Keyakinan Yang Mendukung Tindak Kekerasan Perundungan
Berdasarkan Perspektif Perbedaan Jenis Kelamin
Essay 3
Psikologi Sosial
Diana Widiastuti
22310410034
Dosen Pengampu : Dr.,
Dra. ARUNDATI SHINTA MA
Fakultas Psikologi Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta
Topik |
Perspektif perbedaan jenis
kelamin, perundungan, penelitian kuantitatif |
Sumber |
Barualogo, I.S., Kusdiyati, S.
& Wahyudi, H. (2023). Keyakinan yang Mendukung Tindak Kekerasan
Perundungan Berdasarkan Perspektif Perbedaan Jenis Kelamin. Jurnal Psikologi
Sosial (JPS). 2023, Vol.21, No. 01, 83-97. |
Permasalahan |
Frekuensi
terjadinya kasus perundungan di Indonesia tergolong cukup tinggi. Sepanjang
tahun 2011 hingga 2019, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima
2,473 laporan kasus perundungan dan KPAI meyakini bahwa kasusnya terus
meningkat setiap tahun (Widyanuratikah & Maharani, 2020). Perbedaan jenis kelamin juga dikaitkan
dengan keyakinan yang mendukung tindak kekerasan. Tindakan agresif yang
dilakukan oleh laki-laki dianggap lebih bisa diterima dibandingkan tindakan
agresif yang dilakukan oleh perempuan (Stewart-Williams, 2002). Perbedaan jenis kelamin juga masih
menjadi perdebatan dalam kaitannya dengan perundungan, baik dalam konteks
sebagai korban maupun pelaku. |
Tujuan Penelitian |
· Untuk menganalisis kontribusi keyakinan
yang mendukung tindak kekerasan terhadap tindakan perundungan pada siswa laki-laki dan siswa perempuan SD dan SMP. · Untuk mengisi kesenjangan informasi
mengenai kontribusi keyakinan yang mendukung tindak kekerasan terhadap
tindakan perundungan melalui perspektif perbedaan jenis kelamin. · Untuk memberikan masukan berharga bagi
orang tua dan guru dalam upaya prevensi tindakan perundungan di sekolah. ·
Untuk
menggugah
para peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan pada pelaku tindakan
perundungan agar pemahaman mengenai perundungan menjadi lebih komprehensif
dari sudut pandang pelaku. |
Isi |
· Menanggapi tingginya angka
prevalensi kasus perundungan di Indonesia, Pemerintah Republik Indonesia
menunjukkan keseriusan dalam menangani perundungan di sekolah melalui
Permendikbud Nomor 82 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak
Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Namun, angka perundungan tetap
memiliki kecenderungan mengalami peningkatan. Menurut Komisioner KPAI, salah
satu penyebab tingginya angka kejadian perundungan adalah masyarakat yang
berubah menjadi lebih agresif dan melakukan tindakan represif yang berulang-ulang, sehingga ditiru oleh anak dan
remaja (Widyanuratikah & Maharani, 2020). ·
Perundungan didefinisikan sebagai
tindakan agresif yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan kekuatan, yang
dilakukan secara berulang kali (Espelage & Hong, 2019; Espelage &
Swearer, 2003; Olweus, 1978). ·
Terdapat tiga bentuk perundungan di
sekolah, yaitu perundungan fisik (dipukul oleh anak lain di sekolah),
perundungan verbal (dipanggil dengan julukan buruk atau diejek oleh anak lain
di sekolah), dan perundungan psikologis, misalnya dikucilkan oleh anak lain
di kelas (Borualogo & Casas, 2021b). ·
Siswa yang memiliki keyakinan yang
mendukung tindak kekerasan menggunakan kekerasan fisik ketika mereka diganggu
oleh siswa lain dan meyakini bahwa hanya dengan menggunakan kekerasanlah
siswa dapat menghentikan gangguan yang mereka terima (Bosworth et al., 1999).
Siswa juga meyakini bahwa akan dianggap sebagai pengecut jika menghindar dari
perkelahian (Bosworth et al., 1999). Perbedaan jenis kelamin juga dikaitkan
dengan keyakinan yang mendukung tindak kekerasan. Tindakan agresif yang
dilakukan oleh laki-laki dianggap lebih bisa diterima dibandingkan tindakan
agresif yang dilakukan oleh perempuan (Stewart-Williams, 2002). |
Metode Penelitian |
· Populasi penelitian ini adalah
siswa SD dan SMP di Kota Bandung. Untuk mendapatkan sampel yang
representatif, digunakan teknik sampling klaster bertstrata yang diambil
secara acak. Tipe sekolah yang menjadi klaster dalam penelitian ini adalah
tipe sekolah berbasis agama dan tidak berbasis agama, serta tipe sekolah
negeri dan swasta. · Penelitian
ini merupakan penelitian non-eksperimental
yang mengkaji kontribusi dari keyakinan yang mendukung tindak kekerasan terhadap
perilaku perundungan (fisik, verbal, dan psikologis) pada siswa SD dan siswa
SMP yang dianalisis berdasarkan perbedaan jenis kelamin. · Alat
ukur penelitian
ini terdiri dari 6 pertanyaan, yaitu (1) Jika saya menghindar dari
perkelahian, saya akan dianggap pengecut/penakut, (2) Tidak apa-apa jika
memukul seseorang yang memukul kamu duluan, (3) Jika anak lain mengganggu
saya, saya biasanya tidak dapat menyuruhnya berhenti kecuali saya memukulnya,
(4) Jika saya menolak untuk berkelahi, teman-teman akan menganggap bahwa saya
penakut, (5) Saya tidak perlu berkelahi, karena ada cara-cara lain untuk
mengatasi kemarahan, dan (6) Jika saya mau, saya biasanya dapat membicarakan
asal muasal penyebab masalahnya dengan seseorang yang mengajak saya
berkelahi. Terdapat 5 pilihan skala jawaban pada setiap pertanyaan, yaitu
Sangat tidak setuju = 1, Tidak setuju = 2, Agak setuju = 3, Setuju = 4, dan
Sangat setuju = 5. Skala jawaban bersifat terbalik untuk pertanyaan nomor 5
dan 6. Semakin tinggi skor mengindikasikan semakin kuatnya keyakinan siswa
dalam mendukung tindak kekerasan. Nilai Cronbach’s Alpha alat ukur ini adalah
0.755. Mengacu pada Sugiyono (2008), seluruh pertanyaan dalam alat ukur ini
dinyatakan valid karena berada di atas nilai R tabel = 0.081 dengan N >
1,000 dan probabilitas 0.01. · Perilaku
perundungan diukur menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Cole et al.
(2006) dan telah diadaptasi ke dalam konteks Indonesia dengan mengacu pada
prosedur adaptasi alat ukur lintas budaya (Borualogo et al., 2019). · Analisis
data menggunakan regresi linier dengan PROCESS v4.1 untuk menguji jenis
kelamin sebagai variabel moderator terhadap keyakinan yang mendukung tindak
kekerasan dan tindakan perundungan. Analisis deskriptif juga dilakukan dengan
menyajikan frekuensi tindakan perundungan serta nilai rerata (M) dan Standard
Deviation (SD) untuk melihat signifikansi perbedaan kekuatan keyakinan yang
mendukung tindak kekerasan pada kelompok siswa laki-laki dan siswa perempuan. · Hipotesis : (1) Keyakinan yang mendukung tindak kekerasan (X)
berhubungan dengan tindakan perundungan fisik (Y), hanya pada jenis kelamin
tertentu (M). (2) Keyakinan yang mendukung tindak kekerasan (X)
berhubungan dengan tindakan perundungan verbal (Y), hanya pada jenis kelamin
tertentu (M). (3) Keyakinan yang mendukung tindak kekerasan (X)
berhubungan dengan tindakan perundungan psikologis (Y), hanya pada jenis
kelamin tertentu (M). |
Hasil |
· Lebih banyak siswa laki-laki yang
melakukan tindakan perundungan dibandingkan siswa perempuan pada ketiga tipe
perundungan (fisik, verbal, dan psikologis). · Tindakan
perundungan yang paling banyak terjadi adalah perundungan verbal · Siswa laki-laki lebih kuat memiliki
keyakinan yang mendukung tindak kekerasan fisik, verbal, dan psikologis
dibandingkan siswa perempuan. · Jenis kelamin tidak menjadi moderator
terhadap hubungan antara keyakinan yang mendukung tindak kekerasan dengan
tindak perundungan fisik. · Tidak adanya interaksi antara jenis
kelamin dengan keyakinan yang mendukung tindak kekerasan dan tindakan
perundungan fisik. |
Diskusi |
· Berita di media massa menunjukkan
bahwa tindakan perundungan semakin sering ditayangkan oleh pelaku melalui
media sosial untuk mendapatkan perhatian dari publik. Bahkan tidak jarang
pelaku perundungannya adalah perempuan (Putri, 2019). · Peran jenis kelamin perempuan tidak
menekankan pada agresivitas. Perempuan lebih dituntut untuk menunjukkan
kualitas kepribadian yang lembut dan menghindari tindakan agresif terhadap
orang lain. Ketika pada umumnya siswa perempuan meyakini peran jenis kelamin
ini, mereka tidak akan melakukan perundungan secara terbuka, tetapi dengan
melakukan pengucilan terhadap siswa lain. ·
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pelaku perundungan, baik siswa laki-laki maupun perempuan, sama-sama
mendapatkan pengaruh yang sama kuatnya dalam melakukan tindak perundungan
verbal. Dan di antara ketiga jenis perundungan (fisik, verbal, dan
psikologis), keyakinan yang mendukung tindak kekerasan memberikan kontribusi
paling besar terhadap terjadinya perundungan verbal, yaitu sebesar 9.3%. · Iklim
sekolah menjadi prediktor perundungan di mana guru dan seluruh komponen
sekolah perlu menciptakan rasa aman agar siswa terhindar dari rasa takut
mendapatkan penyerangan. Hasil ini membuka peluang untuk melakukan kajian
lanjutan mengenai faktor-faktor lain yang menjadi prediktor perundungan. · Tindakan
prevensi perlu dilakukan terhadap perundungan di sekolah, baik dengan
pelakunya laki-laki maupun perempuan. |
0 komentar:
Posting Komentar