Tugas
Mata Kuliah Teknik Penyusunan Skripsi
Dosen
Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta, M.A
Rahayu
(20310410061)
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Topik |
Alexithymia, Agresivitas, Remaja |
Sumber |
Victoria Cindy & Tri Kurnia Ambarini. (2021). Hubungan antara Kecenderungan Alexithymia dengan
Agresivitas pada Usia Remaja. Buletin
Riset Psikologi dan Kesehatan Mental (BRPKM), 2021 Vol. 1(1), 687-694 |
Permasalahan |
Permasalahan pada penelitian ini adalah berkaitan dengan penelitian
terlebih dahulu mengenai agresi merupakan bentuk luapan emosi negatif yang
tidak dapat dikontrol, seperti rasa frustrasi dan amarah disertai rasa tidak
suka yang kuat. Akan tetapi, penelitian selanjutnya menyatakan adanya masalah
dalam fungsi emosional juga dapat menyebabkan munculnya agresivitas, seperti
rendahnya kesadaran emosi. Beberapa penelitian telah mengkonfirmasi hal tersebut,
akan tetapi terdapat pula penelitian lain yang menemukan hal yang sedikit
berlawanan. Penelitian oleh Evren, dkk. (2015) menemukan individu dengan
alexithymia memiliki tingkat agresi yang lebih tinggi dibandingkan individu
non-alexithymia. Penelitian Janik McErlean & Lim (2019) dan Li, dkk
(2020) juga menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara alexithymia dan
agresi. Sebaliknya, de Schutter, dkk. (2016) menemukan bahwa peningkatan
level alexithymia tidak terkait dengan level agresivitas yang lebih tinggi.
Alasannya karena individu yang lebih sadar secara emosi dapat memberikan
respon stres yang lebih tinggi terhadap stimulus ancaman sehingga rentan akan
pikiran dan emosi negatif. Studi literatur oleh Hemming, dkk. (2019) juga
menyebutkan adanya sedikit asosiasi antara agresivitas dengan karakteristik
alexithymia yaitu gaya berpikir konkrit dimana individu mengabaikan emosi
dalam diri. Disebutkan bahwa mengabaikan emosi dalam diri memungkinkan
seseorang untuk melindungi kondisi mental dari efek buruk seperti menyalahkan
diri sendiri, meskipun juga tidak memungkinkan untuk melakukan penilaian
ulang terhadap suatu masalah (Larionov & Grechukha, 2020). |
Tujuan Penelitian |
Tujuan penelitian ialah untuk menguji korelasi atau
hubungan antara alexithymia dan agresivitas pada remaja sehingga tipe
penelitian kuantitatif korelasional akan digunakan sebagai metode penelitian. |
Isi |
Alexithymia
karakteristik kepribadian atau trait berupa defisit kognitif dalam
mengidentifikasi dan mengkomunikasikan emosi, serta rendahnya pikiran akan
emosi (Jenkins, 2018; Taylor, dkk., 1999). karakteristik utama dari
alexithymia yakni defisit kognitif dalam mengidentifikasi dan mengungkapkan
emosi, serta kurang memikirkan emosi yang dirasakan Prevalensi
kekerasan yang tinggi pada beberapa tahun terakhir menunjukkan seriusnya
permasalahan agresivitas dalam kehidupan masyarakat. Sistem Nasional
Pemantauan Kekerasan Indonesia (SNPK) pada tahun 2015 menunjukkan terjadinya
insiden kekerasan sebanyak 2.027 kasus di 34 provinsi di Indonesia. Dampak
dari kekerasan tersebut menyebabkan sebanyak 216 orang tewas dan 1.690 orang
cedera. Agresivitas yang terjadi pada individu erat kaitannya dengan proses
emosional (Nurfitria & Machsunah, 2019; Teten, dkk., 2008). Menurut
Rinanda & Haryanta (2017), agresi merupakan bentuk luapan emosi negatif
yang tidak dapat dikontrol, seperti rasa frustrasi dan amarah disertai rasa
tidak suka yang kuat. Akan tetapi, penelitian selanjutnya menyatakan adanya
masalah dalam fungsi emosional juga dapat menyebabkan munculnya agresivitas,
seperti rendahnya kesadaran emosi (Aeni, 2011; Gillespie, dkk., 2018;
Merdekasari & Chaer, 2017; Roberton, dkk., 2012). |
Metode |
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
kuesioner self-report mencakup informasi mengenai identitas partisipan dan
skala Likert yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Analisis
data akan dilakukan dengan bantuan program SPSS 22.0 for windows. Uji
normalitas menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov karena jumlah sampel yang
diatas 100 orang. Penelitian ini menggunakan skala agresi (BPAQ-29) dan skala
alexithymia (TAS-20). Uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan signifikan
antara alexithymia dan agresivitas pada usia remaja, r(204) = 0,41, p =
0,000. Persentase tertinggi variabel alexithymia pada remaja berada pada skor
tertinggi, sedangkan persentase tertinggi variabel agresivitas berada pada
skor moderat. Hasil penelitian ini mengimplikasikan adanya masalah emosi dan
agresi pada usia remaja yang cukup tinggi sehingga perlu pencegahan masalah
mental yang lebih parah bagi remaja di kemudian hari. |
Hasil |
Berdasarkan hasil penelitian Hasil analisis deskriptif
menunjukkan bahwa partisipan yang tidak mengalami alexithymia ialah sebanyak
57 orang (27,7%), partisipan yang memiliki skor alexithymia ambang berjumlah
51 orang (24,8%), dan partisipan yang memiliki skor alexithymia tinggi ialah
sebanyak 98 orang (47,6%). Sementara itu, partisipan yang memiliki skor
agresivitas rendah berjumlah sebanyak 29 orang (14%), partisipan dengan skor
agresivitas moderat berjumlah 140 orang (68%), dan partisipan dengan skor
agresivitas tinggi berjumlah 37 orang (18%). Hasil uji korelasi menunjukkan
nilai koefisien korelasi sebesar rs(204) = 0,41, p < 0,05 dan memiliki
kekuatan hubungan (rs) yang berada pada kisaran antara 0,30 – 0,49 yang
termasuk kekuatan hubungan yang moderat. Kesulitan mengidentifikasi dan
mendeskripsikan emosi (DIF dan DDF) menunjukkan nilai korelasi p < 0,05
dengan dimensi PA (Physical Agression), Ang (Anger), dan H (Hostility).
Dimensi Verbal Agression (VA) menunjukkan korelasi sebesar p > 0,05 dengan
keseluruhan dimensi alexithymia (DIF, DDF, dan EOT). Dimensi EOT menunjukkan
korelasi sebesar p > 0,05 dengan keseluruhan dimensi agresivitas (PA, VA,
H, dan Ang). |
Diskusi |
Berdasarkan
hasil penelitian sebelumnya, hubungan yang positif dan signifikan antara
alexithymia dan agresivitas pada remaja menunjukkan bahwa remaja yang
memiliki kecenderungan alexithymia yang tinggi lebih mungkin untuk mengalami
peningkatan agresivitas, begitu pun sebaliknya. Temuan dalam penelitian ini
sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya, salah satunya ialah penelitian
Janik McErlean dan Lim 2019 serta Li dan kawan-kawan 2020 menemukan bahwa
terdapat hubungan positif antara alexithymia dan agresi. Emosi berfungsi
menyediakan informasi untuk mengarahkan, mengontrol, dan meregulasi perilaku
yang sejalan dengan norma sosial. Namun, individu yang mengalami alexithymia
seringkali tidak sadar atau kebingungan akan emosi yang dirasakan beserta
penyebabnya. Kesulitan dalam mengekspresikan perasaan tersebut dapat membuat
individu mengalami frustrasi atau distres internal sehingga gagal mengatur
emosi secara adaptif dan berujung pada munculnya masalah perilaku Konrath
dkk. , 2012 Aricak Ozbay, 2016 Li, dkk. , 2020. Secara umum, bentuk perilaku
agresif memang dapat disebabkan oleh adanya afek negatif, seperti kemarahan.
Akan tetapi, tidak selamanya kemarahan terwujud dalam perilaku agresi karena
masih bergantung pada apa yang dilakukan terhadap afek negatif tersebut Aeni,
2011. Dalam hal ini, keterampilan emosional individu memainkan peran penting.
Keterampilan emosional yang baik membuat individu dapat mengendalikan
perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi
yang ada sehingga tidak mudah meluapkan energinya ke arah perilaku yang
merugikan diri sendiri maupun orang lain. Seperti yang kita ketahui, masa
remaja dipandang sebagai tahap perkembangan emosional masih berada dalam
proses pematangan dan dapat mengarah ke berbagai gaya dan metode ekspresi
emosi pada masing-masing remaja. Remaja seringkali sulit menunjukkan,
mengkontrol, dan mengatur emosinya sehingga membuat remaja menggunakan
mekanisme koping untuk meredam emosinya secara maladaptif, salah satunya agresi.
Periode pematangan emosional yang kurang sukses inilah yang dapat membuat
remaja rentan terhadap banyak masalah kesehatan mental yang lebih berat,
salah satunya alexithymia Sfeir dkk. |
0 komentar:
Posting Komentar