Senin, 05 Mei 2025

ESSAI 6-BELAJAR KELOLA SAMPAH DI TPS RANDU ALAS

 ESSAI: PENGELOLAAN SAMPAH DI TPS RANDU ALAS

PSIKOLOGI LINGKUNGAN


Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta, MA.

Nama: Alifa Maura Bunga Herina

NIM: 24310430041


Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

2025

Pengelolaan sampah menjadi isu penting yang tidak bisa diabaikan, terutama seiring meningkatnya jumlah penduduk dan konsumsi barang sehari-hari. Salah satu tempat pengelolaan sampah yang menarik untuk dikaji adalah Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) Randu Alas di daerah Ngaglik, Sleman. Saya beserta teman di Universitas Proklamasi 45 berkesempatan melakukan kunjungan ke TPS ini untuk memahami secara langsung bagaimana sistem pengelolaan sampah dijalankan, tantangan yang dihadapi, serta solusi yang diterapkan di lapangan.

Setibanya di TPS Randu Alas, saya mendapati bahwa sekitar 80% dari total sampah yang masuk merupakan sampah plastik dari produk pabrikan, seperti kemasan makanan, minuman, sabun, kantong plastik (kresek), dan botol plastik. Sampah organik hanya mencakup 15%, sementara 5% sisanya terdiri dari sampah lain-lain seperti kaca, logam, atau bahan yang tidak bisa didaur ulang. Komposisi ini mencerminkan tingginya ketergantungan masyarakat terhadap produk instan berkemasan plastik, yang sayangnya sulit terurai secara alami dan menjadi ancaman serius bagi lingkungan.

Salah satu hal yang menarik dari TPS ini adalah sistem pengelolaan yang cukup rapi. Pengangkutan sampah dibagi menjadi tiga zona, yakni:

  1. Zona A diangkut setiap Senin dan Kamis

  2. Zona B pada Selasa dan Jumat

  3. Zona C pada Rabu dan Sabtu

Pembagian zona ini mempermudah operator sampah dalam mengelola waktu dan tenaga, sekaligus memastikan bahwa semua wilayah terlayani secara berkala. Iuran pelanggan juga dibedakan berdasarkan jenis pengguna layanan, yaitu:

  1. Rumah tangga biasa

  2. Rumah tangga usaha (seperti laundry dan warung),

  3. Rumah usaha besar (seperti Alfamart, asrama, dan lainnya).

Dana dari iuran ini digunakan untuk membayar gaji operator sampah, meskipun hingga saat ini belum mencapai standar UMR. Sebagian kebutuhan operasional seperti kendaraan pengangkut dan mesin ditopang oleh subsidi dari pemerintah.

Dalam hal pemrosesan, TPS Randu Alas memiliki sistem pemilahan sampah anorganik menjadi 17 jenis, sebuah langkah maju yang jarang diterapkan di TPS lain. Sampah plastik dijual ke tukang rosok dan kemudian dikirim ke pabrik daur ulang. Sampah organik diolah menjadi kompos atau ditimbun dalam lubang tanah agar tidak mencemari lingkungan. Untuk sampah yang tidak bisa didaur ulang seperti pembalut atau popok bekas pakai, dilakukan pembakaran di tungku khusus hingga menjadi abu.

Dari sisi sumber daya manusia, TPS Randu Alas memiliki tujuh orang operator sampah. Meski jumlah ini terbatas, mereka bekerja keras setiap hari menghadapi berbagai risiko seperti luka akibat benda tajam, paparan bau menyengat, hingga potensi infeksi dari sampah medis atau pampers. Untuk mengantisipasi hal ini, TPS bekerja sama dengan puskesmas setempat untuk memberikan tunjangan kesehatan, dan juga menyediakan unit pertolongan pertama untuk kecelakaan kerja di lokasi TPS sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan.

Risiko dan kendala yang dihadapi TPS Randu Alas cukup kompleks. Mulai dari minimnya kesadaran masyarakat dalam memilah sampah dari rumah, jumlah operator yang terbatas, beban kerja yang tinggi, peralatan yang terbatas, hingga pengelolaan keuangan yang belum ideal karena keterbatasan dana dari iuran pelanggan. Belum lagi pola konsumsi masyarakat yang terus memproduksi sampah plastik dalam jumlah besar, sementara upaya pengurangan dan edukasi masih berjalan lambat.

Kesimpulan

Kunjungan ke TPS Randu Alas memberikan gambaran nyata tentang kompleksitas pengelolaan sampah di tingkat lokal. Meski menghadapi banyak keterbatasan, TPS ini telah menerapkan sistem kerja yang cukup rapi dan bertanggung jawab, mulai dari pemilahan, pengolahan, hingga distribusi kerja. Upaya mereka patut diapresiasi dan dijadikan contoh, meskipun dukungan dari masyarakat dan pemerintah masih sangat diperlukan, terutama dalam bentuk edukasi, peningkatan sarana, dan insentif yang layak bagi para operator sampah. Kesadaran kolektif untuk mengelola sampah sejak dari rumah menjadi kunci utama agar sistem pengelolaan seperti di TPS Randu Alas bisa berjalan lebih efektif dan berkelanjutan.



0 komentar:

Posting Komentar