Media sosial (selanjutnya disingkat “medsos”) saat ini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat fenomenal. Berbagai macam keunggulan dan kemudahan ditawarkan untuk melakukan interaksi kepada semua orang baik dalam hal bisnis sekalipun dari berbagai kalangan. Tidak hanya itu, dengan adanya perkembangan penggunaan internet serta perangkat teknologi komunikasi seperti smartphone yang semakin maju, menjadi salah satu pendorong pertumbuhan situs-situs jejaring baru yang menawarkan pertemanan dan informasi secara online.
Ujaran kebencian merupakan fenomena kebahasaan yang bertolak belakang dengan konsep kesantunan berbahasa sebagai indikator kecerdasan linguistik dan etika berkomunikasi. bentuk ujaran kebencian yang ditemukan antara lain bentuk penghinaan, menghasut, provokasi politik, pencemaran nama baik, penistaan agama, dan menyebarkan berita bohong (hoax) yang tergolong menjadi empat topik yaitu tentang masalah politik, sosial, ekonomi dan agama.
Sifat global internet menyulitkan untuk menetapkan batasan atau batasan ke dunia maya. Dari pengalaman saya sendiri, banyaknya platform media sosial di jaman sekarang ini Banyak orang-orang dengan seenaknya melontarkan kata-kata buruk mengenai SARA, ras, suku. Saling balas-membalas komentar, tidak mau kalah dengan perdebatannya, sampai orang lain pun ikut serta karena mereka resah dengan hal tersebut. Penyebabnya adalah orang yang membuat konten yang sensitif, tidak mencari tahu kebenarannya, hanya asal menyebarkan.
Ujaran kebencian ini menular. Jika ada seseorang pembuat ujaran kebencian sebagai sosok yang kredibel, berkuasa, panutan, atau diyakini setiap ucapannya yaitu kebenaran. Tidak peduli yang dikonsumsi dan disebarkan itu berita bohong atau opini personal sekalipun, selama pembuat ujaran kebencian mengutarankan ketidaksukaannya, hal itu akan dianggap sah untuk dibaca dan dibagikan.
terkadang kita merasa kata-kata yang kita lontarkan pada orang lain itu, hanyalah hal biasa saja, namun ternyata menurut orang lain hal tersebut sangat menyinggung dirinya sehingga hal itu bisa sangat menyakitinya. Mental health menjadi salah satu dampak dari ujaran kebencian.
Sifat opennes of media atau keterbukaan informasi di media sosial inilah yang menjadi pemicu tingginya kecenderungan masyarakat untuk melakukan ujaran kebencian, seperti ketersediaan fasilitas komentar untuk pembaca pada media yang berbasis elektronik. Hal itu menyebabkan hubungan antara penulis dan pembaca menjadi resiprokal, bisa, dan mudah untuk saling mengomentari. masyarakat secara bebas bisa menyampaikan pendapat atau opininya, baik melalui lisan, media cetak, maupun media elektronik/online. Namun, hal yang perlu diingat bahwa kebebasan berpendapat kalau tidak berbudaya dan beretika akan membawa konsekuensi hukum bagi pelakunya, untuk itu masyarakat harus berhati-hati. Selanjutnya ada hal lain yang juga tidak kalah pentingnya untuk di waspadai yaitu penyampaian opini yang menimbulkan dampak ketidak nyamanan bagi pihak lain. Seringkali hal tersebut dikenal sebagai ujaran kebencian, yaitu tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain. Sehubungan dengan hal ini maka diperlukan suatu kegiatan penyuluhan kepada masyarakat terkait bahaya yang ditimbulkan oleh hal tersebut. Misalnya, dengan cara memastikan terlebih dahulu konten sensitif yang akan dibagikan, mengklarifikasi kebenarannya, memastikan manfaatnya, baru kemudian menyebarkannya.
Referensi
Ningrum, D. J., Suryadi, S., & Wardhana, D. E. C. (2018). Kajian Ujaran Kebencian Di Media Sosial. Jurnal Ilmiah KORPUS, 2(3), 241-252.
Nama : Gideon Petra Malia
NIM : 20310410066
Matkul : Psikologi Sosial
0 komentar:
Posting Komentar