Jumat, 07 Januari 2022

Kesetaraam Gender Tuntutan Laki-Laki Untuk Menjadi Pemimpin Alih-Alih Perempuan?

 Essay Persyaratan UAS

 Psikologi Sosial 2

(Semester Ganjil 2021/2022)

Elyza Alvinna Mu’arif (20310410074)

Kelas A

Fakultas Psikologi Universitas 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A



Sejak lama peran gender tentang perempuan hanya dianggap menjadi ibu rumah tangga. Akibatnya banyak yang memandang perempuan tidak perlu mendapat pendidikan tinggi karena akhirnya akan mengurus keluarga dan bersih-bersih di rumah. Karena dalam kehidupan masyarakat, adanya feminin dan maskulin yang tidak dapat dipisahakan dari laki-laki dan perempuan, yang sudah melekat pada karakter perempuan dan laki-laki. Menurut Sigler (Rafella, 2018), mengatakan bahwa pemimpin laki-laki dinilai lebih efektif daripada pemimpin perempuan dalam semua kondisi dan bahwa para karyawan lebih memilih bekerja untuk pemimpin laki-laki daripada pemimpin perempuan agar dapat mencapai tujuan perusahaan diperlukan suatu kontrol dalam sistem pengendalian manajemen untuk menyatukan visi misi perusahaan yang kemudian akan dikomunikasikan kepada karyawan dalam perusahaan.

Tentunya karena setiap perusahaan pasti memiliki cara tersendiri dalam mencapai tujuan, sehingga perusahaan membutuhkan suatu sistem pengendalian dan gaya kepemimpinan yang berbeda, yang menurutnya paling baik sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Namun setiap orang memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda. Tetapi perbedaan ini tidak berarti bahwa yang satu lebih baik dari yang lain. Persepsi dalam masyarakat adalah bahwa hanya laki-laki yang bisa menjadi pemimpin yang baik; dan akibatnya, masyarakat selalu menolak perempuan dalam kepemimpinan karena tidak sesuai dengan standarnya. Persepsi di masyarakat hanya laki-laki yang bisa menjadi pemimpin yang baik dan oleh karenanya masyarakat masih tetap menolak perempuan dalam kepemimpinan karena tidak sesuai dengan norma yang berlaku (Yulianti, Dwi, & Diki, 2019).

Dalam kaitannya tentang gender, dimungkinkan perbedaan gender ikut serta dalam perbedaan sistem pengendalian manajemen yang diterapkan oleh seorang pemimpin yang memberikan visi masa depan yang lebih menjanjikan. Hal ini ditunjukkan dengan fakta bahwa perempuan memiliki modal berupa sifat untuk menjadi pemimpin sebagaimana telah ditunjukkan oleh RA Kartini sebagai panutan bagi perempuan di Indonesia.

Pada survei menurut Ketchum Leadership Communication Monito (Quamila, 2020), di bukannya digunakan sebagai ketukan palu bahwa setiap pemimpin dunia masa depan harus perempuan, dan laki-laki tidak lagi memiliki tempat dalam kepemimpinan. Sebaliknya, inilah saatnya untuk melepaskan persepsi lama masyarakat tentang peran gender di tempat kerja. Perempuan akan unggul saat diberi kesempatan untuk bersinar. Begitu pula dengan laki-laki, terutama ketika mereka juga merasa perlu untuk membuktikan diri dalam peran non-tradisional (Salsabilla, 2021). Laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki peran sebagai pemimpin, memang memiliki pemimpin perempuan secara nyata akan membantu memperbaiki stereotip dan prasangka terhadap pekerja perempuan yang selama ini masih terjadi.

Daftar Pustaka

Quamila, A. (2020). Siapa yang lebih baik jadi pemimpin: pria atau wanita?. Hellosehat.com. 5 November. Retrieved on January 5, 2021 from: https://hellosehat.com/mental/mental-lainnya/pemimpin-yang-lebih-baik-pria-atau-wanita/

Rafella, E. (2018). Penerapan gender terhadap gaya kepemimpinan terkait results control dan process control di rumah makan x. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 7(1).

Salsabila, A. (2021). Kesetaraan gender di tempat kerja: perempuan juga bisa jadi pemimpin. Yayasanpulih.com. 27 April. Retrieved on January 5, 2021 from: http://yayasanpulih.org/2021/04/kesetaraan-gender-di-tempat-kerja-perempuan-juga-bisa-jadi-pemimpin

Yulianti, R., Dwi D., Diki P. (2018). Women leadership: telaah kapasitas perempuan sebagai pemimpin. Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan. 10(2).


0 komentar:

Posting Komentar