Sabtu, 09 November 2024

Esai 8: UTS - "Upaya Individu mengamankan diri dari situasi tidak nyaman menurut pendekatan EVLN Model" - Evan Prima Pohan - 23310420033

"Upaya individu mengamankan diri dari situasi tidak nyaman menurut pendekatan EVLN Model"


PSIKOLOGI INOVASI

ESAI 8 - Ujian Tengah Semester
Analisa Bagan Model EVLN

Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta, MA.


Ditulis Oleh:
Evan Prima Pohan
23310420033

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

YOGYAKARTA

2024


Ketidakpuasan karyawan adalah masalah yang sering muncul di berbagai perusahaan, mulai dari masalah komunikasi yang buruk, kebijakan yang tidak transparan, hingga tidak adanya kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan diri. Ketika karyawan merasa suara mereka tidak didengarkan atau kontribusi mereka tidak dihargai, ketidakpuasan dapat berkembang menjadi ancaman bagi produktivitas, moral tim, dan lingkungan kerja yang kondusif. Memahami bagaimana respons-respons yang berbeda muncul melalui EVLN Model membantu perusahaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih positif, di mana karyawan merasa didengarkan dan dihargai.

Model EVLN mengkategorikan respon karyawan melalui empat kuadran: ExitVoiceLoyalty, dan Neglect. Model ini terdiri dari dua dimensi: Active-Passive dan Constructive-Destructive (Rusbult et al., 1988). Dimensi Active-Passive menunjukkan sejauh mana keterlibatan individu dalam menghadapi masalah, sementara Constructive-Destructive mengindikasikan apakah respons individu bertujuan memperbaiki situasi atau justru merusaknya. Dalam lingkungan kerja, pemahaman atas model ini memungkinkan organisasi untuk mengenali respons destruktif, seperti exit dan neglect, serta mempromosikan respons konstruktif, seperti voice dan loyalty.

Gambar 1. Respon individu terhadap situasi tidak nyaman

Exit termasuk kudran aktif-destruktif, di mana individu memilih meninggalkan situasi yang tidak memuaskan. Exit biasanya terjadi ketika karyawan merasa kondisi kerja tidak mungkin diperbaiki. Misalnya, seorang staf administrasi di sebuah perusahaan retail yang frustasi karena ketidakjelasan kebijakan promosi dan perkembangan karier dapat memilih mengundurkan diri. Respons ini sering muncul ketika perusahaan tidak menyediakan jalur komunikasi yang efektif untuk menangani ketidakpuasan karyawan, sehingga exit dianggap sebagai solusi terakhir (Farrell, 1983). Untuk mencegah respons exit, perusahaan perlu menyediakan jalur komunikasi yang lebih terbuka dan transparan agar karyawan dapat merasa didengarkan dan dimengerti sebelum memilih pergi.

Sebaliknya, Voice termasuk kuadran aktif-konstruktif. Ketika karyawan memilih voice, mereka mencoba memperbaiki situasi dengan menyampaikan keluhan atau memberi saran. Misalnya, seorang desainer grafis yang merasa workload terlalu tinggi dapat berbicara dengan manajer mengenai pembagian kerja atau mengusulkan pembagian tugas yang lebih efisien. Respons voice memperlihatkan adanya harapan dan komitmen untuk perbaikan situasi (Leck & Saunders, 1992). Untuk mendorong Voice, perusahaan dapat membangun budaya kerja yang terbuka, di mana karyawan merasa aman untuk berbicara mengenai masalah dan saran mereka. Lingkungan yang mendukung voice cenderung menghasilkan solusi yang konstruktif untuk masalah-masalah yang muncul.

Loyalty termasuk kuadran pasif-konstruktif. Dalam hal ini, karyawan memilih bertahan dalam situasi tanpa aktif berusaha mengubahnya, berharap kondisi akan membaik seiring waktu. Contohnya, seorang pegawai yang loyal mungkin tetap bekerja dengan tekun meskipun kecewa dengan kebijakan baru yang merugikan. Mereka mungkin percaya bahwa kondisi kerja akan membaik atau bahwa manajemen akan melakukan perubahan di masa depan (Withey & Cooper, 1989). Loyalitas ini bisa menjadi kekuatan positif bagi organisasi, tetapi ada risiko bahwa jika harapan mereka tidak terpenuhi, loyalitas dapat berubah menjadi apatisme atau pasrah. Untuk memelihara loyalitas yang sehat, perusahaan bisa mendukung karyawan setia melalui penghargaan atau insentif yang mendorong keterlibatan mereka lebih jauh.

Neglect termasuk kuadran pasif-destruktif. Ketika karyawan merasa tidak ada peluang untuk memperbaiki situasi, mereka mungkin menunjukkan respons neglect, yaitu mengabaikan tanggung jawab dan menunjukkan penurunan kinerja. Contoh nyata adalah seorang staf layanan pelanggan yang merasa tidak didukung oleh manajemen dalam menangani pelanggan sulit, sehingga mulai menurunkan standar layanan dan sering absen. Respons ini bisa sangat merugikan perusahaan karena mengurangi produktivitas dan berdampak buruk pada moral tim (Hagedoorn et al., 1999). Untuk menangani neglect, perusahaan perlu menciptakan sistem pemantauan performa dan dukungan karyawan agar mereka merasa bahwa tugas mereka dihargai dan didukung oleh manajemen.

Secara keseluruhan, pendekatan ini dapat membantu perusahaan untuk memahami berbagai respons karyawan terhadap ketidakpuasan. Dengan mengenali kecenderungan Exit dan Neglect, serta mendorong Voice dan Loyalty, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih positif dan produktif. Misalnya, perusahaan yang menyediakan jalur komunikasi terbuka untuk menerima saran karyawan dapat lebih baik menangani masalah secara konstruktif, sehingga mengurangi risiko exit atau neglect. 

 

Daftar Pustaka

Farrell, D. (1983). Exit, voice, loyalty, and neglect as responses to job dissatisfaction: A multidimensional scaling study. Academy of Management Journal, 26(4), 596-607.

Hagedoorn, M., Van Yperen, N. W., Van de Vliert, E., & Buunk, B. P. (1999). Employees’ reactions to problematic events: A circumplex structure of five categories of responses, and the role of job satisfaction. Journal of Organizational Behavior, 20(3), 309-321.

Leck, J. D., & Saunders, D. M. (1992). Hirschman's loyalty: attitude or behavior?. Employee Responsibilities and Rights Journal, 5(3), 219-230.

Rusbult, C. E., Farrell, D., Rogers, G., & Mainous, A. G. (1988). Impact of exchange variables on exit, voice, loyalty, and neglect: An integrative model of responses to declining job satisfaction. Academy of Management Journal, 31(3), 599-627.

Withey, M. J., & Cooper, W. H. (1989). Predicting exit, voice, loyalty, and neglect. Administrative Science Quarterly, 34(4), 521-539.




0 komentar:

Posting Komentar