Senin, 30 September 2024

E2-WAWANCARA DISONANSI KOGNITIF: The Impact Of Cognitive Dissonance On Active Snokers' Behavior

 

THE IMPACT OF COGNITIVE DISSONANCE ON ACTIVE SMOKERS' BEHAVIOR

PSIKOLOGI INOVASI

E2 – WAWANCARA DISONANSI KOGNITIF

DOSEN PENGAMPU: Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA.

FINDA PENSIUNA WATI

22310410189

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

YOGYAKARTA

SEPTEMBER – 2024

 

            Merokok termasuk perilaku yang sering menjadi dilema untuk perokok aktif. Sebetulnya, mereka menyadari risiko kesehatan yang di timbulkan oleh Si Nikotin. Namun, di sisi lain keinginan atau ketergantungan yang membuat meraka kesulitan untuk berhenti. Kondisi ini sering kali di sangkut – pautkan dengan fenomena psikologi yang di sebut dengan disonansi kognitif, ketidak nyamanan mental yang sering muncul ketika seseorang menghadapi dua atau lebih keyakinan, ataupun tindakan yang saling bertentangan. Dengan ini, saya akan mengeksplorasi bagaimana disonansi kognitif akan mempengaruhi perokok aktif melalui wawancara dengan salah satu perokok aktif yang telah lama mengalami konflik antara kebiasaan merokok, namun tahu resikonya.

Banyak para perokok aktif  yang mengembangkan mekanisme pertahanan diri sebagai cara untuk mengurangi ketidaknyamanan mereka rasakan akibat dari disonansi kognitif. Salah satu mekanisme sering kali muncul yaitu rationalization, perokok aktif sering kali mencari banyak alasan untuk membenarkan kebiasaannya.

Dalam wawancara dengan Charles Toon (48) seorang Project Engineering di perusahaan swasta yang berada di Qatar, Toon termasuk perokok aktif dari usia 21 tahun. Toon mengungkapkan, “ Saya tahu merokok itu tindakan yang sangat buruk, tapi hidup juga penuh dengan stress, terlebih saat pekerjaan saya menumpuk. Kalo tidak merokok saya tidak bisa focus bekerja ”. Hal ini mencerminkan bahwa upanyanya adalah membenarkan kebiasaan merokok dengan mengkaitkan rokok sebagai cara untuk mengelola stress yang dia hadapi, walaupun dia juga menyadari tindakan tersebut sangatlah beresiko untuk kesehatannya.

Denial ataupun penyangkalan sering kali di gunakan kebanyakan perokok aktif untuk mengatasi disonansi. “ Saya selama ini baik-baik saja. Menurut saya tergantung dengan daya tahan tubuh setiap individunya.” tambahnya. Mekanisme ini memungkinkan Toon untuk menolak fakta yang bertentangan  dengan perilaku dan masih merasa nyaman untuk merokok.

Toon mengalami konflik batin antara keinginan untuk berhenti dan telah menjadi candu. “ Saya telah mencoba untuk berhenti beberapa kali. Tapi tetap gagal, akhirnya berlanjut sampai saat ini, “. ungkapnya. Dalam situasi tersebut Toon mencoba untuk mengurangi disonansi kognitif dengan cara memberikan justifikasi sementara bagi perilaku yang ia tahu tidak sesuai dengan nilai dan tujuannya.

Fenomena ini juga menjadikan Toon merasa bersalah. “ setiap saya merokok di hadapan anak saya. Saya merasa bersalah. Saya menyadari bahwa ini contoh yang buruk untuknya,” paparnya. Rasa bersalah inilah yang menjadi bagian dari ketidaknyamanan psikologis yang muncul akibat dari disonansi  antara perilaku Toon seperti memberikan contoh untuk anaknya.

Meskipun Toon telah mengunakan mekanisme pertahanan diri, “ saya pernah mengikuti program untuk berhenti merokok. Namun, gagal. Mungkin karena saya masih belum siap secara mental.” Jelasnya. Toon berusaha untuk mengatasi ini dengan mengubah perilakunya, namun, gagal karena factor dari psikologis ketergantungan kepada Si Nikotin.

Sehingga, disonansi kognitif yang di alami oleh perokok aktif seperti Charles Toon merupakan fenomena psikologis yang kompleks, karena melibatkan pertentangan di antara keinginan untuk bisa berhenti merokok ataupun kebiasaan untuk bisa dapat mempertahankan kebutuhan merokoknya. Melalui wawancara ini, saya dapat melihat mekanisme untuk mempertahankan diri pada rasionalisasi dan penyangkalan yang di gunakan oleh perokok untuk mengurangi setidaknyamanan yang mereka rasakan akibat konflik antara kesadaran akan resiko terhadap rokok dan kebiasaannya.

Dalam jangka waktu berkepanjangan, disonansi kognitif dapat memicu perasaan bersalah, stress, dan kegagalan dalam upaya untuk berhenti merokok. Karena itu, di perlukan pendekatan psikologis untuk bisa membantu perokok aktif seperti Toon agar dapat menghadapi konflik dan pada akhirnya bisa mengambil langkah tepat untuk bisa lebih mementingkan kesehatan dan hidup sehat. Harapan saya kedepannya, Toon bisa meninggalkan kebiasaan merokok tersebut.

 

Referensi

Festinger, L. (1957). A Theory of Cognitive Dissonance. Stanford University Press.

Tesser, A., & Rosen, S. (1975). "The reluctance to transmit bad news." Advances in Experimental Social Psychology, 8, 193-232.

Cooper, J. (2007). Cognitive Dissonance: 50 Years of a Classic Theory. Sage Publications.

Marlatt, G. A., & Gordon, J. R. (1985). Relapse Prevention: Maintenance Strategies in the Treatment of Addictive Behaviors. Guilford Press.

Tversky, A., & Kahneman, D. (1974). "Judgment under uncertainty: Heuristics and biases." Science, 185(4157), 1124-1131.

0 komentar:

Posting Komentar