Kamis, 08 April 2021

 

EMBUNG PENYEDIA KEHIDUPAN 

Air adalah sumber kehidupan. Sekitar 80—90% zat penyusun makhluk hidup pun berupa air. Sumber air beragam, di antaranya dari presipitasi atau hujan, mata air, dan air bawah tanah. Sumber air yang kurang termanfaatkan dan kerap terbuang adalah air hujan. Indonesia sebagai negara tropis memiliki curah hujan tinggi, rata-rata 2.000—3.000 mm per tahun. Jumlah itu kerap terbuang karena kurang optimalnya penampungan air. Andai setiap tetes air hujan itu termanfaatkan, tentu irigasi untuk pertanian bisa lebih optimal, mengingat banyak daerah pertanian di Indonesia berupa lahan tadah hujan. Salah satu kiat yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan air hujan adalah menampungnya, agar kelebihan air pada musim hujan bisa digunakan pada musim kemarau. Embung bisa menjadi pilihan sebagai alat penampung air. Tidak hanya air hujan, sumber air potensial lain seperti air sungai, air parit, suplesi air irigasi, hingga air dari mata air pun bisa ditampung di embung.

Tak seperti sekarang, pada zaman dahulu air masih sangat melimpah dan terjaga karena semua berjalan alami begitu saja, tanpa ada campur tangan manusia dengan berbagai factor yang dapat menurunkan kualitasnya. Namun di satu sisi, di zaman sekarang ini dengan segala teknologi dan pemikirannya, manusia menggunakan air dibarengi dengan menggunakan teknologi tersebut. Baik untuk menemukan sumber mata air itu sendiri maupun untuk meningkatkan kualitas air agar tetap layak digunakan. Maka dari itu, pemberdayaan air sangatlah diperlukan.

Pelestarian air oleh manusia memiliki perbedaan di setiap daerah menyesuaikan dengan kondisi alam dan daerah masing-masing. Sebagai contoh di desa Ngeposari, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul. Disini terdapat sebuah embung yang bernama Embung Jlamprong. Lokasinya berada di pegunungan yang letaknya dikelilingi oleh persawahan, perkebunan, dan terdapat goa yang lingkungannya dijaga keasliannya sekaligus dijadikan sebuah tempat wisata.

Berdasarkan buku Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui Pembangunan Embung yang diterbitkan oleh Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, Kementerian Pertanian (2011) embung merupakan bangunan konservasi air berbentuk cekungan disungai atau aliran air berupa urugan tanah, urugan batu, beton dan/atau pasangan batu yang dapat menahan dan menampung air untuk berbagai keperluan. Menurut (Rustam, 2010) embung adalah bangunan artifisial yang berfungsi untuk menampung dan menyimpan air dengan kapasitas volume kecil tertentu, lebih kecil dari kapasitas waduk/bendungan. Embung biasanya dibangun dengan membendung sungai kecil atau dapat dibangun di luar sungai. Kolam embung akan menyimpan air dimusim hujan dan kemudian air dimanfaatkan oleh suatu desa hanya selama musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan dengan urutan prioritas, penduduk, ternak, dan kebun atau sawah. Jumlah kebutuhan tersebut akan menentukan tinggi tubuh embung dan kapasitas tampungan embung.

Embung yang dibangun pada tahun 2015 ini tergolong embung penampung air (storage dams) dalam jenisnya. Dikarenakan, embung ini dibangun bertujuan untuk menyimpan air di musim hujan kemudian dipergunakan di musim kemarau, dimana pada masa ini kebutuhan air meningkat apalagi daerah ini adalah daerah dengan kontur tanah keras dan batuan karst yang sulit menampung air. Ada pun air, maka sumbernya berada di bawah tanah, terdapat sungai bawah tanah dimana terdapat air mengalir namun sulit dijangkau oleh warga.

Selain digunakan untuk menampung air, embung yang bervolume tampung 16.778 m3 ini juga digunakan warga sekitar maupun warga dari daerah lain untuk memancing, olahraga jogging, berwisata, ataupun kegiatan refreshing lainnya. Bahkan, pemerintah setempat juga beberapa kali mengadakan acara untuk warganya disana.

 

 

 

Daftar Pustaka

http://e-journal.uajy.ac.id/17541/3/MTS026712.pdf

https://core.ac.uk/download/pdf/236378322.pdf

http://repository.pertanian.go.id/handle/123456789/6382

http://sda.pu.go.id/berita/view/pembangunan_4_embung_dan_kedaulatan_pangan_di_ta_2017_

0 komentar:

Posting Komentar