Jumat, 08 November 2024

Psikologi Inovasi, Tugas Esai-2, Wawancara tentang Disonansi Kognitif, Arundati Shinta, Juliani Mariati Larosa (22310410072), Oktober & 2024

 Disonansi Kognitif dan Pertahanan Diri dari Kasus Perokok Elektrik 

Juliani Mariati Larosa 

22310410073

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali dihadapkan pada fenomena disonansi kognitif, yaitu keadaan di mana keyakinan yang dianut tidak selaras dengan perilaku yang ditunjukkan. Kasus seorang mahasiswa bernama RN, yang memiliki ketergantungan pada rokok elektrik, menjadi contoh menarik untuk menganalisis fenomena ini. Hasil wawancara yang dilakukan pada 19 Oktober 2024 menunjukkan bagaimana konflik antara keyakinan dan perilaku dapat memicu ketidaknyamanan psikologis, serta bagaimana individu menggunakan mekanisme pertahanan diri untuk mengatasi disonansi tersebut. Kasus ini juga akan menghubungkan konsep disonansi kognitif dengan psikologi inovasi untuk memahami bagaimana faktor-faktor sosial dan motivasi personal dapat memengaruhi perilaku individu dalam konteks adopsi teknologi baru, seperti rokok elektrik.
 
Disonansi kognitif, sebagaimana dijelaskan oleh Leon Festinger (dalam Fitri, 2013), adalah keadaan ketidaknyamanan psikologis yang muncul ketika seseorang memegang dua atau lebih keyakinan, sikap, atau perilaku yang saling bertentangan. Dalam kasus RN, disonansi kognitif muncul dari konflik antara keyakinannya bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan dan perilakunya yang terus mengonsumsi rokok elektrik. RN menyadari bahwa rokok elektrik berbahaya bagi kesehatan, bahkan lebih berbahaya daripada rokok biasa. Namun, dia tetap mengonsumsi rokok elektrik karena merasa tidak nyaman ketika tidak merokok. Dia mengakui bahwa dirinya tidak bisa mengontrol diri dan mengalami perubahan mood, emosi, dan motivasi ketika tidak menghisap rokok atau vape.
 
Untuk mengatasi disonansi kognitif yang dialaminya, RN menggunakan beberapa mekanisme pertahanan diri. Salah satunya adalah penyangkalan. RN berusaha untuk mengurangi disonansi dengan menyangkal bahaya rokok elektrik. Dia mengakui bahwa rokok elektrik sama berbahayanya dengan rokok biasa, tetapi dia tetap mengonsumsi rokok elektrik dengan alasan bahwa dia sudah terlanjur kecanduan dan tidak bisa berhenti. Selain penyangkalan, RN juga menggunakan rasionalisasi. RN mencoba untuk membenarkan perilakunya dengan mencari alasan yang dapat diterima secara sosial. Dia beralasan bahwa dia mencoba untuk mengurangi konsumsi rokok elektrik dan bahwa dia termotivasi untuk berhenti oleh kekasihnya. RN juga mencoba untuk mengurangi disonansi dengan mengubah perilakunya. Dia mengurangi jumlah konsumsi liquid rokok elektriknya dan berusaha untuk berhenti merokok sepenuhnya.
 
RN menghadapi beberapa permasalahan terkait dengan kebiasaan merokoknya. Pertama, dia mengalami ketergantungan fisik dan psikologis pada rokok elektrik. Dia merasa tidak nyaman dan mengalami perubahan mood ketika tidak merokok. Kedua, RN mengalami konflik antara keyakinannya bahwa merokok berbahaya dengan perilakunya yang terus merokok. Ketiga, RN merasa sulit untuk berhenti merokok karena pengaruh teman-temannya yang juga merokok.
 
Kasus RN dapat dihubungkan dengan psikologi inovasi, yang mempelajari bagaimana individu mengadopsi teknologi baru. Rokok elektrik merupakan inovasi teknologi yang diklaim lebih aman daripada rokok biasa. Namun, seperti yang terlihat pada kasus RN, adopsi teknologi baru tidak selalu didasarkan pada informasi rasional dan objektif. Faktor-faktor sosial, seperti pengaruh teman dan persepsi tentang status sosial, dapat memengaruhi keputusan individu untuk mengadopsi teknologi baru. Motivasi personal, seperti keinginan untuk mengurangi stres atau meningkatkan kepercayaan diri, juga dapat berperan dalam adopsi teknologi.
 
Kasus RN menunjukkan bahwa disonansi kognitif merupakan fenomena kompleks yang dapat memengaruhi perilaku individu. Individu menggunakan berbagai mekanisme pertahanan diri untuk mengatasi ketidaknyamanan psikologis yang ditimbulkan oleh konflik antara keyakinan dan perilaku. Psikologi inovasi dapat membantu kita memahami bagaimana faktor-faktor sosial dan motivasi personal dapat memengaruhi adopsi teknologi baru, termasuk teknologi yang berpotensi berbahaya seperti rokok elektrik.
 
Daftar Pustaka
 
Fitri, R.A. (2013). Gambaran disonansi kognitif pada wanita perokok dewasa muda berpendidikan tinggi. Humaniora, 4(1), 547-555.


0 komentar:

Posting Komentar