Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Jumat, 20 Agustus 2021

 

 TULISAN INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI UJIAN AKHIR PIO

Thadika Oudy Amaya NIM. 20310410048

Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M.A.

FAKULTAS PSIKOLOGI

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Hukum ketenagakerjaan di Indonesia diatur di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hukum ketenagakerjaan mengatur tentang segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah kerja. Tujuan dari dibentuknya hukum ketenagakerjaan adalah untuk :

·        Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi

2)      Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan  tenaga  kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah

3)      Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan

4)      Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya

    Selain itu, hukum ketenagakerjaan juga mengatur hubungan antara tenaga kerja dengan pengusaha. Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Hubungan kerja terdiri dari dua macam yaitu hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Perjanjian kerja yang dibuat tersebut dapat dilakukan secara tertulis atau lisan. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Mengenai hubungan kerja tersebut diatur di Bab IX Pasal 50-66 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja yang dibentuk antara pengusaha dan pekerja/buruh haruslah berlandaskan dan sesuai dengan substansi dari UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan hukum lainnya yang terkait.

    Di dalam menjalankan aktivitas perusahaan, pengusaha mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak dari setiap pekerja. Hak pekerja tersebut diantaranya yaitu hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi atas dasar apapun, hak untuk mengembangkan kompetensi kerja, hak untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya, hak untuk mendapatkan upah atau penghasilan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia,  hak untuk mendapatkan perlindungan, kesejahteraan, kesehatan, dan keselamatan kerja.

Apabila pekerja merasa bahwa hak-haknya yang dilindungi dan diatur di dalam UU  No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut merasa tidak terpenuhi dan diabaikan oleh pengusaha maka hal tersebut akan dapat menyebabkan perselisihan-perselisihan tertentu antara pengusaha dan pekerja. Jika perselisihan itu terjadi, maka peraturan hukum di Indonesia telah mengaturnya di dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Setiap bentuk perselisihan tersebut memiliki cara atau prosedur tersendiri untuk menyelesaikannya baik itu melalui perundingan bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase, atau diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial.

Hak Karyawan Perusahaan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan

Secara singkat, perusahaan memiliki hak yang tercantum dalam uraian Undang-Undang Ketenagakerjaan, yakni dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hak-hak tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

a)  1. Perusahaan berhak atas hasil dari pekerjaan karyawan.

b) 2. Perusahaan berhak untuk memerintah/mengatur karyawan atau tenaga kerja dengan tujuan mencapai target.

c) 3. Perusahaan berhak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh/karyawan jika melanggar ketentuan yang telah disepakati sebelumnya.

                   Tiga hal di atas adalah sedikit kutipan mengenai hak yang dimiliki perusahaan atau pengusaha. Jelas, setiap poinnya memiliki penjabaran yang rinci jika dilihat pada regulasi baku yang tertulis.

Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, karyawan setidaknya memiliki beberapa hak berikut ini :

a)      Menjadi Anggota Serikat Tenaga Kerja

Setiap karyawan diperbolehkan untuk mengembangkan potensi kerja sesuai dengan minat dan bakat. Karyawan juga mendapatkan jaminan dari perusahaan dalam hal keselamatan, kesehatan, moral, kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat berdasarkan norma serta nilai keagamaan dan kemanusiaan.

Hak ini tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 Pasal 104, terkait serikat pekerja dan UU Nomor 21 tahun 2000 mengenai serikat pekerja.

b)      Jaminan sosial dan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)

Karyawan berhak mendapatkan jaminan sosial yang berisi tentang kecelakaan kerja, kematian, hari tua hingga pemeliharaan kesehatan. Sekarang ini, implementasi hak karyawan bidang jaminan sosial dan K3 adalah berupa BPJS.

Hak karyawan ini tercantum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, UU Nomor 03 tahun 1992, UU Nomor 01 tahun 1970, Ketetapan Presiden Nomor 22 tahun 2993, Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 dan Peraturan Menteri Nomor 4 tahun 1993 dan Nomor 1 tahun 2998.

c)      Menerima Upah yang Layak

Tercantum dalam Permen Nomor 1 tahun 1999 Pasal 1 Ayat 1, UU Nomor 13 tahun 2003, PP tahun 1981, Peraturan Menteri Nomor 01 tahun 1999 dan paling baru adalah Permenaker Nomor 1 tahun 2017.

d)     Membuat Perjanjian Kerja atau PKB

Hak karyawan atau pekerja ini tercantum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 dan juga Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000. Karyawan yang telah tergabung dalam serikat pekerja memiliki hak untuk membuat Perjanjian Kerja yang dilaksanakan berdasarkan proses musyawarah.

e)      Hak Atas Perlindungan Keputusan PHK Tidak Adil

Hak ini tercantum dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE 907/Men.PHI-PPHI/X/2004. Setiap karyawan berhak mendapat perlindungan dan bantuan dari Pemerintah melalui DInas Tenaga Kerja bilamana mengalami PHK secara tidak adil.

f)       Hak Karyawan Perempuan seperti Libur PMS atau Cuti Hamil

Hak ini tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 Pasal 76 Ayat 2 yang menyatakan bahwa perusahaan atau pengusaha dilarang mempekerjakan perempuan hamil yang bisa berbahaya bagi kandungannya dan dirinya sendiri.

Selain poin tersebut, pada Pasal 82 Ayat 2 UU Nomor 13 tahun 2003 juga menyebutkan perihal hak cuti keguguran. Selanjutnya pada UU Nomor 3 tahun 1992 mengatur tentang hak biaya persalinan yang bisa didapat oleh karyawan. Pada Pasal 83 UU Nomor 13 tahun 2003 juga masih membicarakan mengenai hak karyawan perempuan yakni terkait hak menyusui. Terakhir adalah hak cuti menstruasi yang diatur dalam Pasal 81 UU Nomor 13 tahun 2003.

g)      Pembatasan Waktu Kerja, Istirahat, Cuti dan Libur

Dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 Pasal 79. Perusahaan wajib memberi waktu istirahat dan cuti pada setiap karyawan.

Maka dari itu untuk menyelaraskan kesepakatan pihak perusahaan dengan karyawan sebagai seorang HRD dengan mengetahui hak setiap pihak, tentu bisa menentukan langkah strategis dan pengambilan keputusan yang melibatkan perusahaan dan karyawan di dalamnya. Seperti misalnya dalam pengaturan pemberian hak cuti dan libur, bisa merundingkan serta mendiskusikan hak karyawan berkenaan dengan cuti dan libur.

Daftar Pustaka:

htthttps://www.gadjian.com/guide/uu-ketenagakerjaanps://kemenperin.go.id/kompetensi/UU_13_2003.pdf