Rabu, 04 April 2018

Artikel Gangguan Somatisasi

GANGGUAN SOMATISASI
Ana Istiqomah
163104101126
Mata Kuliah Psikologi Abnormal



Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan yang ditandai oleh keluhan tentang masalah atau simtom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik (Nevid, dkk, 2005). Orang-orang yang mengidap gangguan somatoform memiliki riwayat keluhan-keluhan yang berkenaan dengan kesehatan fisik mereka, namun menunjukkan sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali dari keluhan-keluhan itu benar-benar mereka alami seperti yang mereka pikirkan. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional, gangguan pada kemampuan untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Gangguan somatoform ini tidak disebabkan oleh kepura-puraan yang disadari atau gangguan buatan. Dalam gangguan ini faktor psikologis merupakan suatu penyumbang terbesar untuk onset, keparahan dan durasi gejala.
Gangguan somatoform memiliki beberapa variasi, salah satunya adalah gangguan somatisasi.
Gangguan somatisasi ditandai dengan adanya keluhan-keluhan berupa gejala fisik yang bermacam-macam dan hampir mengenai semua sistem tubuh. Keluhan ini biasanya sudah berulang-ulang akan tetapi di tempat-tempat yang berbeda. Pengidap biasanya telah banyak berganti-ganti dokter (doctor shopping).
Keluhan yang paling sering biasanya ialah yang berhubungan dengan sistem gastrointestinal (perasaan sakit, kembung, mual dan muntah) dan keluhan pada kulit seperti rasa gatal, kesemutan, terbakar dan pedih. Individu juga sering mengeluh sakit di berbagai organ atau sistem tubuh, seperti sakit kepala, punggung, persendian, dada atau nyeri saat berhubungan badan. Terkadang individu juga mengeluhkan mengenai disfungsi seksual dan gangguan haid.
Untuk memenuhi kriteria diagnostik, individu harus mengalami keempat gejala berikut, yakni empat simtom rasa sakit di bagian yang berbeda (kepala, punggung, sendi); dua simptom gastrointestinal (diare, mual); satu simptom seksual selain rasa sakit (tidak berminat pada hubungan seksual, disfungsi erektil); dan satu simptom pseudineurologis (seperti yang terjadi dalam gangguan konversi).
Gejala-gejala (simtom) tersebut yang lebih pervasif dibanding keluhan hipokondriasis, biasanya menyebabkan hendaya, terutama dalam pekerjaan. Dalam DSM-IV-TR tercatat bahwa, simptom-simptom spesifik gangguan ini dapat bervariasi antarbudaya. Sebagai contoh, tangan terbakar atau sperti ada semut yang berjalan di bawah lutut, hal ini sering terjadi di Asia dan Afrika dibanding di Amerika Utara. Terlebih lagi gangguan tersebut dinilai sering terjadi pada budaya yang tidak mendorong ekspresi emosi secara terbuka. Gangguan somatisasi ini biasanya dimulai pada awal masa dewasa (Cloninger et al., 1986). Ada dua jenis proses somatisasi, yang pertama yaitu proses somatisasi yang bersumber dari ketidakmampuan individu mengenali reaksi perasaan disforik serta hubungannya dengan stresor dan reaksi fisiologis yang menyertainya; kedua, proses somatisasi sebagai mekanisme pertahanan diri yaitu berupa upaya disadari menggunakan keluhan atau sakit fisik untuk mendapatkan bantuan dan simpati dari lingkungannya serta kontrol terhadap lingkungan.
Contoh kasus, X seorang pegawai yang berusia 30 tahun. Sudah satu tahun lebih ia merasakan keluhan penyakit yang sering berpindah-pindah. Dari yang pegal-pegal, badan tidak enak, nyeri tulang belakang, mual, muntah serta keluar keringat dingin. X juga merasa sering sesak napas. Si X ini sudah pernah pemeriksaan ke dokter khusus penyakit dalam dan sudah melakukan serangkaian tes, akan tetapi hasilnya berada pada batas normal. Si X merasa tidak percaya pada hasil tersebut, ia kemudian pindah dan berobat pada dokter lain karena ia percaya bahwa ada yang salah dengan tubuhnya. Akan tetapi hasil yang ia dapat tetap sama, bahwa semua berada pada batas normalnya. Kemudian ia disarankan oleh temannya untuk datang ke psikiater atau psikolog, temannya berpikir mungkin saja ada masalah psikis yang melatarbelakangi keluhan-keluhannya tersebut. Akan tetapi dengan keras X menolak, karena ia merasa kehidupannya baik-baik saja. Bila ada masalah pun X lebih suka memendamnya sendiri tanpa mau menceritakan masalahnya pada istrinya.
Jadi, gangguan somatisasi ini merupakan gangguan yang timbul akibat adanya suatu tekanan psikis, yang kemudian disupresikan dan timbul dalam wujud yang berbeda, yaitu sakit fisik. Meski demikian, sakit yang individu tersebut rasakan tidak dapat dijelaskan secara medis dengan penjelasan yang kuat. Akan tetapi si pengidap memiliki keyakinan bahwa ia memanglah sakit.
Somatisasi dapat timbul karena stress, kecemasan yang berlebihan, maupun sebagai mekanisme pertahanan diri. Gejala-gejala spesifik yang timbul dari gangguan ini juga dipengaruhi oleh faktor budaya. Gangguan ini dapat dikurangi dengan terapi, salah satunya terapi kognitif.

Referensi
Boeree, C. George. 2013. General Psychology: Psikologi Kepribadian, Persepsi, Kognisi, Emosi dan Perilaku. Yogyakarta: Prismasophie.
Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., dkk. 2003. Psikologi Abnormal Edisi Ke lima/Jilid I, Terj. Abnormal Psychology in a Changing World/Fifth Edition. Jakarta: Erlangga.
Susana, Tjipto. (2010). Proses Somatisasi Dan Strategi Koping Pada Individu Alosentris (Somatization Process And Coping Strategies In Allocentric Individual). Jurnal Psikologi Indonesia, 7(1), 29-49. http://download.portalgaruda.org/
Syarif, D.F. Tryani. (2013). Hubungan Antara Stres Dengan Kecenderungan Somatisasi  Pada Mahasiswi Semester Akhir Prodi Farmasi  Fakultas Ilmu Kesehatan  Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. Pedagogik Jurnal Pendidikan, 8(2), 72 – 86.


0 komentar:

Posting Komentar