Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Senin, 17 Juni 2019

GANGGUAN KEPRIBADIAN


GANGGUAN KEPRIBADIAN
RESENSI ARTIKEL KLINIK PSIKOLOGI

Marsum
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta



Orang dengan gangguan kepribadian memiliki rasa bangga dan keyakinan yang berlebihan terhadap diri mereka sendiri dan kebutuhan yang ekstreme akan pemujaan. Mereka membesar-besarkan prestasi mereka dan berharap orang lain menghujani mereka dengan pujian, orang pada gangguan ini bersidat self-absorbed dan kurang memiliki empati pada orang lain.

Ciri dari orang yang mengalami gangguan kepribadian adalah, melebih-lebihkan bahwa dirinya orang yang istimewa., lebih fokus pada fantasi akan kebesaran dirinya (kesuksesan, kecantikan, atau kepandaiannya), meyakini dirinya istimewa dan hanya bisa dimengerti oleh orang yang juga istimewa, selalu butuh perhatian dan pujian dari orang lain, punya kemauan tidak rasional akan perlakuan dari orang lain, suka mengambil kesempatan dari orang lain demi keberhasilannya. kurang empati dan tak peduli perasaan orang lain, sering cemburu dengan keberhasilan orang lain dan yakin orang lain juga cemburu pada dirinya, perilakunya arogan.

Contoh kasus gangguan kepribadian, Johar  berprofesi sebagai pengacara dan berusia awal 35an. Dia pertama kali datang mengunjungi psikolog untuk mengatasi mood negatifnya. Sejak awal pertemuan tampak bahwa Johar sangat menaruh perhatian pada penampilannya. Dia secara khusus menanyakan pendapat terapis mengenai baju setelan model terbaru yang dikenakannya dan juga sepetu barunya. Johar  juga bertanya kepada terapis tentang mobil yang digunakan dan berapa banyak klien kelas atas yang ditangani oleh terapis tersebut. Johar sangat ingin memastikan bahwa dia sedang berhubungan dengan seseorang yang terbaik bidangnya. Johar bercerita tentang kesuksesannya dalam bidang akademis dan olahraga, tanpa mampu memberikan bukti apapun yang memastikan keberhasilannya. Selama bersekolah di sekolah hukum, dia adalah seorang work- aholic, penuh akan fantasi akan keberhasilannya hingga tidak memiliki waktu untuk isterintya. Setelah anak mereka lahir, Johar semakin sedikit menghabiskan waktu dengan keluarganya. Tidak lama setelah dia memliki pekerjaan yang mapan, Johar menceraikan isterinya karena tidak lagi membutuhkan bantuan ekonomi dario sang istri. 

Setelah perceraian tersebut, Johar memutuskan bahwa dia benar-benar bebas untuk menikmati hidupnya. Dia sangat suka menghabiskan uang untuk dirinya sendiri, misalnya dengan menghias apaartemennya dengan berbagai benda-benda yang sangat menarik perhatian. Dia juga seringkali berhubungan dengan wanita-wanita yang sangat menarik. Dalam pergaulannya, Johar  merasa nyaman apabila dirinya menjadi pusat perhatian semua orang. Dia pun merasa nyaman ketika dia berfantasi mengenai kepopuleran yang akan diraihnya, mendapatkan suatu penghargaan, ataupun memiliki kekayaan berlimpah (sumber : Barlow & Durant, 1995).

Menurut saya Penderita Kepribadian terjebak dalam lingkaran setan, di mana sebuah tindakan dapat membuat mereka semakin mengalami kesulitan. Kondisi psikologis ambivalen (atau keadaan memiliki hubungan yang ambivalen dengan seseorang yang penting) seperti itu, jelas bukan keadaan yang nyaman. Nemiah juga menjelaskan bahwa penderita narsisme besar kemungkinannya menderita kesulitan emosional, bila dihadapkan pada kematian individu tempat dirinya bergantung dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan narsistiknya.

Referensi:
Jeffrey S. Nevid, Spencer A Rathus, Beverly Greene. (2003). Psikologi Abnormal. Edisi kelima Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga


STRES KERJA


STRES KERJA
RESENSI ARTIKEL KLINIK PSIKOLOGI

Marsum
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta



Stres kerja adalah sesuatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidak seimbangan fisik dan psikis yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seorang karyawan. Orang-orang yang mengalami stres menjadi nervous dan merasakan kekuatiran kronis.
Charles D, Spielberger (dalam Handoyo, 2001) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.
Sedangkan faktor yang bersifat non-organisasi, yaitu faktor individual, antara lain adalah tipe kepribadian karyawan. (Robbins, 2003). Tipe kepribadian yang cenderung mengalami stres kerja yang lebih tinggi adalah tipe kepribadian A. Individu tipe A lebih cepat untuk mengalami kemarahan yang apabila ia tidak dapat menangani hal tersebut, individu tersebut akan mengalami stres yang dapat menuju terjadinya masalah pada kesehatan individu tersebut (Luthans, 2002).
Karyawan dapat menanggapi kondisi-kondisi tekanan tersebut secara positif maupun negatif. Stres dikatakan positif dan merupakan suatu peluang bila stres tersebut merangsang mereka untuk meningkatkan usahanya untuk memperoleh hasil yang maksimal. Stres dikatakan negatif bila stres memberikan hasil yang menurun pada produktifitas karyawan. Akibatnya, ada konsekuensi yang konstruktif maupun destruktif bagi badan usaha maupun karyawan. Pengaruh dari konsekuensi tersebut adalah penurunan ataupun peningkatan usaha dalam jangka waktu pendek maupun berlangsung dalam jangka waktu lama.
Kemajuan karir yang terlalu lambat, terlalu cepat, atau pada arah yang tidak diinginkan akan menyebabkan para pegawai mengalami tingkat stres yang tinggi. Apalagi jika mereka harus bertanggung jawab terhadap karir seseorang yang lain akan menyebabkan level stres menjadi lebih tinggi.

sehingga mereka sering menjadi marah-marah, agresif, tidak dapat relaks, atau memperlihatkan sikap yang tidak kooperatif.
Terdapat dua faktor penyebab stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri.

Referensi
DeLameter, J. & Ward, A. (Eds.). Handbook of Social Psychology.
Anggit, Astianto.2014. Pengaruh Stres Kerja dan Beban Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan PDAM Surabaya.



Senin, 10 Juni 2019

Tradisi Mudik Lebaran Masyarakat


TRADISI MUDIK LEBARAN MASYARAKAT

Hesmi Nurhidayatun

Klinik Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta




Fenomena mudik Lebaran telah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia,menjelang Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran banyak transportasi umum maupun pribadi memadati jalan jalan besar arus mudik meningkat sesuai dengan perkembangan penduduk.

Tradisi mudik bukan hanya erat kaitanya dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri namun juga erat kaitannya dengan kehidupan manusia, menurut teori migrasi bahwa “perpindahan spontan dan bersifat sementara ini dapat di kategorikan sebagai “temporary migration” karena setiap migran hanya berniat untuk bepergian  atau pindah dari satu tempat ke tempat yang lain dalam waktu yang relatif singkat  bukan untuk menetap (Mantra 1986).