Kamis, 25 April 2024

Mengenal Songbun, 'kasta sosial' Korut berdasarkan 'kesetiaan' pada rezim penguasa

https://www.bbc.com/indonesia/articles/cn3dynr70gmo


Nama: Tegar Chandra Surya Perdana

Nim: 22310410028

Dosen Pengampu: FX. Wahyu Widiantoro S.Psi., MA

 

Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, mempertahankan sistem klasifikasi dan kontrol sosial yang diwarisi kakeknya, pendiri negara Kim Il-sung.

Sistem songbun yang berlaku di Korea Utara merupakan sebuah fenomena unik yang mencerminkan kontrol sosial ekstrem oleh rezim penguasa. Sistem ini mengklasifikasikan warga negara ke dalam tiga kelas utama berdasarkan kesetiaan leluhur mereka terhadap rezim: kelas atas (haeksim), kelas menengah (dongyo), dan kelas bawah atau musuh (choktae). Pembagian kelas ini memiliki konsekuensi besar dalam kehidupan sehari-hari warga Korea Utara, termasuk akses terhadap pendidikan, pekerjaan, layanan kesehatan, dan tempat tinggal.

Dalam perspektif psikologi abnormal, sistem songbun dapat ditelaah melalui teori kontrol sosial dari Travis Hirschi (1969). Teori ini menyatakan bahwa individu yang memiliki ikatan sosial yang lemah, seperti kurangnya komitmen terhadap norma-norma sosial dan keterlibatan dalam aktivitas konvensional, cenderung terlibat dalam perilaku menyimpang. Dalam konteks Korea Utara, rezim penguasa menggunakan sistem songbun sebagai alat untuk mempertahankan kontrol sosial yang ketat dengan membatasi kebebasan individu dan menciptakan ketakutan akan konsekuensi pelanggaran terhadap norma-norma yang ditetapkan.

Selain itu, teori psikoanalisis dari Sigmund Freud (1923) juga dapat digunakan untuk memahami dampak psikologis dari sistem songbun. Freud menyatakan bahwa manusia memiliki dorongan naluriah yang disebut id, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan mencari kenikmatan. Namun, dalam konteks Korea Utara, id ini dikendalikan secara ketat oleh rezim penguasa melalui sistem songbun, yang mengekang kebebasan individu dan membatasi akses terhadap sumber daya dan peluang kehidupan.

Sistem songbun juga dapat menyebabkan dampak psikologis yang signifikan bagi warga Korea Utara, seperti rasa ketakutan, kecemasan, dan rendahnya harga diri. Mereka yang berada di kelas bawah (choktae) menghadapi diskriminasi sistematis, akses yang sangat terbatas terhadap pendidikan dan layanan kesehatan, serta pekerjaan yang sulit dan berbahaya. Kondisi ini dapat menyebabkan stres kronis, depresi, dan gangguan mental lainnya.

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan upaya internasional untuk menekan rezim Korea Utara agar mengakhiri sistem songbun yang diskriminatif dan melanggar hak asasi manusia. Selain itu, diperlukan dukungan psikologis dan rehabilitasi bagi warga Korea Utara yang telah melarikan diri dari negara tersebut untuk membantu mereka mengatasi trauma dan dampak psikologis akibat sistem songbun.

 

Daftar Pustaka

Freud, S. (1923). The Ego and the Id. Vienna: Internationaler Psychoanalytischer Verlag.

Hirschi, T. (1969). Causes of delinquency. Berkeley: University of California Press.

Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2018). Abnormal psychology in a changing world (10th ed.). Pearson.

0 komentar:

Posting Komentar