Pesona
Gunung Merapi Menyambut Pagi, Mari Pancarkan Aura Positif dalam Diri
Tulisan
untuk Ujian Akhir Semester
Psikologi
Manajemen dan Organisasi
(Semester
Ganjil 2021/2022)
Rifa
Rufianti (20310410053)
Kelas
Regular (A)
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Dosen
Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M.A
Gambar
diambil di Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
Keindahan
gunung bisa juga dinikmati dari jarak yang sangat jauh. Namun, hal ini tidak
akan menghilangkan nuansa indah yang disuguhkan alam. Suasana pagi yang segar,
siap menyambut makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan segala aktivitasnya. Manusia
dan alam telah ditakdirkan hidup berdampingan. Manusia diberi mandat untuk
menjaga kelestarian alamnya agar tetap sejuk dan asri. Alam yang dirawat tentu
saja akan memberikan timbal balik positif untuk seluruh umat manusia dan
makhluk lainnya. Begitu pula sebaliknya, alam yang hanya dirusak akan membawa bencana.
Sebagai
gunung berapi yang masih aktif, Merapi merupakan pesona tersendiri bagi
penduduk yang tinggal di lereng-lerengnya. Keserasian hubungan manusia dengan
alam sebagaimana dalam konsep kearifan lokal Jawa memayu hayuning
bawana, mempercantik atau memperindah dunia (Prasojo, 2018). Pesona gunung
merapi yang diiringi hamparan sawah dengan tanaman padinya yang mulai menghijau
menggambarkan aura positif tersendiri. Aura yang ditampilkan alam merupakan
sumber energi bagi manusia yang mau untuk mensyukuri nikmat Tuhan karena tidak
sedikit manusia yang hanya merusak alam. Padahal alam nan indah ini telah
diciptakan untuk keseimbangan seluruh penghuni bumi ini. Mereka diciptakan
untuk saling berdampingan. Sama halnya dengan jiwa dan raga yang diciptakan
saling melekat dalam diri manusia. Sesungguhnya dalam tubuh yang sehat terdapat
jiwa yang kuat. Dua hal tersebut harus ada keseimbangan yang saling berhubungan
untuk terciptanya hal positif yang
mengandung nilai-nilai tertentu. Misalnya saja, tersenyum. Raga yang dipaksakan
untuk tersenyum tidak akan memancarkan aura positif tanpa ada dorongan dan
ketulusan hati. Senyum hanya akan menjadi sebuah tarikan bibir yang tidak ada
nilainya sama sekali.
Manusia
adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya.
Dalam interaksinya tentu saja membutuhkan keutuhan energi jiwa dan raga. Hal ini
disebabkan energi yang terpancar dari jiwa saja, sedangkan raga tidak
digerakkan sejalan dengan jiwa maka kurang maksimal. Begitu pula dengan
beribadah. Ibadah adalah media mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal ini juga
memerlukan kekuatan lahir batin yang saling menyatu.
Dapat
kita ketahui bahwa dalam melakukan apapun senantiasa membutuhkan keutuhan
energi yang bersumber dari jiwa dan raga. Karena pada dasarnya, manusia terdiri
dari ruh dan jasad yang saling berkesinambungan. Menjadi manusia yang mampu
memancarkan aura positif akan memberikan benefit tersendiri untuk dirinya dan
lingkungannya. Suasana menjadi nyaman, tenang, dan damai. Kebiasaan ini jika bisa
dilakukan dengan konsisten, semakin meluaslah kekuatan positif pada diri
manusia. Pada hakikatnya manusia yang bermanfaat adalah manusia yang senantiasa
memberikan hal positif ke lingkungannya sebagai sarana rasa syukur atas nikmat
yang diberikan Tuhan.
Daftar Pustaka
Prasojo, M. N. B. (2018). Konstruksi Sosial
Masyarakat Terhadap Alam Gunung Merapi: Studi Kualitatif tentang Kearifan Lokal
yang Berkembang di Desa Tlogolele Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Jurnal
Analisa Sosiologi, 4(2).
Tulisan
ini adalah narasi untuk Lomba Memotret dengan tema “Potret Nusantara” Periode
lomba berlangsung tanggal 1-31 Desember 2021.
0 komentar:
Posting Komentar