebut tidak dapat diatasi. Maka alih-alih mencari batas dari larangan atau pembatasan tersebut, sebagai mahassiwa psikologi saya menyarankan agar sebaiknya hal ini mulai dialihkan menjadi hal-hal yang berbau positif. Perlu dilakukan edukasi sejak dini yang bisa menjelaskan akan mengapa menonton porno tidak boleh dilakukan dan lebih mendorong remaja untuk mengalihkan energi yang dimiliki pada kegiatan lain. Salah satu kegiatan yang efeknya sama saja seperti menonton porno (dalam artian mendapatkan dopamine) adalah menonton konser musik atau berolahraga. Masih banyak cara yang dapat dilakukan untuk tidak terlibat atau terjebak dalam lingkaran kecanduan pornografi ini.

Sebagai seorang mahasiswi psikologi, keseharian saya berhadapan dengan pengkajian bahwa manusia berasal dari jiwanya, yang artinya kita mengorek isi dari jiwa manusia yang tentunya tiap orang berbeda-beda. Baik itu bentuk emosi, kepribadian, sosial, mental, dan sebagainya. Hal ini dapat membantu dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam berhadapan dengan orang lain. Jika saya menemukan remaja tetangga yang melakukan aksi menonton pornografi, hal yang akan saya lakukan adalah mencoba bicara dari hati ke hati dengan yang bersangkutan bahwa perilaku yang dilakukannya adalah hal yang tidak bijaksana. Sebagaimana ilmu psikologi sudah membantu saya, maka pengetahuan yang saya dapatkan akan saya gunakan untuk membantu orang lain juga. Hal ini akan membuat saya terdorong untuk terus bertukar pendapat dengan orang lain, terutama dalam kasus ini adalah yang melakukan perilaku menonton pornografi, dan pelan-pelan mencoba memberikan pengertian bahwa hal tersebut sebenarnya tidak baik, dan waktu dan tenaga remaja tersebut bisa dialihkan dengan kegiatan lain yang lebih bermanfaat. Saya akan merasa bertanggung jawab untuk secara aktif dan progresif membantu mengarahkan remaja tersebut untuk melakukan hal-hal yang lebih positif dan membagi ilmu yang saya miliki, sebagai calon praktisi di bidang psikologi.

DAFTAR PUSTAKA                                                

Brehm, Jack W. (1966). A Theory of Psychological Reactance. New York: Academic Press.

Brehm, Jack W. (1972). Responses to Loss of Freedom: A Theory of Psychological Reactance. Morristown, NJ: General Learning Press.

Sukoco, Badri Munir, Prasetya, Aditya Yuli. (2013). Pengaruh Harga, Ketersediaan, dan Lingkungan Sosial pada Sikap dan Niat Membeli Musik Bajakan. Manajemen Usahawan Indonesia, 42(4), 285-299.

Mulya, Haryani R., Mudjiran, Yarmis, Syukur. (2012). DAMPAK PORNOGRAFI TERHADAP PERILAKU SISWA DAN UPAYA GURU PEMBIMBING UNTUK MENGATASINYA. KONSELOR : Jurnal Ilmiah Konseling, 1(1), 1-8.

Imawati, Diana, Sari, Meyritha T. (2018). STUDI KASUS KECANDUAN PORNOGRAFI PADA REMAJA. Motiva : Jurnal Psikolog, 1(2), 56-62.


Minggu, 16 Mei 2021

TRADISI TAHUNAN PASAR RAMADHAN 
DI KAMPOENG RAMADHAN JOGOKARIYAN (KRJ)




Tradisi Tahunan Ramadhan di kampung Ramadhan Jogokariyan

Siti Harnisa Taonu/20310410016

Mata Kuliah : Psikologi Sosial I

Fakultas Psikologi Universsitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu : Dr. Arundhati Shinta M.A




Sudah memasuki tahun kedua kita memasuki bulan ramadhan perdampingan dengan adanya Pandemi Covid-19. Adanya Covid-19 membuat beberapa kegiatan Ramadhan berhenti, seperti tahun lalu saat ditiadakan event tahunan pasar sore Ramadhan salah satunya di Kampoeng Ramadhan Jogokariyan.
Ramadhan tahun lalu memang sepi karena banyak kegiatan yang dibatasi oleh pemerintah. Bulan ramadhan rasanya tak lengkap jika tanpa adanya pasar sore ramadhan karena event tersebut sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Yogyakarta. Namun, pada tahun ini karen keadaan berangsung membaik Kampoeng Ramadhan Jogokariyan kembali digelar untuk mengobati rindu masyarakat. Pemerintah daerah mengizinkan adanya pasar sore Ramadhan Kampoeng Ramadhan Jogokariyan ( KRJ) dengan tetap menerapkan protokol kesehatan, seperti wajib memakai masker, menyediakan handsanitizer/tempat cuci tangan di beberapa titik dan jaga jarak.

Kampoeng Ramadhan Jogokariyan atau yang biasa disebut KRJ pada tahun ini kembali di gelar. Hal ini menjadi daya tarik bagi masyarakat yang sudah lama menanti adanya Kampoeng Ramadhan Jogokariyan. Tidak Hanya masyarakat/ pembeli saja yang ingin segera menikmati berbagai makanan dan minuman yang antusias karena dengan adanya pasar sore Ramadhan KRJ, namun masyarakat sekitar atau pemjual tidak kalah antusiasnya, karena dengan adanya pasar sore ramadhan KRJ dapat neningkatkan perekonomian masyarakat sekitar mulai dari penjual hingga tukang parkir. 

Ramadhan Jogokariyan yang beralokasi di Jalan Matrijeron, Kota Yogyakarta. Lokasi yang tidak jauh dari pusat Jogja juga menjadi salah satu alasan banyaknya masyarakat yang datang ke Kampoeng Ramadhan Yogyakarta. Sebelum memasuki Kampoeng Ramadhan Jogokariyan (KRJ) kita harus memarkirkan kendaraan terlebih dahulu. Parkir di wilayah Kampoeng Ramadhan Jogokariyan dikelola oleh masyarakat sekitar dan untuk biaya parkiran hanya Rp.2000.

Referensi : 

https://regional.kompas.com/read/2021/04/13/182323878/pasar-sore-kampung-ramadhan-jogokariyan-kembali-digelar-pedagang-diwajibkan

https://www-kompasiana-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.kompasiana.com/amp/aidita07532/607f9576d541df6c016e8462/tradisi-tahunan-pasar-ramadhan-di-kampoeng-ramadhan-jogokariyan?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQHKAFQArABIA%3D%3D#aoh=16211368786598&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fwww.kompasiana.com%2Faidita07532%2F607f9576d541df6c016e8462%2Ftradisi-tahunan-pasar-ramadhan-di-kampoeng-ramadhan-jogokariyan


Tulisan ini adalah narasi untuk lomba memotret bertemakan "Street Photography" yang diselenggarakan oleh Kelas Pagi Jakarta bersama @andrydilindra dan @photowalkramean berkolaborasi dengan @xiaomi.indonesia. Periode lomba berlangsung pada tanggal 1 April - 1 Mei 2021.









Senin, 10 Mei 2021

INTERAKSI SOSIAL DI PASAR RAMADHAN PADA MASA PANDEMI COVID-19

 

INTERAKSI SOSIAL DI PASAR RAMADHAN PADA MASA PANDEMI COVID-19

Dwi Ratri Octavianita (20310410002)

Mata Kuliah: Psikologi Sosial I

Fakultas Psikologi Universitas 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu: Dr. Arundhati Shinta, M.A 

            Dalam melakukan barter, dipilihlah sebuah tempat yang disepakati bersama dan berangsur-angsur tempat tersebut berubah menjadi pasar. Kegiatan yang dilakukan di pasar pun tidak hanya sekedar barter namun sudah berupa kegiatan jual beli dengan menggunakan alat pembayaran berupa uang (Damsar, 2002). Fenomena Pasar Ramadhan sepertinya bukan lagi hal yang asing bagi kita. Hal ini menjadi salah satu keunikan yang selalu menghiasi bulan Ramadhan di Indonesia. Pasar Ramadhan banyak ditemui di mana saja, tempatnya pun tidak harus di pasar pada umumnya. Bisa di pinggir jalan, sepanjang trotoar, atau di sebuah tanah lapang yang memungkinkan untuk menggelar dagangan di situ. Jika di perkampungan, para pedagang banyak bermunculan di setiap sudut simpang yang ramai dilintasi kendaraan.

            Adanya hubungan antara penjual dan pembeli membentuk sebuah interaksi sosial. Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok (Effendy, 2007). Interaksi sosial merupakan bentuk umum dari proses sosial, sedangkan bentuk khususnya adalah aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara perorangan dengan kelompok manusia (Soekanto, 2002).

            Interaksi sosial di masa pandemi seperti ini memang membuat pola interaksi sosial di masyarakat terutama pada bulan Ramadhan ini menjadi berbeda. Seperti yang terlihat pada foto yang saya ambil di sebuah desa yaitu Pasar Ramadhan Desa Salam. Pasar tersebut merupakan Pasar Ramadhan yang berada di Desa Salam, Kapanewon Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagaimana interaksi sosial di pasar ramadhan pada masa pandemi covid-19?

            Pandemi Covid 19 (Corona Virus Disease 19) merupakan konflik yang sudah setahun ini dihadapi oleh masyarakat di seluruh belahan dunia. Coronavirus (Covid 19) adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan sampai pada akhirnya dapat mematikan banyak manusia. Akibat dari konflik ini, interaksi sosial di masyarakat pun menjadi berubah. Wujud konkretnya adalah aturan, norma, adat istiadat yang mengatur kebutuhan manusia. Pada bulan Ramadhan ini juga terasa perbedaan dalam interaksi sosial, seperti yang dapat dilihat pada foto tersebut bahwa kini untuk berburu takjil saja harus memperhatikan jarak kita dengan penjual atau pembeli lain, serta aturan menggunakan masker membuat kita menjadi sulit untuk dapat berinteraksi dengan orang lain. Biasanya kita berkomunikasi dengan menatap wajah tanpa adanya penghalang namun kini kita menjadi sulit untuk dapat memperhatikan ekspresi dan mimik wajah lawan bicara kita. Kemudian untuk saling menegur sapa pun kita harus menjaga jarak minimal satu meter.  

           

 

 

 

Referensi:

Damsar. (2002). Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Effendy, Onong Uchjana. (2007). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Soekanto, S. (2002). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.

 

 

Tulisan ini adalah narasi untuk lomba memotret bertemakan "Damai Ramadhan" yang diselenggarakan oleh @denkapratamaid yang berkolaborasi dengan @gudangdigital.indonesia, @feiyutechindonesia, @mirfak.id, dan @ttartisan.id. Periode lomba berlangsung pada tanggal 17 April - 17 Mei 2021.


 



Minggu, 02 Mei 2021

SOLIDARITAS MASYARAKAT JAKARTA DI TENGAH HIRUK PIKUK KOTA METROPOLITAN

Rahayu (20310410061)

Dosen Pembimbing : Dr. Arundati Shinta, M. A

Psikologi Sosial 1

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta



Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat dorongan untuk saling berhubungan (berinteraksi) dengan orang lain dan hidup berkelompok (Elly M Setiadi & Ridwan Effendi, 2009:79). Oleh sebab itu di dalam hubungan antara manusia dengan manusia yang berbeda terkadang seorang individu mencari keserasian dalam berbagai hal, seperti kesamaan ideologi, adat kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

Solidaritas secara bahasa diartikan kebersamaan, kekompakan, kesetiakawanan, empati, simpati, tenggang hati, dan tenggang rasa (Depdiknas, 2009: 551). Solidaritas sosial merupakan tema utama yang dibicarakan oleh Durkheim sebagai sumber moral untuk membentuk tatanan sosial di tengah masyarakat. Durkheim menyatakan bahwa asal usul otoritas moralitas harus ditelusuri sampai pada sesuatu yang agak samar-samar yang ia sebut "masyarakat".

Jakarta memang unik karena tidak bisa sekedar mewakili etnis penduduk aslinya, yaitu Betawi, tetapi juga menjadi rumah bagi berbagai manusia, suku, budaya, dan etnis lain yang datang, hidup, dan berkembang di dalamnya. Meskipun Di tengah kemacetan dan hiruk pikuknya, ibukota menyimpan sebuah budaya yang menarik untuk siapapun yang menyukai sejarah.

Betawi adalah sebuah etnik dengan jumlah penduduk yang mendominasi Jakarta. Orang Betawi telah ada jauh sebelum Jan Pieterzoon Coen membakar Jayakarta pada tahun 1619 dan mendirikan di atas reruntuhan tersebut sebuah kota bernama Batavia. Artinya, jauh sebelum menjadi ibu kota negara, sekelompok besar orang telah mendiami kota Jakarta. Bahkan, menurut sejarahwan Sagiman MD, penduduk Betawi telah mendiami Jakarta sekitar sejak zaman batu baru atau Neoliticum, yaitu 1500 SM. Dari masa ke masa, masyarakat Betawi terus berkembang dengan ciri budaya yang makin lama semakin mantap sehingga mudah dibedakan dengan kelompok etnis lain.

Berdasarkan ciri kebudayaan, etnik Betawi dibagi mejadi dua, yaitu Betawi Tengah (Betawi Kota) dan Betawi Pinggiran, yang pada masa pemerintahan Hindia Belanda disebut Betawi Ora. Betawi Tengah/Kota menetap di bagian kota Jakarta yang dahulu dinamakan keresidenan Batavia (Jakarta Pusat - urban), mendapat pengaruh kuat kebudayaan Melayu (Islam). Betawi Tengah menganut gaya hidup tempo lama, misalnya perayaan upacara perkawinan, khitanan, tradisi lebaran, dan memegang teguh agama serta adat istiadat (mengaji). Orang Betawi yang tinggal di Jakarta Pusat mengalami tingkat arus urbanisasi dan modernisasi dalam skala paling tinggi, juga mengalami tingkat kawin campuran paling tinggi. Dalam bidang kesenian, mereka menikmati keroncong Tugu, musik Gambus, Qasidah, orkes Rebana, dan menggemari cerita bernafaskan Islam seperti cerita Seribu Satu Malam. Mereka memiliki dialek yang disebut dialek Betawi Kota, bervokal akhiran e pada beberapa kata yang dalam bahasa Indonesia berupa a atau ah, misalnya: kenapa menjadi kenape.


Referensi

Hasbullah, REWANG: Kearifan Lokal dalam Membangun Solidaritas dan Integrasi Sosial Masyarakat  di Desa Bukit Batu Kabupaten Bengkalis, Jurnal Sosial Budaya Vol. 9 No. 2 Juli-Desember 2012. https://media.neliti.com/media/publications/164769-ID-rewang-kearifan-lokal-dalam-membangun-so.pdf diakses pada tanggal 02 Mei 2021 pukul 12:16  

Mita Purbasari, INDAHNYA BETAWI, HUMANIORA Vol.1  No.1 April 2010: 1-10.  https://media.neliti.com/media/publications/166886-ID-indahnya-betawi.pdf diakses pada tanggal 02 Mei 2021 pukul 12:12 


Tulisan ini adalah narasi untuk lomba memotret bertemakan “Street Photography” yang diselenggarakan oleh Kelas Pagi Jakarta bersama @andrydilindra dan @photowalkramean berkolaborasi dengan @xiaomi.indonesia. Periode lomba berlangsung pada tanggal 1 April – 1 Mei 2021







Sabtu, 01 Mei 2021

Kedekatan Sosial Nenek dengan Cucu

Kedekatan Sosial Nenek dengan Cucu

(Semester Genap 2020/2021)

 

Rifa Rufianti (20310410053)

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M.A

 


Kelahiran seorang anak dalam keluarga, menyebabkan adanya kakek-nenek, dan terbentuklah hubungan di dalam keluarga dan lintas generasi. Menjadi kakek-nenek merupakan suatu harapan yang dinantikan, terdapat fase 'ritus peralihan' pada usia dewasa, dimana jika individu berumur panjang, maka ia bisa menjadi kakek-nenek selama kurang lebih sepertiga dari masa hidupnya (Rosenbaum, 2016). Meskipun cukup banyak penelitian yang meng-eksplorasi pengalaman kakek-nenek dalam membesarkan cucu (Downie, Hay, Horner, Wichmann, & Hislop, 2010; Dunne & Kettler, 2007), tetapi ada pula cucu yang selama hidupnya tidak pernah memperoleh sentuhan kehangatan kasih sayang dari kakek dan neneknya.

Kakek-nenek menjadi sumber pendukung pengasuhan cucu yang semakin penting, meskipun merawat cucu mungkin memiliki konsekuensi kesehatan yang negatif bagi kakek-nenek (Di Gessa, Glaser, & Tinker, 2016). Hal ini disebabkan karena energi dan rasa ingin tahu seorang anak sangat besar. Pada umumnya cucu akan lebih manja dengan kakek dan neneknya. Begitupula kakek dan neneknya, mereka akan lebih sayang kepada cucunya daripada anaknya.

Keberadaan kakek-nenek dapat bervariasi baik di dalam maupun di luar keluarga, sebagai fungsi dari keadaan sosial, historis, keluarga, dan individu yang unik. Kualitas hubungan dengan cucu-cucu menjadi paling berpengaruh dan berhubungan secara positif dengan kepentingan peran kakek-nenek yang dirasakan (Mahne, & Klingebiel, 2012). Dalam menikmati peran sebagai kakek-nenek, orang dewasa madya melihat tahap kehidupan di kemudian hari ini sebagai kesempatan untuk mencapai kehidupan pribadi dan impian pensiun yang mungkin mereka tunda karena komitmen keluarga dan pekerjaan. Hasil suatu riset diantaranya menyebutkan bahwa menjadi sehat di usia tua, dan menikmati hari-hari dengan tetap bermanfaat adalah impian setiap lansia, daripada mengalami demensia dan mem-bebani orang-orang di sekitarnya (Gitlin, Winter, Dennis, Hodgson, & Hauck, 2010).

 

Daftar Pustaka

 

Di Gessa, G., Glaser, K., & Tinker, A. (2016). The impact of caring for grandchildren on the health of grandparents in Europe: A lifecourse approach. Social Science & Medicine, 152, 166-175. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2016.01.041

 

Downie, J. M., Hay, D. A., Horner, B. J., Wichmann, H., & Hislop, A. L. (2010). Children living with their grandparents: Resilience and wellbeing. International Journal of Social Welfare, 19(1), 8−22. DOI: 10.1111/j.1468-2397.2009.00654.x

 

Gitlin, L. N., Winter, L., Dennis, M. P., Hodgson, N., & Hauck, W. W. (2010) A biobehavioral home-based intervention and the well-being of patients with dementia and their caregivers: The COPE randomized trial. JAMA, 304(9), 983–991.

 

Mahne, K., & Klingebiel, A. M. (2012). The importance of the grandparent role—A class specific phenomenon? Evidence from Germany. Advances in Life Course Research, 17(3), 145-155. https://doi.org/10.1016/j.alcr.2012.06.001

 

Rosenbaum, P. (2016). Developmental disability: Shouldn't grandparents have a place at the table? Developmental Medicine and Child Neurology, 58(6), 528. http://dx.doi.org/10.1111/dmcn.13125

 

 

Tulisan ini adalah narasi untuk lomba memotret bertemakan "Street Photography" yang diselenggarakan oleh Kelas Pagi Jakarta bersama @andrydilindra dan @photowalkramean berkolaborasi dengan @xiaomi.indonesia. Periode lomba berlangsung pada tanggal 1 April - 1 Mei 2021.