Selasa, 04 Januari 2022

Alasan Dituntutnya Laki-lak menjadi Pemimpin

Essay Persyaratan Ujian Akhir Semester Psikologi Sosial II

(Semester Ganjil 2021/2022) 

Nur Alfiyah (20310410062) / Kelas A

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A

    Pemimpin adalah seorang yang mempunyai kemampuan di atas pengikutnya, bawahannya, atau masyarakat pada umumnya. Seorang pemimpin haruslah seorang yang dirasa mampu untuk mengatur anggotanya dan punya kapabilitas yang lebih dari anggotanya. Menurut Kossen dalam (Nuqul, 2016) seorang pemimpin harus memiliki kriteria-kriteria antara lain, mampu memecahkan masalah secara kreatif, sanggup mengkoordinasikan dan mendengarkan. Selain itu, harus memiliki hasrat yang kuat terhadap kepemimpinan, sikap yang tulus, disiplin, bergairah, punya tata krama, percaya diri, dan kematangan emosi yang baik. 

     Ahli lain menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki pikiran yang cerdas, berkemauan keras, dan memiliki motif berprestasi yang tinggi (Sharma dalam Nuqul, 2016). Earl dan Schull (dalam Nuqul, 2016) berpendapat bahwa seorang pemimpin yang ideal yaitu individu yang memiliki sifat mandiri, inisiatif, tegas, teguh, jujur, sabar, tekun, komunikatif, motivasi tinggi, dan berhasrat untuk maju. Sifat mandiri dan semangat tersebut ditemukan pada peran jenis maskulin dan androgini (Bem dalam Nuqul, 2016). Sifat kemandirian sangat dibutuhkan untuk mengembangkan diri karena seorang pemimpin harus selalu berfikir maju dan memiliki kemauan untuk berkembang. 

      Sehubungan dengan itu, laki-laki memang sering dituntut untuk menjadi pemimpin. Meskipun laki-laki itu tidak mampu menjadi pemimpin, masyarakat tetap lebih suka jika laki-laki menjadi pemimpin (Prejudice dalam Ontiveros, 2019). Selain itu, masyarakat juga mengganjar laki-laki yang tidak mampu dengan memberi kesempatan kepada mereka untuk menjadi pemimpin. Hal itulah yang mungkin menjadi penyebab mengapa sulit bagi perempuan untuk menjadi pemimpin. 

     Hal itu bisa terjadi karena sejak usia dini, anak laki-laki dan perempuan telah dididik untuk menguasai keterampilan yang sesuai dengan jenis kelaminnya dan diharapkan untuk memiliki konsep diri dan atribut personal yang sesuai dengan jenis kelaminnya. Misalnya dalam hal bermain. Anak laki-laki dan perempuan cenderung memiliki permainan yang berbeda. Anak laki-laki lebih dipilihkan mainan yang merupakan simbolisasi dari aktivitas fisik dan mekanis yang berorientasi pada dunia luar rumah, sedangkan anak perempuan bermain dengan mainan yang menimbulkan tolong menolong dan berhubungan dengan fungsi keindahan (Nuqul, 2016).




DAFTAR PUSTAKA

Nuqul, F.L. (2016). Hubungan peran jenis dengan minat menjadi pemimpin. Psikoislamika. 3(2), 200-216.

Ontiveros, A. (2016). Mengapa begitu banyak laki-laki tidak mampu justru menjadi pemimpin?. BBC News. May 5. Retrieved on January 5 2022 from: https://www-bbc-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.bbc.com/indonesia/majalah-48148495.amp?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D%3D#aoh=16413468736777&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=From%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fwww.bbc.com%2Findonesia%2Fmajalah-48148495 

Sumber Gambar: https://womenlead.magdalene.co/wp-content/uploads/2021/06/Peran-Laki-laki-dalam-Mendorong-Kepemimpinan-Perempuan.jpg


0 komentar:

Posting Komentar