PSIKOLOGI INOVASI
ESAI 4
Partisipasi lomba
Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta, MA.
Maulana Malik Ibrahim
22310410091
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
2024
Menghidupkan Tradisi di Rantau: Ikut Lomba Pantun Sumatera Selatan di Yogyakarta
Sebagai seorang mahasiswa asal Sumatera Selatan yang merantau ke Yogyakarta, menjaga tradisi dan kebudayaan daerah selalu menjadi hal penting bagi saya. Identitas budaya tidak hanya membentuk siapa saya, tetapi juga menjadi sarana untuk memperkenalkan kekayaan tradisi Sumatera Selatan kepada masyarakat yang lebih luas. Salah satu momen istimewa yang saya alami adalah ketika mengikuti lomba pantun antar mahasiswa asal Sumatera Selatan di Yogyakarta. Lomba ini bukan hanya sekadar kompetisi, tetapi juga bentuk pelestarian budaya yang penuh makna.
Persiapan yang Penuh Semangat
Ketika informasi tentang lomba pantun ini diumumkan, saya langsung merasa antusias. Pantun adalah salah satu bentuk sastra lisan khas Melayu yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Sumatera Selatan. Melalui pantun, kita bisa menyampaikan pesan, nasehat, bahkan hiburan dengan cara yang kreatif dan menyenangkan.
Saya memulai persiapan dengan mencari inspirasi dari pantun-pantun tradisional yang sering saya dengar sejak kecil. Saya juga berdiskusi dengan teman-teman mahasiswa asal Sumatera Selatan lainnya untuk mendapatkan ide-ide segar. Tantangannya adalah bagaimana membuat pantun yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menggambarkan nilai-nilai budaya daerah seperti gotong-royong, keramahan, dan kearifan lokal.
Di tengah kesibukan kuliah, saya meluangkan waktu khusus setiap hari untuk berlatih. Saya mencoba berbagai tema, mulai dari cinta tanah air, kehidupan mahasiswa, hingga kekayaan alam Sumatera Selatan. Selain itu, saya juga mempelajari cara penyampaian pantun yang menarik, karena dalam lomba ini, penampilan juga dinilai.
Hari lomba akhirnya tiba. Aula tempat acara diadakan penuh dengan mahasiswa asal Sumatera Selatan yang tinggal di Yogyakarta. Atmosfernya begitu hangat dan penuh semangat kekeluargaan. Acara ini tidak hanya menjadi ajang lomba, tetapi juga tempat berkumpul dan bernostalgia tentang kampung halaman.
Ketika giliran saya tampil, perasaan gugup dan antusias bercampur menjadi satu. Saya mengenakan pakaian tradisional Sumatera Selatan, lengkap dengan songket yang elegan. Saya membuka penampilan dengan sebuah pantun.
Referensi
Braginsky, V. (2004). Warisan Sastra Melayu Tradisional . Singapura: NUS Press.
0 komentar:
Posting Komentar