Essai 7 Psikologi Lingkungan – Belajar Menjadi Bank Sampah
UJIAN AKHIR SEMESTER
PSIKOLOGI LINGKUNGAN
BANK SAMPAH
NAUFAL M A LUBIS
22310420087
Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arundati Shinta M. A
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Gambar : Penglolaan arang ronsokan/bank sampah khuss non organik.
Sebagai salah mahasiswa psikologi lingkungan tempat tinggal saya, saya semakin memahami bahwa permasalahan sampah bukan hanya soal tumpukan limbah, tetapi juga soal perilaku manusia. Melalui pendekatan psikologi lingkungan, kita belajar bahwa perubahan lingkungan yang berkelanjutan harus dimulai dari kesadaran individu terhadap dampak tindakannya.
Permasalahan sampah di masyarakat sering kali muncul karena rendahnya kepedulian dan kurangnya informasi. Banyak orang masih menganggap membuang sampah adalah urusan sederhana, padahal sampah yang tidak terkelola dengan baik bisa merusak ekosistem, mencemari air tanah, bahkan memengaruhi kesehatan mental dan fisik manusia. Saat lingkungan kotor dan tidak teratur, hal ini bisa meningkatkan stres dan rasa tidak nyaman dalam keseharian.
Bank sampah hadir sebagai solusi yang tidak hanya praktis, tapi juga edukatif seta menghasilkan. Di sini, warga diajak memilah sampah sejak dari rumah. Sampah anorganik seperti plastik, kertas, dan logam ditabung, lalu ditukar menjadi poin atau uang. Tapi yang lebih penting dari nilai ekonominya adalah terbentuknya kebiasaan baru yaitu memilah, peduli, dan bertanggung jawab.
Gambar : Penglolaan arang ronsokan/bank sampah khuss non organik.
Saya menyaksikan sendiri bagaimana partisipasi warga tumbuh memerhatikan kepeduian pada sampah sekitaran tempat tinggal saya. Adanya gerakan yang baik dan kesadaran yang tinggi oleh masyarakat menjadikan bank sampah atau tempat pengumpulan sampah menjadi terjalankan dengan baik. Ditempat saya tinggal daerah keldokan, terdapat bank sampah atau tempat pengepul yang menampung sampah non-organik dalam jumlah besar. Perlu di garis bawahin ini bukan bank sampah yang bersar ataupun sudah dilabelkan sebagi bank sampah oleh kedinasan yang bertugas, melainkan wadah seperti pengepulan sampah non-organik. Memiliki ruang yang terbatas, tetapi memiliki kualitas jual-beli yang baik setiap harinya. Banyak yang awalnya ragu, kini aktif dan bahkan menularkan semangatnya ke orang lain. Ini sejalan dengan prinsip psikologi lingkungan, di mana perilaku seperti gotong royong dan kepedulian terhadap lingkungan bisa menular secara sosial.
Keuntungan bank sampah tidak hanya dari sisi lingkungan dan ekonomi. Ada juga keuntungan psikologis: warga merasa lebih berdaya dan memiliki kontribusi nyata terhadap perubahan. Dalam jangka panjang, ini memperkuat ikatan sosial, membangun rasa tanggung jawab bersama, dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat secara fisik dan mental.
Harapan saya ke depan, bank sampah bisa menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat, terutama anak muda. Melalui edukasi dan keterlibatan aktif, kita bisa menciptakan budaya baru yang lebih ramah lingkungan. Karena pada akhirnya, menjaga bumi bukan tugas satu orang, tapi tanggung jawab bersama.
Mari mulai dari langkah kecil: memilah sampah, menyetorkan ke bank sampah, dan menyebarkan semangat peduli lingkungan. Karena perubahan besar selalu dimulai dari diri sendiri.






0 komentar:
Posting Komentar