Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Klinik Psikologi

Senin, 10 Januari 2022

Konflik dalam Organisasi

KONFLIK DALAM ORGANISASI Essay Persyaratan Ujian Akhir Semester Psikologi Sosial II (Semester 3 Ganjil 2021/2022) Lilian Diva Ramadhani (20310410014) Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A konflik adalah bagian dari kehidupan berorganisasi yang tidak dapat dihindari. Konflik berakar dari karakteristik struktural maupun kepribadian yang tidak cocok. Sumber daya organisasi tidak melimpah, pegawai mempunyai kepentingan serta pandangan yang beraneka ragam, serta ciri lain yang membuat konflik merupakan realitas yang tidak pernah berhenti. Konflik dalam sebuah organisasi sangat rawan terjadi, proses organisasi yang ketatmenjadikan konflik tak dapat dihindari. Tapi, konflik dapat diatasi dengan baik jika ada yang mengelola. Dalam dunia bisnis, proses ini sering disebut manajemen konflik. Manajemen adalah pengelolaan sebuah organisasi atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan konflik adalah proses yang terjadi antara dua orang atau lebih dengan tujuan menyingkirkan orang lain. Jadi, manajemen konflik adalah sebuah pendekatan yang dilakukan untuk mengelola konflik, berkomunikasi dengan pelaku konflik, dan menjaga kepentingan bersama dalam suatu organisasi. Menurut Howard Ross, seorang pakar, manajemen konflik adalah langkah yang diambil pihak ketiga dengan tujuan mengarahkan konflik ke hasil tertentu yang mungkin menghasilkan hasil akhir berupa penyelesaian konflik atau menghasilkan ketenangan atau hasil mufakat. Jadi, konflik bisa jadi tidak hilang dalam proses organisasi, namun tetap bisa dikelola agar proses organisasi tetap mengarah ke hasil positif. Manajemen konflik dilakukan dengan beberapa tujuan, yaitu: · MENCEGAH kemungkinan terjadinya konflik. · MENGHINDARI dari adanya konflik yang terjadi. · MENGURANGI DAMPAK risiko yang diakibatkan oleh adanya konflik. · MENYELESAIKAN konflik dalam waktu sesingkat mungkin. Untuk mengelolanya, hal pertama yang dilakukan adalah memahami permasalahan. Mendeteksi masalah sangat penting. Saat kita salah mendeteksi masalah, bisa jadi proses pengelolaan konflik yang dilakukan akan gagal total. Selanjutnya, seperti seorang dokter, kita harus mendiagnosa dari mana konflik ini timbul. Siapa saja yang terlibat, dimana konflik ini terjadi, dan bagaimana cara yang terbaik untuk mengatasinya. Saat dua hal di atas sudah dijalankan, yang terpenting adalah menyepakati solusi yang tepat bagi konflik tersebut antara pihak yang berkonflik, serta komitmen dalam melaksanakan solusi yang disepakati. Selanjutnya, jangan lupakan untuk mengevaluasi berjalannya solusi. Saat semua berkomitmen, konflik bisa dikelola dengan baik untuk kepentingan bersama. Proses mengelola konflik, adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang manajer. Selain itu, ada beberapa kompetensi lain yang berkaitan dengan organisasi yang juga harus dimiliki. Macam-macam konflik yang ada dalam organisasi : 1. konflik dan Keefektifan Organisasi Bagi kebanyakan orang istilah konflik organisasi mempunyai konotasi negatif. Organisasi yang efektif biasanya dianggap sebagai sekelompok individu terkoordinasi yang bekerja untuk mencapai tujuan bersama. Dalam pandangan ini, konflik hanya merintangi koordinasi dan kerja sama tim dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Namun ada pandangan yang lain tentang konflik. Pandangan yang satu ini berargumentasi bahwa konflik meningkatkan keefektifan organisasi dengan merangsang perubahan dan memperbaiki proses pengambilan keputusan. 2. Pengambilan Keputusan Partisipatif. Bukti menunjukkan bahwa pengambilan keputusan secara bersama, di mana mereka yang akan terkena oleh suatu keputusan diikutsertakan dalam badan yang mengambil keputusan, akan mendorong terjadinya konflik. 3. ketidak puasan Peran. Yang dekat dengan ketaksesuaian status adalah ketakpuasan peran. Ketakpuasan peran dapat berasal dari sejumlah sumber, salah satu di antaranya adalah ketakpuasan status. Jika seseorang merasa bahwa ia berhak mendapatkan promosi untuk mencerminkan rekor keberhasilannya, maka ia menderita ketakpuasan peran maupun ketaksesuaian status yang dipersepsikan. 4. Distorsi Komunikasi, salah satu sumber konflik yang sering dikemukakan adalah kesukaran dalam komunikasi. Kasus yang lebih jelas adalah komunikasi vertikal. Jika diteruskan di atas dan ke bawah di dalam hierarki itu, komunikasi itu peka terhadap kedwiartian dan distorsi. Tetapi distorsi juga terjadi pada tingkat horisontal. Referensi : Disarikan dari buku: Teori Organisasi Struktur, Desain & Aplikasi, penulis: Stephen P. Robbins, halaman: 449 https://ppsdmaparatur.esdm.go.id/seputar-ppsdma/mengelola-konflik-untuk-organisasi-yang-lebih-baik

Berteman dengan seorang yang dianggap aneh



Essay Persyaratan Ujian Akhir Semester Psikologi Sosial II

(Semester 3 Ganjil 2021/2022)

Gideon Petra Malia (20310410066)

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A




 Sumber gambar: https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fp0.pikist.com%2Fphotos%2F98%2F906%2Ffriends-sitting-contemplation-men-together-male-casual-friendship.jpg&imgrefurl=https%3A%2F%2Fwww.pikist.com%2Ffree-photo-xuwpx%2Fid&tbnid=fKfOtsv3dPgMHM&vet=1&docid=Ud5QylSrO5pvJM&w=880&h=658&itg=1&hl=in-ID&source=sh%2Fx%2Fim

Secara umum, pertemanan didefinisikan sebagai dua orang atau lebih yang sering kali menghabiskan waktu bersama. Secara lebih mendalam, hubungan pertemanan disebut sebagai hubungan persahabatan. Sahabat adalah sekumpulan kawan yang terlibat dalam kebersamaan, saling mendukung, dan memiliki keakraban atau intimasi (Santrock, 2007: 68). Sahabat adalah salah satu hal yang paling berharga dalam hidup. Dengan memiliki sahabat, kita bisa mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk menghadapi masalah yang terjadi dalam hidup. Persahabatan juga menjadi faktor penting untuk menjaga kesehatan mental. Membantu Mengembangkan diri sahabat dekat membantu mempertahankan tekad dan mengingatkan kamu untuk mempraktikkan kebiasaan yang lebih sehat. Jika kesepian bisa mengatasinya dengan curhat, bergurau atau menghabiskan waktu dengan mereka. Walaupun jarak dan faktor lain bisa menghalangi untuk bertemu dengan sahabat secara fisik, tapi mengetahui bahwa kamu memiliki sahabat bisa membantu mengurangi rasa kesepian.

Saya punya seorang teman yang memang aneh perilakunya. Ia adalah teman sebaya yang dimana umur kita hampir sama hanya beda sebulan. Kami berteman sejak masih SMP kelas 2 bisa dibilang lumayan lama. Semakin lama berteman akhirnya bertemu juga dengan sifat aneh dari dia. Ia memiliki kepribadian yang punya percaya diri yang tinggi, ia suka berbicara dengan orang tetapi suka juga memotong pembicaraan orang tidak terkecuali orang tua juga dipotong pembicaraannya. Dia juga suka ceroboh sehingga orang-orang yang mulai berteman dengannya mulai menjauhinya karena tahu sifatnya itu.

Saya mencoba berbicara dengannya, menasihati, menegur tapi masih keras dengan pendiriannya. Bahkan teman yang lain juga menasihati berkali-kali pun ia tidak menghiraukan itu. Alasan yang membuat saya tetap berteman dengannya adalah karena dia orang suka berbicara, dengan saya juga yang introvert ini merasa nyaman-nyaman aja dengan itu. Dan juga memiliki kesukaan yang sama akan suatu hal dari game, film, dan banyak hal lainnya. Pertemanan juga tentunya memiliki keuntungan, keuntungan yang didapat adalah saling traktir, saling mengerti satu sama lain, membantu saat ada keperluan. Saat saya mempunyai masalah berkumpul dengan teman membuat masalah saya hilang sejenak. Malah saya yang sering mendapatkan keuntungan dari teman saya yang satu ini.

Setiap orang juga punya prinsip dan kehidupannya masing-masing yang kamu tak berhak mengganggunya, meskipun itu bertentangan dengan prinsip dan gaya hidupmu. Sekalipun perilakunya aneh dan dijauhi orang bukan menjadi penghalang untuk berteman. Karena setiap orang berharga, unik, dan punya khasnya masing-masing. Maka dari itu hidupmu akan lebih berkesan dan berwarna dan kita akan merindukan itu.

Daftar Pustaka

Santrock, J.W (2007). Psikologi Remaja. Edisi 11 Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga



Kepemimpinan yang buruk

 

Kepemmpinan Yang Buruk

Essay Persyaratan Ujian Akhir Semester Psikologi Sosial II

(Semester 3 Ganjil 2021/2022)

Astin Lestari (20310410071)

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A


Definisi Kepemimpinan

Kepemimpinan atau leading merupakan bagian penting dan salah satu fungsi dari manajemen, tetapi tidak bisa disamakan dengan manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan. Kepemimpinan yang dilihat sebagai kedudukan merupakan suatu kompleks dari hak-hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh seseorang atau badan.

Tetapi kepemimipinan yang dilihat sebagai suatu proses merupakan tindakan yang dilakukan seseorang atau badan yang menimbulkan aktivitas dari para bawahan.  Kepemimpinan memberikan berindikasi bahwa bagaimana manajer mengarahkan dan memengaruhi para bawahan, bagaimana cara agar orang- orang lain melakukan tugas-tugas yang esensial. Dengan menciptakan suasana yang tepat, manajer membantu para bawahannya untuk bekerja sebaik-baiknya. Kepemimpinan termasuk di dalamnya penggerakan (actuating)  yaitu melakukan penggerakan fan memberikan motivasi pada bawahan untuk melakukan tugas-tugasnya.

Peran dan Sifat Kepemimpinan Menurut Sedarmayanti (2017:271) terdapat tiga peran seorang pemimpin dalam proses memimpin, yaitu:

1. Peran Antar Manusia

·         Peran antar manusia ini meliputi:

·         Peran selaku tokoh

·         Peran selaku pemimpin

·         Peran selaku penghubung

2. Peran informatif

·         Peran-peran informative dilakukan sebagai berikut:

·         Peran selaku pemantau

·         Peran selaku penyebar

·         Peran selaku public relation (hubungan masyarakat)

3. Peran pembuat keputusan

·         Peran seorang pemimpin selaku pembuat keputusa meliputi:

·         Peran selaku wiraswasta

·          Peran selaku penanggung jawab resiko

·          Peran selaku pembagi sumber daya

·          Peran selaku perunding

 

Ciri ciri pemimpin yang tidak baik:

1.      Pemimpin yang “Tukang Perintah”

2.      Pemim Pemimpin Anti Kritikan dan Anti Memberikan Pujian

3.      pin yang Tidak Konsisten

4.      Pemimpin yang tidak bijaksana

5.      Pemimpin yang Kurang Wawasan dan Tidak Open minded

6.      Merasa Paling Benar dan Egois

7.      Selalu Melihat Kebelakang dan Tidak Bisa Move On

8.      Tidak Bertanggung Jawab

9.      Tidak Mampu Berbuat Adil

10.  Tidak Memiliki Perilaku yang Baik

 

 

 

Referensi:

Yulk, G. 1998. Kepemimpinan dalam Organisasi: Leadership in Organisasi 3 rd ed., PT. Prenhallindo, Jakarta

Sedarmayanti. (2017:273). Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi Dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.

 

Jenis dan Gaya Kepemimpinan

 Jenis dan Gaya Kepemimpinan

Essay Persyaratan Ujian Akhir Semester Psikologi Sosial II

(Semester 3 Ganjil 2021/2022)

Rahayu (20310410061)

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A



Di jaman modern saat ini diperlukan usaha yang baik dan seorang Pemimpin yang bersifat jujur, adil dan transparan serta bisa meningkatkan kinerja karyawannya mulai bawah sampai atas. Terbentuknya kinerja yang baik akan menimbulkan umpan balik (feedback) kepada bawahan itu sendiri/pegawai, yaitu akan menimbulkan motivasi kerja yang tinggi dan juga umpan balik (feed back) pada atasan/pimpinan yaitu akan selalu memperbaiki kepemimpinannya dan mampu untuk mendorong/memotivasi bawahan dan kemudian performance akan tinggi sehingga kepuasan yang tercapai, pada akhirnya kinerja akan meningkat, menurut Stoner (1996) dan Usaha pencapaian tujuan organisasi ini tidak terlepas dari kinerja karyawannya, hal ini sangat penting karena karyawan adalah pemikir, perencana sekaligus pelaksana.

Thoha (1997) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Dalam hal ini usaha menyelaraskan persepsi di antara orang yang akan mempengaruhi dengan orang yang perilakunya dipengaruhi menjadi sangat penting kedudukannya.

Menurut University of Iowa Studies yang dikutip Robbins dan Coulter (2002), Lewin menyimpulkan ada tiga gaya kepemimpinan; gaya kepemimpinan autokratis, gaya kepemimpinan demokratis, gaya kepemimpinan Laissez-Faire (Kendali Bebas).

Gaya Kepemimpinan Autokratis, Robbins dan Coulter (2002) menyatakan gaya kepemimpinan autokratis mendeskripsikan pemimpin yang cenderung memusatkan kekuasaan kepada dirinya sendiri, mendikte bagaimana tugas harus diselesaikan, membuat keputusan secara sepihak, dan meminimalisasi partisipasi karyawan. Sedangkan menurut Handoko dan Reksohadiprodjo (1997), ciri-ciri gaya kepemimpinan autokratis :

1.      Pemimpin kurang memperhatikan kebutuhan bawahan.

2.      Komunikasi hanya satu arah yaitu kebawah saja.

3.      Pemimpin cenderung menjadi pribadi dalam pujian dan kecamannya terhadap setiap anggota.

4.      Pemimpin mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukan keahliannya.

Gaya kepemimpinan Demokratis Menurut Robbins dan Coulter (2002), gaya kepemimpinan demokratis mendeskripsikan pemimpin yang cenderung mengikutsertakan karyawan dalam pengambilan keputusan, mendelegasikan kekuasaan, mendorong partisipasi karyawan dalam menentukan bagaimana metode kerja dan tujuan yang ingin dicapai, dan memandang umpan balik sebagai suatu kesempatan untuk melatih karyawan.Lebih lanjut ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis menurut Handoko dan Reksohadiprodjo (1997):

1.      Lebih memperhatikan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi.

2.      Menekankan dua hal yaitu bawahan dan tugas.

3.      Pemimpin adalah obyektif atau fact-minded dalam pujian dan kecamannya dan

4.      Pemimpin mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa.

Gaya Kepemimpinan Laissez-faire (Kendali Bebas) Gaya kepemimpinan kendali bebas mendeskripsikan pemimpin yang secara keseluruhan memberikan karyawannya atau kelompok kebebasan dalam pembuatan keputusan dan menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang menurut karyawannya paling sesuai menurut Robbins dan Coulter (2002). Ciri-ciri gaya kepemimpinan kendali bebas menurut Handoko dan Reksohadiprodjo (1997):

1.      Pemimpin membiarkan bawahannya untuk mengatur dirinya sendiri.

2.      Pemimpin hanya menentukan kebijaksanaan dan tujuan umum. Bawahan dapat mengambil keputusan yang relevan untuk mencapai tujuan dalam segala hal yang mereka anggap cocok.

 

 

Daftar Pustaka

Thoha, Miftah. 1993. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Rajawali Pers. Jakarta.

Robbins dan Coulter. 2002. Manajemen. PT Indeks Kelompok Gamedia. Jakarta.

Handoko, T Hani. 1999. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE. Yogyakarta.

PENTINGNYA MEMIMPIN DIRI SENDIRI SEBELUM MEMIMPIN ORANG LAIN

Pentingnya Memimpin Diri Sendiri Sebelum Memimpin Orang Lain
Essay Syarat Ujian Akhir Semester Ganjil 
Psikologi Sosial II
Nama : Siti Harnisa Taonu / 20310410016
Fakultas  Psikologi 
Universitas proklamasi 45 Yogyakarta 
Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M.A


Pelatihan sendiri merupakan sebuah upaya intervensi yang ditujukan untuk meningkatkan pencapaian tujuan organisasi melalui optimalisasi kinerja individu individu dalam organisasi. Menurut Noe (2000), pelatihan merupakan sebuah prosedur yang direncanakan oleh perusahaan untuk memfasilitasi proses pembelajaran karyawan mengenai kompetensi yang dibutuhkan dalam pekerjaan. Kompetensi ini meliputi pengetahuan, keterampilan ataupun tingkah laku yang penting untuk kelancaran kerja karyawan. Tujuan pelatihan bagi para karyawan adalah untuk menguasai pengetahuan, keterampilan, dan tingkah laku yang menjadi program pelatihan yang kemudian dapat diaplikasikan dalam aktivitas kerja sehari-hari.
Secara umum, strategi kepemimpinan diri dibagi menjadi tiga kategori utama yaitu: (1) strategi perilaku terfokus, (2) strategi pemberian penghargaan alamiah, dan (3) strategi pola pikir konstruktif (Prussia dkk, 1998; Neck & Manz, 2007).
Strategi pertama adalah strategi perilaku terfokus. Strategi perilaku terfokus ini dirancang untuk meningkatkan kemampuan mengatur kesadaran diri untuk mendapatkan pengelolaan perilaku yang benar pada tugas-tugas yang penting namun tidak menyenangkan. Berdasarkan pada teori kontrol diri dan manajemen diri, strategi perilaku terfokus dalam kepemimpinan diri ini terdiri atas observasi diri, penetapan tujuan-diri, penghargaan bagi diri sendiri, dan umpan balik atas koreksi diri. Observasi diri melibatkan pengujian individu atas perilakunya sendiri untuk meningkatkan kesadaran mengenai kapan dan mengapa perilaku tertentu terjadi. Melalui observasi diri seseorang dapat mengidentifikasi perilakuperilaku untuk diubah, dihilangkan, atau ditingkatkan.
Strategi kedua dalam kepemimpinan diri adalah strategi penghargaan alamiah. Strategi ini berfokus pada aspek-aspek menyenangkan yang melekat pada tugas atau aktivitas yang dilakukan dan dirancang untuk menciptakan situasi saat seseorang dimotivasi dan mendapatkan imbalan dari tugas atau aktivitas itu sendiri. Strategi pemberian penghargaan alamiah ini melibatkan dua pendekatan utama, yaitu membangun lebih banyak hal-hal yang menyenangkan.
Strategi terakhir adalah strategi pola pikir konstruktif. Strategi pola pikir konstruktif bekerja pada pengelolaan proses kognitif. Ada tiga alat utama untuk membentuk pola pikir, yaitu analisis diri dan perbaikan sistem keyakinan, imajeri mental atas hasil kerja yang sukses, dan bicara-diri yang positif. Pendayagunaan yang efektif dari strategi kognitif yang spesifik ini cenderung untuk memfasilitasi pembentukan pola pikir konstrukif dan kebiasaan cara pikir yang secara positif dapat meningkatkan performansi, seperti memandang suatu pekerjaan sebagai tantangan dibanding hambatan. Secara lebih spesifik, individu dapat menguji pola pikirnya untuk mengidentifikasi, mengkonfrontasi, dan menggantikan keyakinan dan asumsi-asumsi disfungsional .




DAFTAR PUSTAKA

Prussia, G. E., Anderson, J. S., & Manz, C. C. (1998). Self-leadership and performance outcomes: the mediating influence of self-efficacy. Journal of Organizational behavior, 19, 523 – 538.

Neck, C. P., & Manz, C. C. (2007). Mastering self-leadership, empowering yourself for personal excellence

PERAN PEMIMPIN DALAM MEMOTIVASI KARYAWAN

Peran Peminpin Dalam Memotivasi Karyawan 

Essay Syarat Ujian Akhir Semester Ganjil Psikologi Sosial II 
Nama : Siti Harnisa Taonu / 20310410016
Fakultas Psikologi 
Universitas proklamasi 45 Yogyakarta 
Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta M.A



Pemimpin berwenang untuk memberikan arahan ataupun penutan kepada setiap bawahannya, baik kepada manajer maupun karyawan perusahaan. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang mampu mengelola organisasi dengan baik, dan mampu mempengaruhi konstruktif orang lain. Menurut Schutz dalam Mar’at (1984:32), bahwa fungsi pemimpin dalam organisasi diantaranya adalah menetapkan dan memantapkan tingkatan tujuan dan nilai kelompok, menetapkan dan mengintegrasikan bermacam-macam corak pikiran yang ada dalam suatu kelompok, dan mengoptimalkan penggunaan atau pemanfaatan kemampuan para anggota kelompok, serta membantu para anggota memecahkan masalah yang berhubungan dengan penyesuaian diri dengan realitas eksternal dan berhubungan dengan kebutuhan operasional.
Peran pemimpin sebagai motivator adalah motivasi yang diberikan oleh seorang pemimpin sangatlah penting untuk menjalin hubungan baik dengan karyawan dalam sebuah organisasi. Pemimpin berperan penting dalam memberikan semangat kepada karyawan yaitu berupa motivasi, 
dengan tujuan agar aktivitas kerja dalam organisasi dapat berjalan dengan lancar. Motivasi yang diberikan kepada karyawan dapat berupa dorongan (support), pemberian insentif, dan memberikan 
pelatihan berguna untuk meningkatkan promosi kerja. Pemberian motivasi juga dapat menciptakan 
hubungan baik atara pemimpin dengan karyawan, karena dengan adanya motivasi yang diberikan 
kepada setiap individu, maka masing-masing individu akan merasa sangat diperhatikan oleh pemimpin dalam setiap aktivitasnya. Pemimpin dapat memotivasi karyawan dengan berbagai cara 
atau teknik, seperti yang diungkapkan oleh Allen dalam Pasolong (2008:150) yaitu:
1. Pemimpin harus dapat menginspirasi. Dengan cara memberikan semangat kedalam diri seseorang agar bersedia berbuat sesuatu dengan cara yang efektif. Penginspirasian itu dilakukan melalui kepribadian seorang pemimpin, keteladannya, dan pekerjaan yang dilakukannya secara sadar atau tidak sadar. 
2. Pemimpin harus dapat melakukan dorongan. Maksutnya adalah melakukan dorongan dengan cara merangsang seseorang untuk melakukan apa yang harus dilakukannya disertai dengan pujian, persetujuan dan bantuan.
3. Pemimpin harus mendesak, dengan artian pemimpin harus dapat memberikan paksaan dan 
ancaman kepada seseorang jika perlu.
Karyawan adalah orang yang bekerja paling berharga dalam suatu organisasi bisnis atau pekerjaan. Motivasi adalah tindakan mempengaruhi orang lain agar berperilaku secara teratur untuk mencapai suatu tujuan organisasi.  Motivasi adalah tugas dari seorang pemimpin yang wajib diberikan terhadap karyawannya didalama lingkungan perusahaan atau di lingkungan  tempat kerja.

Kartono (2011:38) berpendapat bahwa Pemimpin mempunyai kesempatan paling banyak untuk mengubah jerami menjadi emas, jika seorang pemimpin dikatakan mampu membawa organisasi menuju kesuksesan. Pemimpin juga mempunyai tingkat kegagalan yang tinggi dan nantinya dapat mengubah tumpukan uang menjadi abu, jika seorang pemimpin salah langkah dan tidak bijaksana dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Peran pemimpin di dalam perusahaan adalah memberikan motivasi kepada karyawan dengan tujuan untuk memberikan semangat kerja .Pemimpin sangatlah penting untuk memberikan motivasi kepada karyawan, karena sangat berpengaruh positif bagi dalam meningkatkan produktivitas suatu perusahaan.Menurut Siagian(2003:89), bahwa motivasi sebagai daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menyerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajiban nya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
 
DAFTAR PUSTAKA 

Mar’at. 1984. Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Pasolong, Harbani. 2008. Kepemimpinan Birokrasi. Bandung: Alfabeta.

Kartono, Kartini. 2011. Pemimpin dan Kepemimpinan, (Apakah Kepemimpinan Abnormal itu?). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Siagian, P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia (Cetakan V). Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Anak laki laki dituntut orang tua untuk menjadi pemimpin

Laki laki Mendorong Perempuan Untuk Menjadi Pemimpin

RINGELMAN EFFECT

 RINGELMAN EFFECT

Dibuat untuk memenuhi tugas essay 3 mata kuliah Psikologi Sosial II dengan dosen pengampu Dr. Arundati shinta, M.A

Oleh

Siti nurhaliza (20310410055)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA

     Dalam hidup atau dalam kehidupan ketika bekerja atau ketika melakukan suatu pekerjaan tidak selalu dilakukan oleh diri sendiri terkadang bekerjasama atau berramai-ramai mengerjakannya dengan yang lain. Akan tetapi akan perbedaan ketika dikerjakan sendiri dan ketika melakukan suatu pekerjaan secara berramai-ramai. Selain karena jumlahnya yang berbeda, yang tadinya sedikit menjadi banyak juga karena biasanya ketika bekerja sendirian individu cenderung mengerjakannya dengan sekuat tenaga tetapi ketika mengerjakannya bersama-sama individu justru malah mengerjakan dengan biasa-biasa saja dan cenderung seperti malah mengerjakannya (social loafing/ permalasan sosial). 

Sosial loafing/ permalasan sosial pertama kali diperkenalkan oleh marx ringelmann pada tahun 1924. Ia melakukan penelitian pada sekelompok laki-laki, ia meminta mereka untuk menarik sebuah tali. Dari hasil penelitian yang dilakukan ia mendapatkan hasil bahwa ketika menarik tali dilakukan secara berkelompok atau bersamaan maka usaha yang dikeluarkan justru sedikit dibandingkan dengan saat melakukannya sendiri (Pratama & Farah: 2020). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Marx Ringelman maka dapat dismpulkan bahwa ketika jumlah anggota dalam suatu pekerjaan lebih besar atau bertambah maka usaha yang dikeluarkan oleh masing-masing individu justru semakin lemah atau sedikit dan ini disebut ringelman effect, hal ini terjadi karena hilangnya motivasi dan rasa bertanggung jawab dari masing-masing individu (Dewi: 2012). Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa ringelman effect adalah penurunan suatu usaha individu dalam suatu kelompok karena adanya penambahan jumlah anggota atau karena anggota yang tadinya sedikit menjadi bertambah banyak. Ringelman effect yang terjadi pada sebuah kelompok tentu kurang bagus, maka agar tidak terjadi ringelman effect pada suatu kelompok diperlukan aspek psikologis agar performa atau kualitas kelompok menjadi baik yaitu:

  1. Motivasi anggota kelompok, motivasi dalam diri setiap anggota harus selalu ada dalam proses kerja kelompok atau saat kerja bersama kelompok. Performa tidak akan ada jika motivasi dari masing-masing anggotanya saat kerja kelompok tidak ada.

  2. Koordinasi dalam kelompok,  motivasi yang ada atau yang dimiliki individu ketika kerja kelompok atau kerja bersama kelompok memanglah penting, namun hal itu tidaklah cukup, perlu adanya koordinasi antara ketua kelompok dengan anggota ataupun antara anggota yang satu dengan anggota yang lain (Hudiy: 2016).


 

Daftar pustaka

Dewi, septaliza. (2012). Psikologi olga (makalah emosi, stalaness dan ringelmann effect). https://septalizadewi.blogspot.com/2012/09/psikologi-olga-makalah-emosi-stalaness.html?m=1 (diakses pada 10 januari 2022)

Pratama, kardila desta., & Farah aulia. (2020). Faktor-faktor yang berperan dalam permalasan sosial (social loafing): sebuah kajian literatur. Jurnal pendidikan tambusai. 4(2). 1460-1468 

Hudiyana, joevarian. 2016. Performa kelompok: dua detemninan. Inside my mind, personality & social psychology https://joehudijana.wordpress.com/tag/motivation/  (diakses pada 10 januari 2022)


Minggu, 09 Januari 2022

PENJARA DI INDONESIA PENUH DENGAN KAUM ADAM! APAKAH GENDER MEMPENGARUHI AGRESIFITAS?

 

Essay Syarat Ujian Akhir Semester Tiga Mata Kuliah Psikologi Sosial II Tahun Ajaran 2021/2022

Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundari Shinta, M.A

Rosita Permatahati NIM 20310410075

FAKULTAS PSIKOLOGI

PROGRAM PENDIDIKAN PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA



 

Tahun 2018, jumlah tahanan di Indonesia mencapai 256.273 sedangkan tahanan laki-laki sekitar 241.402 tahanan. Dalam kurun waktu tiga tahun penambahan tahanan di Indonesia mencapai 80.000 tahanan (AntaraNews, 2018). Angka tersebut tentunya tidak sebanding dengan kapasitas penjara yang tersedia, rata-rata penjara di Indonesia sudah melebihi kapasitas atau overload (Kompas, 2021). Sedangkan untuk tahanan perempuan pada tahun 2018 sebanyak 13.569 tahanan (Kompas, 2018). Perbandingan antara jumlah tahanan laki-laki dan perempuan sangat jauh, tahanan laki-laki 200.000 jiwa lebih dibanding jumlah tahanan perempuan. Bila saat ini akan dibuatkan penjara baru itu hanya akan bisa menampung sekitar 35 ribu tahanan saja (AntaraNews, 2018).

Apakah gender mempengaruhi perilaku agresif? Sehingga penjara di penuhi oleh laki-laki. Perilaku agresif merupakan perilaku yang bertujuan untuk merusak, menghilangkan benda atau sesuatu milik orang lain baik secara verbal atau non verbal (Saputra. Et., al, 2017). Pada penelitian yang dilakukan oleh Fitri dkk pada tahun 2017 menunjukkan hasil bahwa tingkat agresif laki-laki lebih besar dari pada perempuan. Penelitian juga dilakukan oleh Merdekasari dan Caer pada tahun 2017 dengan kesimpulan yaitu tingkat perilaku agresif pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan.

Laki-laki dikatakan lebih agresif dari pada perempuan karena laki-laki menghasilkan hormon testosteron dan progesteron yang mana kedua hormon tersebut dapat meningkatkan tingkat agresifitas pada laki-laki, sedangkan perempuan menghasilkan hormon estrogen yang mempengaruhi perasaan dan psikis (Suhardi, 2015). Berbedaan hormon tersebut merupakan faktor biologis yang mana sudah dibawa sejak individu lahir.

Jadi, gender sangat mempengaruhi tingkat agresifitas seorang individu yang mana laki-laki memproduksi hormon yang dapat meningkatkan agresifitas. Jadi tidak heran jika laki-laki lebih mudah berperilaku agresif dari pada perempuan. Dan perilaku agresif yang merusak dan tidak bisa di kontrol oleh individu itu sendiri membuat ia menjadi tahanan sehingga jumlah tahanan di Indonesia meningkat . Perlu sekali bagi pemerintah untuk menambah penjara di Indonesia serta sosialisasi mengenai pertahanan diri yang baik agar perilaku agresifitas tidak merusak atau merugikan orang lain.

 

DATAR PUSTAKA

Suhardi. (2015). Pengaruh perbedaan jenis kelamin dan pengetahuan konsep dasar ekologi terhadap kepedulian lingkungan, Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, 14(1). April 117-132.

 

Kompas. (2021). 9 lapas dengan kelebihan penghuni terbesar di indonesia https://amp.kompas.com/nasional/read/2021/09/10/15065291/9-lapas-dengan-kelebihan-penghuni-terbesar-di-indonesia diakses pada tanggal 9 Januari 2022.

Antaranews. (2018). Jumlah tahanan di Indonesia terlalu banyak https://m.antaranews.com/berita/697815/jumlah-tahanan-di-indonesia-terlalu-banyak diakses pada tanggal 9 Januari 2022.

Merdekasari, Arih & Tqriqul Chaer. (2017). Perbedaan perilaku agresif antara siswa laki-laki dan siswa perempuan di SMPN 1 Kasreman Ngawi, Jurnal Psikoligi Pendidikan & Konserling. 3(1) Juni 53-60.

Fitri, S., Luawo, M. I. R., & Puspasari, D. (2016). Gambaran agresifitas pada remaja laki-laki siswa SMA DI Jakarta, Jurnal Bimbingan Konseling. 5(2). Desember 155-168.

Saputra, W. N. E., Hanifah, N., & Widagdo, D., N. (2017). Perbedaan tingkat perilaku agresif berdasarkan jenis kelamin pada siswa sekolah menengah kejuruan kota yogyakarta, Jurnal Kajian Bimbingan dan Konserling. 2(4). Desember 142-147.

Sabtu, 08 Januari 2022

Perempuan Juga Memiliki Hak untuk Memimpin

Perempuan Juga Memiliki Hak untuk Memimpin

Syarat Mengikuti Ujian Akhir Semester 3 Psikologi Sosial 2

Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M. A


Oleh :

Nama : Sofi Anggraini

NIM : 20310410065

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Pemimpin merupakan sosok yang di depan dan pembimbing pada kebenaran untuk menjadi petunjuk dalam kebaikan bagi anggotanya. Menjadi Seorang pemimpin harus bertanggung jawab, kerja keras, dan memiliki kemampuan untuk menggerakkan manusia menuju pada tujuan yang telah ditentukan. Kepemimpinan memiliki 3 unsur yang meliputi, adanya tujuan yang menggerakkan manusia, sekelompok orang, dan mengarahkan juga memberikan pengaruh pada manusia. (As-Suwaidan &  Basyarahil, 2005).

Di Indonesia jumlah pemimpin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Bahkan ada yang berpendapat bahwa kehadiran pemimpin perempuan menjadi masalah tersendiri. Namun pada dasarnya, perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki, terutama dalam hal memegang posisi kepemimpinan. Pada kenyataannya masih banyak stereotip bahwa perempuan ketika menjadi pemimpin akan mengungguli laki-laki (UMY, 2016). Pada prinsip kesetaraan harus mencakup semua bidang dan tingkatan kehidupan, yang dimaksud dengan asas kesetaraan dalam hal ini bukanlah kesetaraan fisik antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan disini adalah menyamakan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan (Hermanto, 2017). Pada hakekatnya perempuan dan laki-laki saling membutuhkan dalam usahanya mencapai tujuan bersama yang tidak dapat dicapai sendirian. Untuk mencapai kesetaraan laki-laki perempuan diperlukan transformasi nilai yang berkenan dengan perubahan hubungan gender dan keseimbangan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki (Ambarsari, 2016).

Kesalahan penilaian gender pada dasarnya bersumber dari asumsi dasar tentang keyakinan agama, yaitu, asumsi dogmatis eksplisit yang melihat perempuan sebagai pelengkap, pandangan materialis ideologis masyarakat Makkah pra-Islam yang memandang rendah peran perempuan dalam proses produksi. Memulai pendekatan baru, diharapkan akan muncul perspektif yang lebih manusiawi dan adil. Perempuan memiliki akses penuh untuk berpartisipasi dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan intelektual dan diperlakukan dengan rasa hormat yang sama dengan laki-laki.

Daftar Pustaka

As-Suwaidan, Thariq. M. & Basyarahil, Faishal U. (2005). Melahirkan Pemimpin Masa Depan. Jakarta: Gema Insani

Biro Informasi Sistem UMY. (2016). Wanita Juga Memiliki Hak untuk Memimpin. Retrieved on January 09, 2022 from: https://www.umy.ac.id/wanita-juga-miliki-hak-untuk-memimpin

Hermanto, Agus. (2017). Teori Gender dalam Mewujudkan Kesetaran: Menggagas Fikih Baru. Jurnal Hukum Islam. November 01, 5(2), 209-232. DOI: https://doi.org/10.21274/ahkam.2017.5.2.209-232

Ambarsari, Wiwik. (2016). Pemberdayaan Perempuan. Journal Universitas Wiralodra, 3-8


 

The Short Index of Self Actualization Inventory

The Short Index of Self Actualization Inventory

Psikologi Manajemen dan Organisasi

(Semester Ganjil 2021/2022)

Ade Rei Enggi Wijaya (20310410034)

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu : Dr., Arundati Shinta

 

Nomor butir & Pernyataan

Setuju

Agak setuju

Agak tidak setuju

Tidak setuju

1)Saya tidak merasa malu menampakkan emosi-emosi saya.

 

 

 

V

2)Saya merasa bahwa saya harus melakukan sesuatu seperti yang orang lain harapkan dari saya.

V

 

 

 

3)   Saya yakin bahwa orang-orang pada dasarnya adalah baik dan bisa dipercaya

V

 

 

 

4)Saya merasa leluasa untuk mengungkapkan rasa marah saya pada orang2 yang saya cintai.

 

 

 

V

5)   Penting bagi saya untuk mendapatkan persetujuan dari orang lain terlebih dahulu sebelum saya melakukan segala hal.

V

 

 

 

6)Saya tidak bisa menerima sisi-sisi kelemahan saya.

 

 

 

V

7)Saya bisa menyukai orang lain meskipun orang lain itu belum tentu menyukai saya.

 

V

 

 

8)  Saya takut gagal

 

 

 

V

9)Saya menolak usaha-usaha yang tujuannya menganalisis dan menyederhanakan hal-hal yang kompleks.

 

 

 

V

10)Menjadi diri sendiri adalah lebih             bagus daripada menjadi populer

V

 

 

 

11) Saya tidak punya tujuan hidup apa         pun untuk hal2 yang semestinya              menjadi dedikasi saya.

 

 

 

V

12)Saya mampu mengekspresikan perasaan saya meskipun perasaan itu mungkin saja memberikan konsekuensi yang tidak menyenangkan.

 

V

 

 

13)Saya merasa tidak perlu                            bertanggungjawab untuk menolong          orang lain.

 

 

 

V

14) Saya terganggu oleh rasa takut bahwa saya orang yang tidak memadai kemampuannya.

 

 

 

V

15) Saya dicintai orang lain karena saya juga memberi cinta pada orang lain.

V

 

 

 

 

 

----- Terima kasih -----