Di
Susun Oleh :
Ade
Rei Enggi Wijaya
20310410034
Fakultas
Psikologi
Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta
Dosen
Pengampu : Dr.Arundhati Shinta, M.A
Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Polri) merupakan salah satu lembaga Negara yang ada di Negara Republik
Indonesia yang dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Kapolri). Sebagai sebuah organisasi, Polri telah menerapkan sistem
sentralisme dimana ada satu kesatuan yang saling terkait antara Polri tingkat
pusat yaitu Mabes Polri sampai dengan Polri tingkat bawah yaitu Polisi Sektor
(Polsek) sebagai ujung tombaknya. Keberhasilan suatu organisasi tergantung pada
kemampuannya untuk mengelola berbagai macam sumber daya yang dimilikinya, salah
satunya yang sangat penting yaitu sumber daya manusia. Sumber daya manusia
senantiasa melekat pada setiap sumber daya organisasi apapun sebagai faktor
penentu keberadaan dan peranannya dalam memberikan kontribusi ke arah
pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.
Tujuan dari organisasi Polri, yaitu
menciptakan Kepolisian Republik Indonesia yang professional, salah satunya
dengan cara berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Hal itu
menjadi acuan dalam Polri sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat,
berada dekat masyarakat dan membaur bersamanya. Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2
tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa Tugas
Pokok Kepolisian Negara Indonesia adalah: Memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, Menegakkan hukum, dan Memberikan perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat. Tugas-Tugas tersebut harus dipahami, dihayati dan
dilaksanakan oleh sumber daya manusia yang ada di organisasi Polri, yaitu semua
personil Polri. Kenyataan di lapangan bahwa banyak personil Polri yang tidak
memahami, menghayati, dan melaksanakan tugas dengan baik dan benar, sehingga
menimbulkan pandangan dan penilaian negatif dari masyarakat, yang dampaknya
dirasakan organisasi Polri. Jika tugas yang diemban tidak dilaksanakan
sebagaimana mestinya, maka kepercayaan masyarakat terhadap Polri tidak akan
pernah terwujud seperti yang diharapkan oleh institusi Polri selama ini.
Setiap anggota Polri di lapangan yang
bersentuhan langsung dengan masyarakat untuk melakukan berbagai tugas pembinaan
(perlindungan, pengayoman dan pelayanan) diharapkan harus bisa memberikan kesan
dan cermin Polri yang baik bagi masyarakat. Mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, cara berpakaian, cara berbicara, hingga pasca pelaksanaan tugas,
seorang anggota Polri harus dapat menampilkan sosok Polri yang baik, sehingga
di mata masyarakat Polri memiliki citra dan kesan yang baik. Pada pelaksanaan
tugasnya tersebut, anggota Polri dituntut untuk dapat memiliki kemampuan
berempati, membina hubungan dengan orang lain, terutama masyarakat, sesuai
dengan tugas utamanya, yaitu sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.
Anggota Polri diharapkan dapat
mengelola emosi dalam dirinya agar dapat memiliki stabilitas emosi dalam
bekerja sehingga dapat mempertahankan kinerjanya dengan baik, serta dapat
mengekspresikan perasaan yang ada dalam dirinya pada situasi dan kondisi yang
tepat.
Polisi adalah aparat penegak hukum
yang memiliki tugas dalam menjaga ketertiban masyarakat dan berperan sebagai
penjaga keseimbangan antara kepentingan orang yang melaksanakan hak-haknya,
misalnya hak untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat dengan
kepentingan orang lain yang menikmati haknya, misalnya hak untuk bekerja, hak
untuk bergerak, hak untuk beristirahat, dan sebagainya. Polisi dalam
undang-undang diberi kewenangan dan kekuasaan luas untuk menjaga ketertiban dan
ketentraman masyarakat. Polisi berwenang mengatur masyarakat di jalanan, di
tempat-tempat umum, serta mengawasi dan memaksa mereka untuk patuh pada aturan
sehingga undang-undang berjalan semestinya (Kunarto& Tabah, 1995).
Setiap anggota polisi dituntut untuk
memiliki sifat-sifat agresif sekaligus penyabar, yang akan menuntun
pertimbangannya dalam setiap situasi yang ia hadapi. Kerusuhan dapat diredam
dengan penggunaan kekuatan kepolisian dengan perkuatan kompi-kompi pengendali
massa, kritik tajam pengunjuk rasa, teriakan-teriakan dianggap penghujatan,
karenanya dalam menghadapi kerusuhan seringkali yang menonjol adalah justru
balas dendam melalui penggunaan kekerasan yang berlebihan (Ismail, 2001).
Akhir-akhir ini banyak sekali
pertandingan sepakbola yang berlangsung di wilayah hukum Polda D.I. Yogyakarta
yang tepatnya di Stadion Maguwoharjo dan Stadion Mandala Krida. Pertandingan
tersebut adakalanya berjalan dengan aman dan lancar, tetapi terkadang terjadi
kericuhan. Misalnya pada tanggal 15 Mei 2019 pertandingan antara PSS Sleman
melawan Arema FC yang berakhir dengan kericuhan.
Kericuhan sempat terjadi sebelum laga PSS Sleman vs Arema FC
dimulai namun berhasil diredam. Kericuhan justru terjadi lagi dan
mengakibatkan wasit harus menghentikan pertandingan antara menit ke
29-30. Dalam kericuhan
di laga PSS Sleman vs Arema FC,
suporter PSS Sleman dan pendukung Arema FC terlihat adu
lempar dengan menggunakan serpihan keramik serta batu. Penyebab kerusuhan
pertandingan itu bukan pendukung PSS Sleman
dan Arema FC
tetapi hanya beberapa provokator
yang merusak jalannya pertandingan tersebut.
Hal ini menyebabkan Anggota
Kepolisian berjibaku untuk mengendalikan Massa yang Anarkis. Sehingga
menyebabkan Anggota Kepolisian mengendalikan Emosinya untuk tetap tenang dan
Fokus untuk mengendalikan Massa agar situasi lekas aman kembali.
Tindakan
kekerasan pada saat menghadapi Suporter Sepak Bola yang Anarkis menunjukkan
bahwa masih ada sebagian anggota kepolisian yang tidak mampu mengendalikan
emosinya. Dalam aksi pengamanan Sepakbola seharusnya aparat kepolisian tidak
mudah terpancing dan tetap bisa mengendalikan diri disaat supporter mulai
bertindak anarkis. Massa yang anarkis tidak harus dilawan dengan kekerasan.
Kesabaran hati serta adanya kemampuan mengontrol emosi saat menghadapi
supporter yang anarkis akan membuahkan kebaikan, yakni kekerasan tidak terjadi
dan bentrokan pun bisa dihindarkan.
Referensi
:
Kapolri (2006). Peraturan Kapolri
NO. POL : 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa.
Rahardi, H. Pudi.2014.Hukum
Kepolisian: Kemandirian, profesionalisme, dan
Reformasi Polri, Surabaya: Laksbang
Grafika.
Ridwan, Syafiudin.2012. Manajemen
Amarah Petugas Pengendalian Massa (Dalmas) Polda Jatim.
0 komentar:
Posting Komentar