Jawaban Pertanyaan 1
Membangun Dorongan Berprestasi di Kalangan Mahasiswa
Aditya Nur Ihsan; 22310410133; Psikologi Inovasi
Universitas Proklamasi 45
Pendidikan tinggi tidak hanya bertujuan untuk mencetak lulusan yang memiliki kemampuan akademik, tetapi juga membentuk karakter dan mentalitas individu agar siap menghadapi tantangan kehidupan. Salah satu aspek penting dalam pembentukan karakter adalah dorongan berprestasi (nAff) yang dikemukakan oleh Gregor McDouglas dalam penelitiannya di Kerala, India. Namun, penerapan konsep ini di kalangan mahasiswa sering kali menghadapi berbagai kendala, seperti yang terlihat dalam minimnya partisipasi mahasiswa Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta dalam pembuatan esai prestasi pada mata kuliah Psikologi Inovasi. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: mengapa mahasiswa enggan mengerjakan esai prestasi, dan bagaimana cara meningkatkan dorongan berprestasi di lingkungan akademik?
Salah satu alasan utama rendahnya partisipasi mahasiswa dalam pembuatan esai prestasi adalah sifatnya yang tidak wajib. Mahasiswa cenderung memprioritaskan tugas yang memiliki pengaruh langsung terhadap nilai akhir mereka, sehingga mengabaikan tugas-tugas yang tidak berdampak langsung pada pencapaian akademik mereka. Selain itu, kesibukan mahasiswa dengan berbagai kegiatan akademik dan non-akademik juga menjadi faktor yang menyebabkan kurangnya motivasi dalam mengerjakan esai prestasi. Di sisi lain, kegiatan pelayanan masyarakat atau publikasi di media massa dianggap sebagai sesuatu yang tidak biasa atau bahkan aneh bagi sebagian besar mahasiswa. Budaya akademik yang lebih menitikberatkan pada pencapaian nilai dibandingkan keterlibatan sosial juga berkontribusi terhadap rendahnya minat mahasiswa dalam menyelesaikan tugas ini.
Fenomena ini dapat dikaitkan dengan konsep "low hanging fruits" dan "high hanging fruits." Mahasiswa cenderung mencari tugas yang lebih mudah dikerjakan dengan hasil yang cepat dan pasti, sehingga menghindari tugas yang menuntut usaha lebih besar meskipun berdampak jangka panjang bagi perkembangan pribadi mereka. Esai prestasi termasuk dalam kategori "high hanging fruits" karena membutuhkan inisiatif, kreativitas, dan komitmen lebih dari sekadar mengerjakan tugas akademik biasa. Ketidakbiasaan mahasiswa dalam melakukan kegiatan sosial atau publikasi di media massa semakin memperkuat persepsi bahwa tugas ini sulit dan tidak memberikan manfaat yang segera terlihat.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan strategi yang dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dalam mengembangkan dorongan berprestasi mereka. Pertama, perlu adanya perubahan paradigma dalam lingkungan akademik agar mahasiswa lebih menghargai pengalaman di luar kelas sebagai bagian penting dari proses pembelajaran. Dosen dapat memberikan apresiasi lebih terhadap mahasiswa yang menyelesaikan esai prestasi dengan menjadikannya sebagai salah satu indikator penilaian non-akademik yang berdampak pada pengembangan keterampilan sosial dan kepemimpinan mereka. Selain itu, universitas juga dapat memberikan penghargaan atau sertifikat bagi mahasiswa yang berhasil membuat publikasi atau melakukan kegiatan sosial yang berdampak nyata bagi masyarakat.
Kedua, pendekatan berbasis komunitas dapat menjadi solusi untuk meningkatkan keterlibatan mahasiswa dalam esai prestasi. Membangun kelompok diskusi atau komunitas kecil yang fokus pada kegiatan sosial dan publikasi dapat membantu mahasiswa saling mendukung dan menginspirasi satu sama lain. Dengan demikian, mahasiswa akan merasa lebih nyaman dan termotivasi untuk berkontribusi, sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat di Kerala dalam membangun budaya berprestasi mereka.
Ketiga, integrasi esai prestasi ke dalam sistem akademik secara bertahap juga dapat membantu meningkatkan partisipasi mahasiswa. Misalnya, mahasiswa diberikan pilihan untuk menggantikan beberapa tugas tertulis dengan proyek pelayanan masyarakat atau publikasi yang relevan dengan mata kuliah yang mereka ambil. Dengan cara ini, esai prestasi tidak lagi dipandang sebagai tugas tambahan yang membebani, melainkan sebagai bagian dari proses pembelajaran yang lebih luas.
Pada akhirnya, menciptakan dorongan berprestasi di kalangan mahasiswa bukanlah sesuatu yang dapat dipaksakan, melainkan harus dibangun melalui sistem yang mendukung dan lingkungan yang kondusif. Dengan mengadopsi strategi yang lebih fleksibel dan berbasis komunitas, mahasiswa akan lebih termotivasi untuk mengeksplorasi potensi mereka di luar sekadar pencapaian akademik, sehingga menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kontribusi nyata bagi masyarakat.
Daftar Pustaka
Harper, M. (1984). Entrepreneur for the poor. London: Intermediate Technology Publications in association with GTZ (German Agency for Technical Co-operation).
Wiseman, R. (2003). The luck factor: The four essential principles. New York: Hyperion.
Jawaban Pertanyaan 2
Keberanian Berubah dan Menghadapi Ketidakpastian
Aditya Nur Ihsan; 22310410133; Psikologi Inovasi
Universitas Proklamasi 45
Dalam kehidupan, perubahan adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Namun, banyak orang yang merasa takut untuk berubah karena risiko yang menyertainya. Hal ini juga berlaku bagi mahasiswa, terutama dalam konteks akademik dan sosial. Psikologi Inovasi menekankan bahwa mahasiswa harus berani menghadapi perubahan meskipun perubahan tersebut belum tentu membawa hasil yang diharapkan. Namun, keberanian untuk berubah adalah langkah awal menuju kesuksesan. Esai ini akan membahas dua kegiatan pelayanan masyarakat sederhana yang mencerminkan keberanian untuk berubah, serta bagaimana perubahan tersebut membawa dampak bagi individu maupun lingkungan sekitar.
Salah satu bentuk pelayanan masyarakat yang saya lakukan adalah mengajar anak-anak di lingkungan sekitar kos dalam program belajar sukarela. Banyak anak-anak di sekitar tempat tinggal saya yang mengalami kesulitan dalam belajar, terutama setelah pandemi yang membatasi interaksi mereka dengan guru dan teman sebaya. Saya sendiri awalnya merasa ragu untuk terlibat dalam kegiatan ini karena saya bukan mahasiswa pendidikan dan tidak memiliki pengalaman mengajar. Namun, dengan memahami bahwa perubahan adalah bagian dari pertumbuhan, saya mulai berani untuk mencoba. Pada awalnya, saya menghadapi berbagai tantangan, seperti kurangnya perhatian dari anak-anak dan perasaan kurang percaya diri dalam mengajar. Namun, seiring waktu, saya belajar untuk beradaptasi dengan metode yang lebih efektif dan memahami cara terbaik dalam berkomunikasi dengan mereka. Hasilnya, tidak hanya anak-anak yang terbantu dalam belajar, tetapi saya sendiri juga mendapatkan pengalaman berharga dalam memahami dinamika sosial dan komunikasi yang lebih baik.
Selain itu, saya juga terlibat dalam kegiatan sosialisasi kesehatan mental di media sosial. Kesadaran akan pentingnya kesehatan mental masih rendah di masyarakat, terutama di kalangan mahasiswa yang sering mengalami tekanan akademik dan sosial. Melalui publikasi di media sosial, saya berbagi informasi mengenai manajemen stres, pentingnya berbicara tentang perasaan, serta cara menghadapi tekanan akademik. Awalnya, saya ragu karena takut mendapatkan respons negatif atau kurang mendapat perhatian. Namun, setelah beberapa kali mencoba, saya mulai menyadari bahwa ada banyak orang yang membutuhkan informasi tersebut dan merasa terbantu. Dengan keberanian untuk berbagi, saya dapat menciptakan ruang diskusi yang lebih sehat tentang kesehatan mental dan membantu mereka yang merasa kesulitan dalam menghadapi tekanan hidup.
Kedua pengalaman ini mengajarkan saya bahwa perubahan memang sering kali menakutkan, tetapi tidak berubah justru lebih berisiko. Seperti yang dikatakan Robin Sharma, ketidakmauan untuk berubah dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan kita. Lebih jauh lagi, teori keberuntungan dari Roger Wiseman juga mengajarkan bahwa keberuntungan tidak hanya datang dengan sendirinya, tetapi dapat diciptakan dengan usaha yang tekun, bergaul dengan banyak orang, melihat sisi positif dari setiap kejadian, dan mengikuti intuisi dalam mengambil keputusan. Dengan melakukan kegiatan pelayanan masyarakat ini, saya merasa lebih percaya diri dalam menghadapi tantangan baru dan belajar dari setiap kegagalan yang saya alami.
Kesulitan dan tantangan yang muncul selama proses perubahan sering kali membuat kita ingin menyalahkan keadaan atau orang lain, seperti yang dijelaskan dalam teori mekanisme pertahanan diri dalam psikologi. Namun, jika kita menyadari bahwa setiap pengalaman, baik maupun buruk, adalah bagian dari proses belajar, maka kita dapat lebih tabah dalam menghadapi kesulitan. Mengubah cara pandang dari sekadar melihat kesulitan sebagai hambatan menjadi peluang untuk berkembang adalah langkah penting dalam menciptakan keberuntungan bagi diri sendiri.
Dari pengalaman ini, saya belajar bahwa keberanian untuk berubah adalah kunci untuk menghadapi masa depan. Meskipun tidak semua perubahan memberikan hasil yang baik, setiap perubahan memberikan pelajaran berharga yang dapat digunakan untuk menghadapi tantangan selanjutnya. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk terus berinovasi, mencoba hal-hal baru, dan tidak takut menghadapi kegagalan. Dengan begitu, kita tidak hanya menciptakan peluang bagi diri sendiri tetapi juga memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar.
Daftar Pustaka
Harper, M. (1984). Entrepreneur for the poor. London: Intermediate Technology Publications in association with GTZ (German Agency for Technical Co-operation).
Wiseman, R. (2003). The luck factor: The four essential principles. New York: Hyperion.
0 komentar:
Posting Komentar