Semester Ganjil
(2021/2022)
Jhuan Riswanda Anasay
(20310410035)
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Dosen Pengampu: Dr.
Arundhati Shinta, MA.
Taman Wisata Batu Kapal, yang terletak di Klenggotan RT 01 Srimulyo, Piyungan. Tempat seluas 5.000 meter yang berada di pinggir Sungai Opak ini selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan. Padahal, sampai saat ini, lokasi yang menawarkan pemandangan berupa batuan dari bentukan lava cair gunung api purba ini belum pernah dibuka secara resmi.
“Resmi dibuka belum pernah. Tapi banyak pengunjung yang
datang ke sini. Terutama, para pegowes,” kata Samsi Dwi Asapa Rudin,
Koordinator Taman Wisata Batu Kapal, Senin (31/5/2021).
Para pegowes yang datang ini, lanjut dia, rata-rata berasal
dari Solo dan Semarang. Selain itu juga berasal dari beberapa wilayah di DIY.
Mereka sengaja datang ke tempat ini, setelah memacu sepeda mereka melewati
beberapa rute di wilayah Piyungan dan Berbah.
“Perlahan, tempat ini mulai dikenal. Pegowes banyak yang
datang, sekadar melepas lelah dan membagikan foto swafoto di tempat ini. Dan
booming tempat ini terjadi pada Juni lalu, ada puluhan ribu yang datang. Kalau
akhir pekan biasanya seribuan, sedang hari biasa ratusan pengunjung,” terang
Samsi.
Walaupun Kawasan ini berlokasi agak jauh dari jalan raya,
para pengunjung tetap banyak yang berantusisas datang, Kawasan ini memang harus
melewati pedesan dan jalan berkelok-kelok untuk sampai ke sungainya.
Sebelum dikenal sebagai lokasi wisata, menurut dia, Batu
Kapal adalah kawasan di pinggir Sungai Opak yang kotor dan dipenuhi oleh
sampah. Oleh warga sekitar, kawasan yang kini tidak hanya menawarkan
pemandangan batuan dan sungai, tapi juga digunakan sebagai wahana tubing dan
susur menggunakan ban ini kemudian dibersihkan.
Adapun untuk pembangunan dan penataan kawasan tersebut yang
dimilai 11 April 2020 tersebut sepenuhnya hanya mengandalkan semangat dan doa.
Bahkan, sebagai awal penataan, ungkap Samsi, warga sekitar nekat memotong bambu
yang ada di kawasan Batu Kapal dan menjualnya. Uang dari penjualan itu,
digunakan warga untuk membuat rambu penunjuk ke kawasan lokasi wisata
tersebut.
“Jadi modal kami nol. Kami sadar 80 persen warga di sini
bekerja sebagai buruh. Jadi tidak mungkin swadaya. Semua biaya pembangunan
mengandalkan dana retribusi dari pengunjung. Dan tiket masuk itu pun
seikhlasnya.
Meski mengandalkan tiket masuk seikhlasnya dari pengunjung,
papar Samsi, ternyata Batu Kapal mampu mengangkat perekonomian warga. Hal ini
terbukti dengan berdirinya sekitar 22 warung milik warga sekitar yang
menawarkan berbagai macam menu makanan kepada pengunjung di tempat tersebut.
Kedepannya kawasan ini akan dikelola lebih baik lagi agar terciptanya kawasan wisata yang bisa memberikan manfaat untuk warga sekitar dan juga bisa menambah destinasi wisata baru dijogja.
0 komentar:
Posting Komentar