Gangguan
Depresi Mayor
Nama
: Meissy Bella Sari
Nim
: 163104101143
Psikologi
Abnormal
Diagnosis
dari gangguan depressive mayor (major depressive disorder) didasarkan pada
munculnua satu atau lebih episode mayor tanpa adanya riwayat episode manik atau
hipomanik. Dalam episode depresi mayor, orang tersebut mengalami salah satu di
antara mood depresi (merasa sedih, putus asa, atau “terpuruk”) atau kehilangan
rasa senang dalam semua atau nerbagai aktivitas untuk periode waktu paling
sedikit 2 minggu (APA,2000).
Sintom-sintom
diagnostik dari episode depresi mayor adalah, mood atu depresi hampir sepanjang
hari atau setiap hari, penurunan kesenangan atau minat secara drastic dalam
semua aau hampir aktivitas, penurunan atau penambahan berat badan yang
signifikan (penolakan atau peningkatan nafsu makan), mengalami insomnia, agitasi
yang berlebihan atau melambatnya respon gerakan, perasaan lelah, perasaan tidak
berharga, berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi, munculnya pikiran untuk
bunuh diri.
Gangguan
depresi mayor adalah tipe yang paling umum dari gangguan mood yang dapat
didiagnosis, dengan perkiraan prevalensi semasa hidup berkisar antara 10%
hingga 25% untuk wanita dan 5% hingga 12% untuk pria (APA,200). Depresi mayor
khususnya pada episode yang lebih parah dapat disertai dengan ciri psikosis,
seperti delusi bahwa tubuhnya digerogoti penyakit (Drus dkk, 1996). Orang dengan
depresi berat juga dapat mengalami halusinasi seperti “mendengar” suara-suara
orang lain, atau iblis, yang mengutuk mereka atas kesalahan yang dipersepsikan.
Contoh
kasus gangguan depresi mayor, seorang pegawai administrasi perempuan, berusia
38 tahun, telah menderita depresi singkat yang muncul berulang kali sejak ia
berusia 13 tahun. Terakhir ia merasa terganggu oleh serangan menangis di tempat
kerjanya, terkadang muncul secara sangat tiba-tiba sehingga ia tidak punya
cukup waktu untuk lari ke toilet wanita demi menyembunyikan tangisannya dari
orang lain, ia mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi saat bekerja dan merasa
kurang mendapat kepuasaan dari pekerjaan yang sebelumnya sangat ia nikmati. Ia menyimpan
perasaan pesimistis dan rasa marah yang parah, yang akhir-akhir ini telah
menjadikan semakin parah karena berat badannya bertambah dan ia mengabaikan
perawatan terhadap diabetes yang diidapnya. Ia merasa bersalah terhadap
kemungkinan bahwa ia sedang membunuh dirinya sendiri secara perlahan-lahan
dengan tidak menjaga kesehatannya secara baik. Ia terkadang merasa pantas untuk
mati, ia merasa terganggu oleh rasa kantuk yang berlebihan selama satu etengah
tahun terakhir ini, dan surat izin mengemudinya telah ditahan karena kecelakaan
bulan kemarin di mana ia tertidur saat menyetir, yang menyebabkan mobilnya
menabrak kotak telepon umum. Hampir tiap pagi ia bangun dengan rasa pusing dan
merasa “tidak bersemangat”, serta tetap mengantuk sepanjang hari. Ia tidak
pernah memiliki pacar tetap, dan hidup tentram dengan ibunya, tanpa adanya
teman dekat di luar keluarga. Selama wawancara, ia berulang kali menangis dan
menjawab prtanyaan dengan nada suara yang lambat, sambil terus-menerus melihat
kebawah.
Episode-episode
depresi mayor dapat berlangsung dalam jangka bulanan atau satu tahun atau
bahkan lebih. Orang yang terus memiliki sintom-sintom sisa depresi setelah satu
episode depresi pertama cenderung lebih sering kambuh. Dengan adanya pola
kemunculan berulang dari episode depresi mayor dan simtom-simtom yang terus
bertanbah, banyak ahli memandang depresi mayor sebagai suatu gagguan kronis,
bahkan sepanjang hidup. Dari sisi positinya semakin panjang periode kesembuhan
depresi mayor, semakin rendah resiko untuk kambuh di kemudian hari (Solomon
dkk, 2000).
Menurut
pendapat saya, meski perubahan dalam mood sebagai respon dari naik dan turunya
kehidupan sehari-hari cukup normal, perubahan mood yang persisten atau parah
atau siklus kegirangan dan depresi yang ektrem, dapat menjadi petunjuk adanya
suatu gangguan mood.
Sumber :
Jeffrey S. Nevid, Spencer A Rathus, Beverly Greene. (2003). Psikologi Abnormal. Edisi kelima Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga
Sumber :
Jeffrey S. Nevid, Spencer A Rathus, Beverly Greene. (2003). Psikologi Abnormal. Edisi kelima Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga
0 komentar:
Posting Komentar