Rabu, 05 Januari 2022

Berdamai dengan Ketidakadilan di Lingkungan Sosial

Berdamai dengan Ketidakadilan di Lingkungan Sosial

Essay Ke-3 Syarat Ujian Akhir semester

Psikologi Sosial II

(Semester Ganjil 2021/2022)


Rifa Rufianti (20310410053)

Kelas Regular (A)

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M.A



Kepuasan kerja berkaitan erat dengan tingkat kualitas kehidupan kerja dan mendukung timbulnya motivasi, komitmen organisasi, serta produktivitas kerja. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja adalah job fairness. Pentingnya pemberian gaji secara adil (distributive dan procedural justice) menjadi prediktor kuat terhadap fairness yang dirasakan karyawan (Patricia, 2017). Banyak fenomena ketidakadilan dalam pemberian reward atau imbalan. Biasanya hanya segelintir orang yang benar-benar bekerja. Namun, yang marak terjadi adalah pembagian imbalan atau reward yang disamaratakan. Oleh karena itu, perlu sekali memiliki kerelaan hati mengadapi fenomena tersebut yang memang harus terjadi.

Masalah kompensasi selalu mendapat perhatian besar dari setiap karyawan. Hal ini disebabkan karena kompensasi merupakan sumber pendapatan, merupakan penerimaan yang diperoleh karena pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya, menunjukkan kontribusi kerja mereka, dan merupakan salah satu elemen kepuasan kerja. Kepuasan terhadap kompensasi yang diterima dari seorang karyawan merupakan elemen utama terciptanya kepuasan kerja karyawan tersebut (Suhartini, 2005). Kompensasi yang merupakan imbalan atas apa yang dilakukan karyawan atau anggota dalam organisasi di lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Namun, seseorang yang memiliki kerelaan atas ketidakadilan yang kerap terjadi biasanya telah mampu berdamai atas hal tersebut.

Adanya ketidakadilan individual ini dapat menyebabkan adanya perasaan bersalah atau tidak puas. Jika seorang karyawan merasa ratio antara kompensasi dan inputnya lebih besar dari ratio kompensasi dan input karyawan lainnya, maka karyawan tersebut akan merasa bahwa dia diberi kompensasi yang lebih besar dari karyawan lainnya, dan kondisi tersebut biasanya akan menciptakan perasaan bersalah, sedangkan jika seorang karyawan merasa bahwa rasio antara kompensasi dan inputnya lebih rendah dari rasio kompensasi karyawan lainnya, maka karyawant ersebut akan merasa bahwa dia diberi kompensasi kurang, dan kondisi ini biasanya akan mengakibatnya adanya perasaan tidak puas (Suhartini, 2005). Namun, tidak selamanya pendapat ini benar dan sesuai dengan fakta di lapangan. Seseorang yang mampu mengelola hal-hal yang dilakukan dalam sebuah pekerjaan, jika memang imbalannya tidak adil, justru disamaratakan, dan tidak sesuai dengan apa yang dilakukan masing-masing individu dalam sebuah pekerjaan atau organisasi, maka ia akan tetap tennag, santai saja, dan damai. Hal ini karena masing-masing individu tentu saja memiliki rasa kepuasan yang berbeda-beda. Tidak semua orang merasa puas atas apa yang dilakukan hanya diukur secara kuantitas.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa seseorang tidak selalu mempermasalahkan hasil yang tidak adil dengan teman sebayanya yang diberi tanggung jawab sama dengan dirinya. Banyak hal yang menjadi kepuasan seseorang atas imbalan yang diterimanya, misalnya ia mampu memahami makna dari rasa tanggung jawab atas apa yang diterimanya, ia mampu mengenang rutinitas pekerjaan yang menyenangkan dan dilakukan dengan ketulusan hati. Maka, individu yang seperti ini akan mampu berdamai meskipun melihat ketidakadilan.


DAFTAR PUSTAKA

Patricia, H. (2017). Job evaluation sebagai    lngkah pengembangan aspek finansial reward management system di pt. X. Calyptra. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 6(1), 1445-1460.

Suhartini. (2005). Keadilan dalam memberikan kompensasi. Edisi Khusus JSB On Human Resources, 203-104.

0 komentar:

Posting Komentar