Minggu, 15 April 2018

Depresi Mayor


Gangguan Depresi Mayor
Nama : Meissy Bella Sari
Nim : 163104101143
Psikologi Abnormal



Diagnosis dari gangguan depressive mayor (major depressive disorder) didasarkan pada munculnua satu atau lebih episode mayor tanpa adanya riwayat episode manik atau hipomanik. Dalam episode depresi mayor, orang tersebut mengalami salah satu di antara mood depresi (merasa sedih, putus asa, atau “terpuruk”) atau kehilangan rasa senang dalam semua atau nerbagai aktivitas untuk periode waktu paling sedikit 2 minggu (APA,2000).
Sintom-sintom diagnostik dari episode depresi mayor adalah, mood atu depresi hampir sepanjang hari atau setiap hari, penurunan kesenangan atau minat secara drastic dalam semua aau hampir aktivitas, penurunan atau penambahan berat badan yang signifikan (penolakan atau peningkatan nafsu makan), mengalami insomnia, agitasi yang berlebihan atau melambatnya respon gerakan, perasaan lelah, perasaan tidak berharga, berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi, munculnya pikiran untuk bunuh diri.
Gangguan depresi mayor adalah tipe yang paling umum dari gangguan mood yang dapat didiagnosis, dengan perkiraan prevalensi semasa hidup berkisar antara 10% hingga 25% untuk wanita dan 5% hingga 12% untuk pria (APA,200). Depresi mayor khususnya pada episode yang lebih parah dapat disertai dengan ciri psikosis, seperti delusi bahwa tubuhnya digerogoti penyakit (Drus dkk, 1996). Orang dengan depresi berat juga dapat mengalami halusinasi seperti “mendengar” suara-suara orang lain, atau iblis, yang mengutuk mereka atas kesalahan yang dipersepsikan.
Contoh kasus gangguan depresi mayor, seorang pegawai administrasi perempuan, berusia 38 tahun, telah menderita depresi singkat yang muncul berulang kali sejak ia berusia 13 tahun. Terakhir ia merasa terganggu oleh serangan menangis di tempat kerjanya, terkadang muncul secara sangat tiba-tiba sehingga ia tidak punya cukup waktu untuk lari ke toilet wanita demi menyembunyikan tangisannya dari orang lain, ia mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi saat bekerja dan merasa kurang mendapat kepuasaan dari pekerjaan yang sebelumnya sangat ia nikmati. Ia menyimpan perasaan pesimistis dan rasa marah yang parah, yang akhir-akhir ini telah menjadikan semakin parah karena berat badannya bertambah dan ia mengabaikan perawatan terhadap diabetes yang diidapnya. Ia merasa bersalah terhadap kemungkinan bahwa ia sedang membunuh dirinya sendiri secara perlahan-lahan dengan tidak menjaga kesehatannya secara baik. Ia terkadang merasa pantas untuk mati, ia merasa terganggu oleh rasa kantuk yang berlebihan selama satu etengah tahun terakhir ini, dan surat izin mengemudinya telah ditahan karena kecelakaan bulan kemarin di mana ia tertidur saat menyetir, yang menyebabkan mobilnya menabrak kotak telepon umum. Hampir tiap pagi ia bangun dengan rasa pusing dan merasa “tidak bersemangat”, serta tetap mengantuk sepanjang hari. Ia tidak pernah memiliki pacar tetap, dan hidup tentram dengan ibunya, tanpa adanya teman dekat di luar keluarga. Selama wawancara, ia berulang kali menangis dan menjawab prtanyaan dengan nada suara yang lambat, sambil terus-menerus melihat kebawah.
Episode-episode depresi mayor dapat berlangsung dalam jangka bulanan atau satu tahun atau bahkan lebih. Orang yang terus memiliki sintom-sintom sisa depresi setelah satu episode depresi pertama cenderung lebih sering kambuh. Dengan adanya pola kemunculan berulang dari episode depresi mayor dan simtom-simtom yang terus bertanbah, banyak ahli memandang depresi mayor sebagai suatu gagguan kronis, bahkan sepanjang hidup. Dari sisi positinya semakin panjang periode kesembuhan depresi mayor, semakin rendah resiko untuk kambuh di kemudian hari (Solomon dkk, 2000).
Menurut pendapat saya, meski perubahan dalam mood sebagai respon dari naik dan turunya kehidupan sehari-hari cukup normal, perubahan mood yang persisten atau parah atau siklus kegirangan dan depresi yang ektrem, dapat menjadi petunjuk adanya suatu gangguan mood.


Sumber :
Jeffrey S. Nevid, Spencer A Rathus, Beverly Greene. (2003). Psikologi Abnormal. Edisi kelima Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga

0 komentar:

Posting Komentar