Rabu, 05 Januari 2022

TANGGAPAN TERHADAP MAKIAVELIS

 

Essay Persyaratan Ujian Akhir Semester Psikologi Sosial II

(Semester Ganjil 2021/2022)

Viana Bintang Amanda Putri (20310410051)/Kelas A

Fakultas Psikologi Universitas 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A

 

TANGGAPAN TERHADAP MAKIAVELIS

            Niccolò Machiavelli (3 Mei 1469 – 21 Juni 1527) adalah diplomat dan politikus Italia yang juga seorang filsuf. Sebagai ahli teori, Machiavelli adalah figur utama dalam realitas teori politik, ia sangat disegani di Eropa pada masa Renaisans. Dua bukunya yang terkenal, Discorsi sopra la prima deca di Tito Livio (Diskursus tentang Livio) dan Il Principe (Sang Pangeran), awalnya ditulis sebagai harapan untuk memperbaiki kondisi pemerintahan di Italia Utara, kemudian menjadi buku umum dalam berpolitik pada masa itu. Il Principe adalah karyanya yang paling terkenal, yang menguraikan tindakan yang bisa atau perlu dilakukan seseorang untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan.

            Awalnya, "Sang Pangeran" ditulis Machiavelli  hanya bertujuan untuk memperbaiki kondisi pemerintahan di Italia Utara pada masa itu sehingga dijadikan pedoman dalam berpolitik. Namun pada akhirnya, "Sang Pangeran" pun dijadikan sebagai pedoman seorang penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya dengan cara-cara tak benar. Hal tersebut sangat mungkin dilakukan karena "Sang Pangeran" yang ditulis Machiavelli berisi tentang cara-cara seseorang untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Cara-cara yang dianjurkan Machiavelli itu dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan moral dan etika. Jadi, semua cara bisa dihalalkan demi mempertahankan kekuasaan tersebut. Tak heran kalau Machiavelli selalu diasosiasikan sebagai sosok yang buruk hingga saat ini. Oleh karena itu, orang-orang yang melakukan cara-cara Machiavelli tersebut selalu dijuluki sebagai makiavelis. Parahnya lagi, ajaran Machiavelli juga lebih cenderung mengajarkan kekejaman, kekerasan, ketakutan, dan penindasan ketimbang mengajarkan nilai-nilai keadilan, kasih sayang, kearifan, dan cinta.

Machiavelli menyadari bahwa hal ini memang terdengar tidak baik, namun, hal ini tidak baik bila semua manusia berkepribadian baik. Tapi pada kenyataannya, menurutnya, manusia itu tidak baik. Mereka selalu melakukan hal-hal yang buruk, ingkar janji, tamak kekuasaan, pembohong, munafik, dan lain sebagainya. Bahkan ia menggambarkan bahwa menusia-manusia itu tidak akan terlalu marah bila ayahnya terbunuh, namun bila mereka kehilangan harta atau warisannya, mereka akan benar-benar marah. Ia menekankan bahwa tujuan menghalalkan segala cara. Untuk mempertahankan kekuasaan di tengah persaingan perebutan kekuasaan, segala cara bisa digunakan asal sesuai dengan tujuan dan maksud penguasa. Bahkan bila hal itu mengharuskan kekejaman sekalipun. Namun meski begitu, ia tidak menafikkan moral dan agama secara keseluruhan. Ia hanya menganggap bahwa moral dan agama tidak terlalu memberikan efek positif dalam hal kekuasaan dan pemerintahan. kecuali jika memang keduanya bisa memberikan manfaat dalam maksud dan tujuan kekuasaan, barulah keduanya bisa digunakan.

Saya beranggapan bahwa praktik politik yang ingin diberikan Machiavelli tidak sesuai dengan praktik politik sewajarnya. Meski ia tidak pernah menyatakan dalam bukunya The Prince bahwa nasehatnya itu untuk orang lain, namun pemikiran yang ia cetuskan tetap saja mengingkari prinsip dasar politik yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu mengenai munculnya masyarakat dan kebutuhan terhadap politik. Sehingga, bila apa yang ia kemukakan ini ditujukan pada dirinya sendiri, ia juga akan menolak. Berarti bahwa teorinya ini terjadi paradok dalam internal dirinya sendiri. Dan hal ini cukup untuk menyatakan bahwa teorinya bermasalah.

 

0 komentar:

Posting Komentar