ESSAI REMIDI PSIKOLOGI LINGKUNGAN
Dosen
Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta, MA.
Nama:
Cholifahtun Pratista Dewi
Nim:
23310410120
UNIVERSITAS
PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Agustus
2025
Strategi prevention menekankan pada
kesadaran untuk tidak menghasilkan sampah sejak awal. Contohnya, membawa tas
belanja sendiri, memilih produk dengan umur pakai panjang, atau menghindari
plastik sekali pakai. Dari sudut pandang psikologi lingkungan, pencegahan
adalah tahap yang membutuhkan komitmen dan perubahan pola pikir. Individu harus
rela mengorbankan kenyamanan sesaat demi keberlanjutan jangka panjang.
Langkah berikutnya adalah reduce, yaitu mengurangi konsumsi barang yang berpotensi menjadi sampah. Misalnya, membeli kebutuhan sesuai porsi, menghemat kertas, atau mengurangi pemakaian listrik. Strategi ini lebih realistis bagi banyak orang karena tidak mengharuskan perubahan drastis, tetapi tetap membutuhkan disiplin perilaku. Kemudian terdapat reuse dan recycle. Reuse mengajarkan agar masyarakat menggunakan kembali barang-barang sebelum dibuang, seperti botol kaca, pakaian lama, atau wadah makanan. Sementara recycle menuntut adanya proses kreatif maupun teknologi untuk mengolah sampah menjadi barang baru. Keduanya membutuhkan dukungan sistem sosial seperti bank sampah, insentif ekonomi, serta kebijakan pemerintah agar masyarakat mau melakukannya secara konsisten.
Pada bagian bawah hierarki terdapat energy recovery dan disposal. Energy recovery memang dapat menghasilkan energi melalui pembakaran atau teknologi pengolahan lainnya. Namun, hal ini masih menyisakan emisi dan residu yang berpotensi mencemari lingkungan. Disposal atau pembuangan akhir di TPA ditempatkan di posisi paling rendah karena hanya menggeser masalah tanpa menyelesaikannya. Dalam soal disebutkan bahwa most favored option lebih disarankan karena menghasilkan energi yang besar untuk PLTA. Pandangan ini perlu ditinjau ulang. Prevention sebagai pilihan paling utama bukanlah karena ia menghasilkan energi, melainkan karena mampu mengurangi kebutuhan energi. Dengan mencegah sampah sejak awal, masyarakat tidak perlu lagi mengeluarkan energi, biaya, maupun teknologi tambahan untuk mengolah limbah. Sebaliknya, opsi seperti energy recovery justru menghasilkan energi tetapi dengan konsekuensi emisi karbon, polusi udara, dan biaya pengolahan tinggi. Oleh sebab itu, ia ditempatkan di urutan bawah. Jadi, ukuran keberhasilan strategi pengelolaan limbah bukanlah seberapa banyak energi yang dihasilkan, melainkan seberapa besar pemborosan energi yang berhasil dihindari.
Hirarki terbalik pengelolaan limbah memberikan panduan yang jelas tentang prioritas dalam penanganan sampah. Poin terpenting yang perlu ditegaskan adalah bahwa pencegahan bukan dimaksudkan untuk memproduksi energi, melainkan untuk menekan penggunaan energi dan sumber daya sejak awal. Dalam perspektif psikologi lingkungan, keberhasilan penerapan hierarki ini sangat ditentukan oleh kesediaan masyarakat untuk mengubah perilaku sehari-hari. Memberi edukasi, kebijakan publik, serta pembentukan norma sosial menjadi faktor penting agar strategi ini tidak hanya berhenti pada teori, tetapi benar-benar membentuk budaya baru yang ramah lingkungan.
Bagan
Hirarki Pengelolaan Limbah
Prevention
→ Reduce → Reuse → Recycle → Energy Recovery → Disposal
(Most
favored → Least favored)
Daftar
Pustaka
Ajzen,
I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and
Human Decision Processes, 50(2), 179–211.
Chowdhury, A.H., Mohammad, N., Ul
Haque, Md.R., & Hossain, T. (2014). Developing 3Rs (reduce, reuse and
recycle) strategy for waste management in the urban areas of Bangladesh:
Socioeconomic and climate adoption mitigation option. IOSR Journal of Environmental
Science, Toxicology and Food Technology (IOSR-JESTFT), 8(5), Ver. I, 9–18.
Wilson, D. C., Velis, C.,
& Cheeseman, C. (2006). Role of informal sector recycling in waste
management in developing countries. Habitat International, 30(4),
797–808.






0 komentar:
Posting Komentar