Dampak Kesehatan Mental Bagi Remaja Korban Bullying
di Sekolah & Cara Mengatasinya
Tulisan ini untuk memenuhi Ujian Akhir Psikologi Sosial I
Semester Genap 2020/2021
Winne Herwina (20310410018)
Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta, M.A
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Banyak sekali permasalahan kesehatan
mental yang muncul pada remaja akhir-akhir ini. Permasalahan kesehatan mental
remaja dipicu oleh banyak, hal salah satunya merupakan dampak dari perilaku
bullying yang diterima di dalam kehidupan sosialnya. Tidak hanya itu, bullying
sekarang banyak terjadi di lingkungan pendidikan atau sekolah. Sekolah yang
seharusnya sebagai tempat untuk belajar dan bersenang-senang dengan teman akan
terlihat suram dan menakutkan bagi korban bullying. Bullying dilakukan oleh
pelaku bullying yang dengan sengaja melakukan tindakan agresi terhadap korban. Psikolog
sosial mendefinisikan agresi sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan
untuk merugikan individu lain yang tidak ingin dirugikan (Baron &
Richardson, 1994). Karena melibatkan persepsi niat, apa yang tampak seperti
agresi dari satu sudut pandang mungkin tidak terlihat seperti itu dari sudut
pandang lain, dan perilaku berbahaya yang sama mungkin atau mungkin tidak
dianggap agresif tergantung pada niatnya. Namun, kerugian yang disengaja
dianggap lebih buruk daripada kerugian yang tidak disengaja, bahkan ketika
kerugiannya sama (Ames & Fiske, 2013).
Permasalahan kesehatan mental yang sering terjadi salah
satunya stress dan depresi. Perilaku yang ditimbulkan akibat depresi pun
beragam antara lain self harm yaitu perilaku menyakiti diri sendiri guna
melampiaskan emosi yang menumpuk dan bahkan depresi dengan tingkat lebih tinggi
bisa membuat korban berpikir untuk bunuh diri. Bagi korban bullying yang
mendapatkan tindakan agresi dari pelaku pastinya sangat tertekan dan hal itu
membuat korban merasa dia tidak dianggap dilingkungan sekolahnya. Bullying
sebagai tindakan agresi yang didapat korban berupa tindakan fisik dan verbal. Contoh
perilaku agresif verbal yang sering dilakukan antaara lain penghinaan dan juga ujaran
kebencian. Sedangkan perilaku fisik/ non verbal contohnya adalah penganiayaan,
pemerkosaan, dan tindakan kekerasan lainnya yang merugikan korban. Sehingga,
dari perlakuan yang didapat korban dapat menyebabkan korban menjadi stress dan
depresi karena korban merasa dirinya sendiri dan dilingkungannya yang negatif ia dirundung & tidak ada yang mendukungnya
sedangkan si korban merasa ia adalah individu yang lemah sehingga tidak memiliki
daya untuk melakukan sesuatu.
Jika tindakan agresi atau bullying terus dilakukan akan
sangat berdampak buruk bagi korban. Korban yang seharusnya dapat dengan nyaman
belajar di sekolah akhirnya tidak bisa fokus dalam belajar dan tertekan, hal
ini juga mempengaruhi akademis korban sehingga bisa saja korban juga mengalami
depresi. Selain korban akan depresi, korban juga bisa mengalami trauma, yang
mana trauma tersebut juga akan berpengaruh di masa depan (trauma
berkepanjangan) yang mempengaaruhi mental dan kepribadiannya. Tak hanya itu,
korban pun juga bisa menjadi pelaku agresi itu sendiri di masa mendatang atau
korban bisa saja memiliki perilaku yang menyimpang karena faktor pengalaman
yang selama ini ia terima. Unsur pengalaman hidup juga mempengaruhi perilaku
menyimpang terjadi melalui pengalaman hidup yang tidak nyaman. Misalnya, momen
sedih di masa remaja yang tidak didukung secara memadai akan memprediksi
perilaku marah dan menyimpang (Myers, 2000). Hereditas (gen turun temurun) dan
elemen pengalaman hidup adalah akar dari kepribadian (Wood, 1998).
Adanya dampak kesehatan mental (stress & depresi) yang
timbul akibat pengalaman yang tidak mengenakkan bagi korban yang mendapatkan
perilaku tidak sesuai seperti perilaku agresi karena pembullyan diatas
sebenarnya dapat kita ditangani. Seperti contohnya ketika kita memiliki teman
atau bahkan saudara kita yang mengalami hal yang permasalahan yang sama seperti
diatas, yang pertama yang perlu kita ketahui adalah lihat bagaimana
kepribadiannya dan amati setiap gerak geriknya. Hal ini guna untuk mengevaluasi
keadaan korban. Selain itu, kita juga perlu mendekati korban dan membangun
kepercayaan korban untuk kita agar ia dapat menceritakan apa yang dirasakannya.
Biasanya korban bullying akan kehilangan kepercayaan orang lain bahkan bisa
sampai kehilangan kepercayaan orang-orang terdekatnya termasuk keluarga. Terlalu
sering disakiti dan hati lelah menjadi alasan utama kehilangan kepercayaan. Maka
dari itu sangat penting membangun kepercayaan terlebih dahulu kepada korban. Setelah
membangun kepercayaan kepada korban dan mengetahui bagaimana perasaan korban,
berilah semangat dan solusi-solusi terhadap apa yang menjadi permasalahan. Dalam
permasalahan bullying di sekolah, kita harus meyakinkan korban untuk berani
melawan para pelaku meskipun tidak mudah. Selain itu, kita juga bisa membantu
dan meyakinkan korban untuk bercerita ke orangtua sebagai pendamping korban. Karena
oraangtua pun juga tidak akan berdiam diri melihat anaknya diperlakukan dengan
tidak semestinya. Harus pula hal ini dilaporkan kepada pihak sekolah/instansi
terkait terhadap pembullyan yang dilakukan oleh siswanya agar dapat ditindak
tegas. Atau jika pembullyan terjadi sudah lewat batas dan sangat membuat korban
stress & depresi, maka orang tua perlu memindahkan anak/korban ke sekolah
yang lingkungannya lebih positif sehingga anak akan merasa lebih aman dan juga
nyaman dalam belajar. Dan perlu juga untuk tetap terus mendukung serta
membangun kepercaayan diri korban yang hilang.
Sumber :
Shinta,
A., Rohyati, E., Handayani, D. & Widiantoro, W. (2016). Maximizing the
passive-aggressive employees’ performance. ASEAN Seminar, Psychology Faculty,
Muhammadiyah University in Malang, February. Retrieved on June
27, 2021 from:
Siby, P.S. (2020). Perilaku agresif. Manado Post. 4 Nov. Retrieved on June 27, 2021 from: https://manadopost.jawapos.com/opini/04/11/2020/perilaku-agresif/
Salis Annisa. Memahami Self Harm, Menyakiti Diri Sendiri
yang Berbahaya. SehatQ, 11 May 2020. Retrieved on June 29, 2021 from https://www.sehatq.com/artikel/memahami-self-harm-perilaku-menyakiti-diri-sendiri-yang-berbahaya
Ktut Dianovinia, 2018. Depression in Adolecent: Symptoms
and the Problem. Junal Psikogenesis, Vol. 6, No.1. Retrieved on June 29, 2021
from: file:///C:/Users/Smart/Downloads/634-1295-1-SM.pdf
0 komentar:
Posting Komentar