GANGGUAN SOMATISASI
Ana Istiqomah
163104101126
Mata Kuliah Psikologi Abnormal
Gangguan somatoform (somatoform disorder)
adalah suatu
kelompok gangguan yang
ditandai oleh keluhan tentang masalah atau simtom fisik yang tidak dapat
dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik (Nevid, dkk, 2005). Orang-orang yang
mengidap gangguan somatoform memiliki riwayat keluhan-keluhan yang berkenaan
dengan kesehatan fisik mereka, namun menunjukkan sedikit atau bahkan tidak ada
sama sekali dari keluhan-keluhan itu benar-benar mereka alami seperti yang
mereka pikirkan. Gejala dan
keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional, gangguan pada kemampuan untuk berfungsi di dalam
peranan sosial atau pekerjaan. Gangguan somatoform ini
tidak disebabkan oleh kepura-puraan yang disadari atau gangguan buatan.
Dalam gangguan ini faktor psikologis merupakan suatu penyumbang terbesar untuk
onset, keparahan dan durasi gejala.
Gangguan somatoform memiliki beberapa
variasi, salah satunya adalah gangguan somatisasi.
Gangguan somatisasi ditandai dengan
adanya keluhan-keluhan berupa gejala fisik yang bermacam-macam dan hampir
mengenai semua sistem tubuh. Keluhan ini biasanya sudah berulang-ulang akan
tetapi di tempat-tempat yang berbeda. Pengidap biasanya telah banyak
berganti-ganti dokter (doctor shopping).
Keluhan yang paling
sering biasanya ialah yang berhubungan dengan sistem gastrointestinal (perasaan
sakit, kembung, mual dan muntah) dan keluhan pada kulit seperti rasa gatal,
kesemutan, terbakar dan pedih. Individu juga sering mengeluh sakit di berbagai
organ atau sistem tubuh, seperti sakit kepala, punggung, persendian, dada atau
nyeri saat berhubungan badan. Terkadang individu juga mengeluhkan mengenai
disfungsi seksual dan gangguan haid.
Untuk
memenuhi kriteria diagnostik, individu harus mengalami keempat gejala
berikut, yakni empat simtom
rasa sakit di bagian yang berbeda (kepala, punggung, sendi);
dua simptom gastrointestinal
(diare, mual); satu
simptom seksual selain rasa sakit (tidak berminat pada hubungan seksual,
disfungsi erektil); dan satu simptom pseudineurologis (seperti yang terjadi
dalam gangguan konversi).
Gejala-gejala (simtom) tersebut yang lebih pervasif dibanding keluhan
hipokondriasis, biasanya menyebabkan hendaya, terutama dalam pekerjaan. Dalam
DSM-IV-TR tercatat
bahwa, simptom-simptom spesifik gangguan ini dapat bervariasi antarbudaya.
Sebagai contoh, tangan
terbakar atau sperti ada semut yang berjalan di bawah lutut, hal ini sering
terjadi di Asia dan Afrika dibanding di Amerika Utara. Terlebih lagi gangguan
tersebut dinilai sering terjadi pada budaya yang tidak mendorong ekspresi emosi
secara terbuka. Gangguan
somatisasi ini biasanya dimulai pada awal masa dewasa (Cloninger et
al., 1986). Ada dua jenis proses somatisasi, yang pertama yaitu proses
somatisasi yang bersumber dari ketidakmampuan individu mengenali reaksi
perasaan disforik serta hubungannya dengan stresor dan reaksi fisiologis yang
menyertainya; kedua, proses somatisasi sebagai mekanisme pertahanan diri yaitu
berupa upaya disadari menggunakan keluhan atau sakit fisik untuk mendapatkan
bantuan dan simpati dari lingkungannya serta kontrol terhadap lingkungan.
Contoh kasus, X seorang pegawai yang berusia 30 tahun. Sudah
satu tahun lebih ia merasakan keluhan penyakit yang sering berpindah-pindah.
Dari yang pegal-pegal, badan tidak enak, nyeri tulang belakang, mual, muntah
serta keluar keringat dingin. X juga merasa sering sesak napas. Si X ini sudah
pernah pemeriksaan ke dokter khusus penyakit dalam dan sudah melakukan serangkaian
tes, akan tetapi hasilnya berada pada batas normal. Si X merasa tidak percaya
pada hasil tersebut, ia kemudian pindah dan berobat pada dokter lain karena ia
percaya bahwa ada yang salah dengan tubuhnya. Akan tetapi hasil yang ia dapat
tetap sama, bahwa semua berada pada batas normalnya. Kemudian ia disarankan
oleh temannya untuk datang ke psikiater atau psikolog, temannya berpikir
mungkin saja ada masalah psikis yang melatarbelakangi keluhan-keluhannya
tersebut. Akan tetapi dengan keras X menolak, karena ia merasa kehidupannya
baik-baik saja. Bila ada masalah pun X lebih suka memendamnya sendiri tanpa mau
menceritakan masalahnya pada istrinya.
Jadi, gangguan somatisasi ini merupakan gangguan yang timbul
akibat adanya suatu tekanan psikis, yang kemudian disupresikan dan timbul dalam
wujud yang berbeda, yaitu sakit fisik. Meski demikian, sakit yang individu
tersebut rasakan tidak dapat dijelaskan secara medis dengan penjelasan yang
kuat. Akan tetapi si pengidap memiliki keyakinan bahwa ia memanglah sakit.
Somatisasi dapat timbul karena stress, kecemasan yang
berlebihan, maupun sebagai mekanisme pertahanan diri. Gejala-gejala spesifik
yang timbul dari gangguan ini juga dipengaruhi oleh faktor budaya. Gangguan ini
dapat dikurangi dengan terapi, salah satunya terapi kognitif.
Referensi
Boeree, C. George. 2013. General Psychology: Psikologi
Kepribadian, Persepsi, Kognisi, Emosi dan Perilaku. Yogyakarta: Prismasophie.
Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., dkk. 2003. Psikologi Abnormal Edisi Ke lima/Jilid I,
Terj. Abnormal Psychology in a
Changing World/Fifth Edition. Jakarta: Erlangga.
Susana, Tjipto. (2010). Proses Somatisasi Dan Strategi
Koping Pada Individu Alosentris (Somatization Process And Coping Strategies In
Allocentric Individual). Jurnal Psikologi Indonesia, 7(1), 29-49. http://download.portalgaruda.org/
Syarif, D.F. Tryani. (2013). Hubungan Antara Stres
Dengan Kecenderungan Somatisasi Pada
Mahasiswi Semester Akhir Prodi Farmasi
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. Pedagogik Jurnal Pendidikan, 8(2),
72 – 86.
0 komentar:
Posting Komentar