Senin, 12 Mei 2025

ULANGAN TENGAH SEMESTER

 UJIAN TENGAH SEMESTER PSIKOLOGI LINGKUNGAN

TENTANG PENJELASAN HIRARKI PRIORITAS PENGELOLAAN LIMBAH

DOSEN PENGAMPU:

Dr., Dra., Arundati Shinta, MA.


           Yuli Eka Larasati( 23310410132 )

         JURUSAN PSIKOLOGi UNIVERSITAS 

                     PROKLAMASI 45

Permasalahan limbah atau sampah menjadi tantangan besar di Indonesia dan dunia. Limbah, baik organik maupun anorganik, terus bertambah seiring pertumbuhan penduduk dan aktivitas manusia. Sampah sering dianggap sebagai sesuatu yang tidak berguna dan harus dibuang, padahal jika dikelola dengan baik, limbah dapat menjadi sumber daya yang bermanfaat. Penumpukan sampah yang tidak terkelola dapat menimbulkan polusi, penyakit, dan berbagai masalah lingkungan lainnya. Oleh karena itu, pengelolaan limbah yang efektif sangat penting untuk menjaga kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

Salah satu pendekatan yang kini banyak diterapkan adalah hirarki pengelolaan limbah, yang menempatkan berbagai metode pengelolaan berdasarkan prioritas dan dampaknya terhadap lingkungan. Hirarki ini menekankan bahwa pencegahan dan pengurangan limbah dari sumbernya adalah langkah paling utama, sedangkan pembuangan akhir menjadi pilihan terakhir.

Hirarki pengelolaan limbah menurut Chowdhury et al. (2014) terdiri dari enam tingkatan, dari yang paling disarankan hingga yang paling tidak disarankan:


1. Prevention (Pencegahan)

Pencegahan adalah upaya untuk mencegah timbulnya sampah sejak awal. Contohnya:

a. Membawa tas belanja sendiri dan menolak kantong plastik sekali pakai.

b. Memilih produk dengan kemasan minimal atau ramah lingkungan.

Langkah ini paling diutamakan karena mengurangi beban pengelolaan limbah di tahap selanjutnya

2. Reuse (Penggunaan Kembali)

Menggunakan kembali barang yang masih layak pakai untuk memperpanjang umur pakainya. Contohnya:

a. Menggunakan botol kaca bekas untuk wadah minuman.

b. Memanfaatkan pakaian lama menjadi lap atau kerajinan tangan.

Reuse mengurangi kebutuhan akan produk baru dan menghemat sumber daya.

3. Reduce (Pengurangan)

Mengurangi jumlah sampah dengan konsumsi bijak. Contohnya:

a. Membeli barang sesuai kebutuhan, bukan keinginan.

b. Memilih produk yang tahan lama dan bisa diperbaiki.

Reduce membantu menekan jumlah limbah yang dihasilkan masyarakat.

4. Recycling (Daur Ulang)

Mengolah sampah menjadi bahan baku atau produk baru. Contohnya:

a. Mendaur ulang kertas bekas menjadi kertas baru.

b. Mengolah plastik bekas menjadi bahan baku kerajinan.

Daur ulang mengurangi penggunaan bahan mentah baru dan menekan volume sampah yang masuk ke TPA.

5. Energy Recovery (Pemulihan Energi)

Memanfaatkan limbah yang tidak bisa didaur ulang untuk menghasilkan energi, seperti listrik dari pembakaran sampah di PLTSa. Contohnya:

a. Sampah organik diolah menjadi biogas.

b. Sampah anorganik dibakar untuk menghasilkan listrik.

Energy recovery menjadi solusi untuk limbah yang tidak bisa diolah dengan cara lain, namun tetap menghasilkan emisi dan residu.

6.Disposal (Pembuangan Akhir)

Pembuangan limbah ke TPA sebagai langkah terakhir untuk residu yang tidak bisa diolah lagi. Contohnya:

a. Limbah B3 yang tidak dapat didaur ulang.

b. Sisa pembakaran yang tidak bisa dimanfaatkan lagi.

Disposal berisiko menimbulkan polusi dan emisi gas rumah kaca jika tidak dikelola dengan baik

posisi energy recovery yang berada di peringkat kelima dalam hirarki limbah menyatakan bahwa sebaiknya energy recovery ditempatkan di posisi paling atas, sehingga semua sampah langsung diolah menjadi energi, lalu sisa hasilnya baru dimanfaatkan untuk produk ekonomi sirkuler. Argumen ini muncul karena perilaku 3R dianggap sulit, mahal, dan membutuhkan ketekunan tinggi, sehingga masyarakat cenderung memilih cara instan seperti energy recovery. Namun, menempatkan energy recovery di posisi teratas justru berpotensi menurunkan motivasi masyarakat untuk melakukan 3R. Jika semua sampah langsung dijadikan energi, masyarakat akan kehilangan insentif untuk mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang sampah. Padahal, pencegahan dan pengurangan limbah dari sumbernya jauh lebih efisien dalam menghemat sumber daya dan mengurangi polusi lingkungan.Selain itu, proses energy recovery seperti pembakaran sampah tetap menghasilkan emisi gas rumah kaca dan residu yang harus diolah lebih lanjut. Pengelolaan limbah berbasis 3R lebih ramah lingkungan, mengurangi kebutuhan bahan baku baru, dan mendukung ekonomi sirkuler yang berkelanjutan. Oleh karena itu, hirarki limbah yang menempatkan energy recovery setelah upaya pencegahan, pengurangan, penggunaan kembali, dan daur ulang sudah sangat tepat dan relevan untuk mendorong perilaku masyarakat yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Hirarki pengelolaan limbah menekankan pentingnya pencegahan, penggunaan kembali, pengurangan, dan daur ulang sebelum melakukan energy recovery dan pembuangan akhir. Kritik terhadap posisi energy recovery perlu dipertimbangkan secara hati-hati agar tidak mengurangi motivasi masyarakat dalam menjalankan perilaku 3R yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Dengan demikian, pengelolaan limbah yang efektif akan tercapai dan lingkungan tetap terjaga. 



0 komentar:

Posting Komentar