Senin, 14 April 2025

ESAI 1 - MERINGKAS JURNAL TENTANG SAMPAH

FAKTOR DETERMINAN PERILAKU PRO LINGKUNGAN MENGELOLA SAMPAH DITINJAU DARI PERSPEKTIF HEALTH BELIEF MODEL

Ratu Noor Temayuningrum

NIM: 24310420042

Mata Kuliah Psikologi Lingkungan

Kelas SPSJ

Nama Dosen: Dr. Arundati Shinta, M.A.

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta

TopikPro Lingkungan Mengelola Sampah, Penelitian Kuantitatif.

SumberBatrisyia Zahwa Afza Dhabitha. (2023). Faktor Determinan PerilakuPro Lingkungan Mengelola Sampah Ditinjau dari Perspektif Health Belief Model. Jurnal IDEA: Jurnal Psikologi, April 2023, Vol. 7.

PermasalahanEfek industri, pertumbuhan urban, dan agrikultural membawa dampaknegatif berupa polutan atau sampah. Per tahun 2023, SistemInformasi Pengelolaan Sampah Nasional menyatakan bahwa reratajumlah sampah di 147 kabupaten dan kota di Indonesia adalah18,408,834.44 ton per tahun. Kekurangannya adalah, SIPSN hanyamendata 147 kabupaten dan kota, sedangkan di Indonesia, terdapat514 kabupaten dan kota, terdiri atas 416 kabupaten dan 98 kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia.

Tujuan PenelitianPenelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui determinan pro environmental behaviour mengenai perilaku mengelola sampahdengan tinjauan health belief model.

Isi- Pengolahan sampah dapat menyebabkan hal negatif apabila tidakdilaksanakan dengan benar. Ketika plastik dibakar, substansiberbahaya akan terlepas, seperti parable dioxin. Merkuri, furan, dan senyawa lainnya juga akan terlepas ketika sampah plastik terbakar, terutama dalam praktik rumahan.- Pro Environmental Behavior adalah perilaku yang bersifat baik(favorable) bagi lingkungan dibanding dengan perilaku yang samafungsinya, seperti ketika berbelanja membawa tas yang bisa dipakaiberulang kali (favorable) dan memakai kantong plastik (unfavorable).- Health Belief Model (HBM) dirasa dapat menjelaskan kondisimengenai perilaku prolingkungan pada individu, sebab Health Belief Model berbicara mengenai proses pengambilan keputusan atasindividu mengenai perilaku sehat .
Metode- Penelitian merupakan penelitian kuantitatif, dengan menggunakanmetode regresi linear berganda.- Subjek penelitian adalah Mahasiswa dengan rentang usia 18 – 25 Tahun dengan partisipan sebanyak 137 orang.- Proses pengumpulan sampel penelitian menggunakan teknik simple random sampling, dan diperoleh sampel secara acak dengan jumlahminimal sampel yang diteliti diperoleh berdasar perhitunganmenggunakan peranti lunak G*Power.
Hasil- Hasil analisis deskriptif menunjukkan skor terendah pro environmental behaviour adalah 8 (delapan), skor tertinggi senilai28, dengan rerata 18.3. Pada dimensi perceived susceptibility, didapati skor terendah senilai 3, skor tertinggi senilai 15, dan rerata9.49. Kemudian, pada dimensi perceived severity, ditemukan skorterendah senilai 8, skor tertinggi senilai 15, dan rerata senilai 13.5. Pada dimensi perceived benefits, didapati skor terendah senilai 8, skor tertinggi senilai 15, dan rerata senilai 13.4. Kemudian, pada dimensi perceived barrier, didapati nilai terendah senilai 4, nilaitertinggi senilai 20, dan rerata 13.1. Lalu, pada dimensi cues to action, didapati nilai minimal 5, nilai tertinggi 20, dan rerata 13.3. Terakhir, pada dimensi self-efficacy, didapat skor minimal sebesar 8, skor maksimal sebesar 20, dengan rerata 15.1.- Hasil regresi linear berganda menunjukkan bahwa perceived susceptibility dan cues to action memiliki pengaruh pada pro environmental behaviour, dengan nilai p < 0.05 dan memilikihubungan positif.
Diskusi- Perceived susceptibility dijelaskan sebagai kepercayaan individubahwa mereka rentan terhadap suatu kondisi, terutama apabilakondisi tersebut berpotensi untuk memberi konsekuensi yang seriusbagi individu tersebut. Semakin individu yakin bahwa dirinya rentanterhadap suatu situasi, semakin tinggi kemungkinan individu tersebutuntuk bertindak.- Pada penelitian ini, ditemukan bahwa terdapat hubungan negatifantara perceived barrier dengan pro environmental behaviour, yang berarti, apabila perceived barrier menurun, maka pro environmental behaviour akan naik. Semakin tinggi hambatan dalam pelaksanaansuatu tindakan, semakin rendah kemungkinan individu untukbertindak.- Dengan tingginya cues yang didapat oleh individu, maka perilakuakan terjadi. Mengulik penemuan pada penelitian yang dilakukanoleh Lindsay & Strathman, (1997), tertulis bahwa perceived benefits dan perceived severity tidak dapat memprediksi recycling behaviour. Namun, temuan dalam penelitian ini sedikit berbeda, sebab dalampenelitian ini self-efficacy terbukti tidak memiliki pengaruh pada pro environmental behaviour.


0 komentar:

Posting Komentar