Dampak Psikologis Siswa Terhadap
Pembelajaran Online Selama Pandemi COVID-19
Nama : Agung Saprianto
NIM : 20310410040
Mata Kuliah : Psikologi Sosial I
Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, MA.
Fakultas Psikologi pada Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Wabah
virus corona 2019 (COVID-19) menjadi perhatian internasional sejak kasus
pertama terjadi di Wuhan, Provinsi Hubei, China, pada akhir Desember 2019.
Jumlah tersebut melampaui kasus SARS pada 2003. Jumlah kasus kemudian meningkat
secara eksponensial. , untuk menyebar ke seluruh dunia (Lai, Shih, Ko, Tang,
& Hsueh, 2020). Indonesia diproyeksikan memiliki jumlah penduduk 319 juta
pada tahun 2020. China, pada tahun 2018, penduduknya akan mencapai 1,393
miliar, Wuhan adalah wilayah dengan populasi 11,08 juta (Du et al., 2020).
Jumlah itu jauh melebihi jumlah penduduk Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang
besar dengan tingkat perjumpaan fisik yang intens akan meningkatkan potensi
penyebaran virus yang semakin masif.
Pada
awal April, pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan ketat melalui aturan
pembatasan sosial berskala besar untuk menekan penyebaran COVID-19. Langkah
progresif diambil untuk membatasi penyebaran virus melalui pembatasan gerak
manusia. Di bidang pendidikan, pembelajaran dari rumah dilaksanakan, dilakukan
secara online, dan melalui Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang menayangkan
siaran pendidikan secara serentak, setiap hari, di setiap jenjang pendidikan.
Namun, tidak bisa dipungkiri. Terlepas dari berbagai langkah progresif yang
dilakukan pemerintah untuk mengurangi penularan COVID-19, ketakutan masyarakat
akan selalu ada sehingga menimbulkan perilaku yang tidak menentu. Satu studi
menemukan bahwa 16,5% melaporkan gejala depresi sedang hingga berat; 28,8%
mengatakan gejala kecemasan sedang hingga berat, dan 8,1% melaporkan tingkat
stres sedang hingga kritis. Lebih lanjut, Wang menemukan bahwa dalam dua minggu
pertama setelah wabah, wanita dilaporkan mengalami stres, kecemasan, dan
depresi yang lebih tinggi dibandingkan pria (Wang et al., 2020). Sejalan dengan
penelitian yang menyebutkan bahwa virus corona mempengaruhi beberapa individu
secara emosional, mereka mengalami ketakutan tertular virus, merasa tidak
berdaya dan stigma negatif yang tinggi (Kumar & Somani, 2020).
Dalam
penelitian lain ditemukan bahwa saat terjadi wabah, pada saat meneliti tentang
virus H1NI, sekitar 10% hingga 30% masyarakat umum cukup khawatir akan
kemungkinan tertular virus tersebut (Han, Michie, Potts, & Rubin, 2016). ).
Jika dibandingkan dengan kasus SARS yang terjadi pada tahun 2003, kepanikan
yang lebih besar terjadi pada COVID-19 karena konektivitas global melalui media
sosial dan penyebaran informasi yang semakin masif. Mengatasi masalah kesehatan
mental, Pemerintah China mengeluarkan pedoman intervensi darurat krisis
psikologis bagi pasien COVID-19 dan tenaga kesehatan melalui kolaborasi multi
disiplin untuk pembentukan tim kesehatan mental. China sebagai negara yang
berhasil menekan laju penyebaran virus corona di tanah airnya, perlu dijadikan
acuan sebagai langkah mitigasi. Poin penting dari kebijakan Pemerintah China
adalah kolaborasi multi-disiplin. Artinya tidak hanya sains yang erat kaitannya
dengan virus (eksak), sehingga kajian perspektif sosial-psikologis tentang
COVID-19 masih relevan untuk diteliti.
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia memperkirakan 34,5 persen siswa
tidak dapat mengakses pendidikan online. Upaya signifikan sedang dilakukan oleh
pemerintah dan lembaga pendidikan di semua tingkatan untuk menemukan solusi
praktis dalam pembelajaran online di tengah wabah COVID-19. Tindakan ini
membantu orang tua untuk mendampingi pendidikan anaknya di rumah dan setidaknya
mengurangi kekhawatiran orang tua terhadap kualitas pembelajaran online. Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa ketika siswa tidak berada di sekolah, misalnya
liburan atau belajar di rumah, mereka secara fisik kurang aktif dan memiliki
waktu yang lebih lama untuk menggunakan ponsel, sehingga penggunaannya juga
akan terasa jenuh, bahkan dengan stres berat dan ringan. (Brazendale et al.,
2017).
Keadaan
akan bertambah buruk jika mereka dilarang keluar rumah tanpa aktivitas di luar
ruangan dan kurangnya interaksi dengan teman sebayanya. Bosan, stres, takut
terkena virus, penyebaran informasi palsu (hoax), dan memburuknya kondisi keuangan
keluarga bisa terjadi. Beban tugas kuliah online menjadi salah satu faktor
penyebab tingkat stres mahasiswa, yang mengharuskan mereka menggunakan media
online yang baru dipelajari dan harus segera dipahami. Hal ini diperkuat dengan
penelitian yang menemukan bahwa kedaruratan kesehatan masyarakat dapat
memberikan banyak efek psikologis pada siswa, yang dapat diekspresikan dalam
bentuk kecemasan, ketakutan, dan kecemasan (Sharp & Theiler, 2018).
Berdasarkan
kebijakan Universitas Mulawarman pada tanggal 18 Maret 2020 yang menghimbau
agar seluruh kegiatan perkuliahan dilakukan secara online, maka diperlukan
penelitian tentang dampak pembelajaran online dan upaya solutif dalam mengatasi
efek sebagai bagian dari rekomendasi penelitian. Penelitian ini penting
dilakukan karena dalam situasi yang tidak pasti dan tidak pasti kapan wabah ini
akan berakhir, diperlukan penelitian ilmiah sosial-psikologis untuk membantu
menemukan langkah progresif dalam memberikan kesejahteraan psikologis bagi
masyarakat terdampak, tidak hanya korban positif COVID-19 tetapi masyarakat
pada umumnya, dalam hal ini. belajar, khususnya mahasiswa.
Pandemi
ini tidak hanya membawa risiko kematian akibat infeksi virus tetapi juga
tekanan psikologis bagi orang-orang di seluruh dunia (Xiao, 2020). Sosialisasi
yang terus menerus, tindakan isolasi yang ketat, dan masalah pembelajaran
online di semua jenjang pendidikan diperkirakan akan mempengaruhi kesehatan
mental, termasuk siswa. Sebuah penelitian dilakukan terhadap efek psikologis
dari epidemi COVID-19 pada siswa di Cina, dilakukan secara kuantitatif, dengan
7.143 responden mengisi kuesioner (Cao et al., 2020). Sejauh ini, belum ada
penelitian mendetail mengenai dampak psikologis mahasiswa dalam menerapkan
pembelajaran online di masa wabah pandemi. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi efek psikologis siswa terhadap pembelajaran
online selama pandemi COVID-19.
DAFTAR PUSTAKA
Masi, La, et al. "Pemanfaatan Media Sosial Sebagai Sarana Komunikasi dalam Pencegahan Meluasnya Wabah COVID-19 di Kalangan Pelajar." Humanism: Jurnal Pengabdian Masyarakat 1.3 (2020).
Masi, L., Sudia, M., Salim, S., Prajono, R., & Sarina, S. (2020). Pemanfaatan Media Sosial Sebagai Sarana Komunikasi dalam Pencegahan Meluasnya Wabah COVID-19 di Kalangan Pelajar. Humanism: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(3).
MASI, La, et al. Pemanfaatan Media Sosial Sebagai Sarana Komunikasi dalam Pencegahan Meluasnya Wabah COVID-19 di Kalangan Pelajar. Humanism: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2020, 1.3.
0 komentar:
Posting Komentar