Mengontrol
Emosi Dalam Persahabatan
Tulisan
untuk Ujian MID Psikologi Sosial II, Psikologi UP45
(Semester
Ganjil 2021/2022)
Astin
Lestari (20310410071)/A
Fakultas
Psikologi Universitas 45 Yogyakarta
Dosen
Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A
Tentu saja dalam dunia
persahabatan pasti juga ada yang saling bertengkah tidak seterusnya mereka
selalu dalam keadaan baik, tetapi kalau dalam persahabatan pun kita pasti
pernah bertengkar dan saling emosidengan sahabat kita. Dalam dunia persahabatan
tentu tidak asing lagi dengan kata saling bertengkar dengan sahabat entah itu
masalah kecil atau besar kadang menimbulkan perdebatkan sehingga menimbulkan
sikap emosi dalam diri, tetapi kita cepat membaik lagi bahkan dalam hanya
hitungan menit saja kita sudah akur lagi dengan sahabat.
Secara teori, terdapat
tiga model pengendalian emosi yang dilakukan oleh seseorang ketika menghadapi
situasi emosi (Hube, 2006), yaitu pengalihan, penyesuaian kognitif, dan
strategi koping. Pertama: Pengalihan/Displacement. Pengalihan merupakan suatu
cara mengalihkan atau menyalurkan ketegangan emosi pada obyek lain. Di antara
cara yang sering digunakan yakni katarsis, rasionaliasi dan dzikrullah.
Katarsis ialah suatu istilah yang mengacu pada penyaluran emosi keluar dari keadaannya.
Sebutan lain untuk katarsis ini juga dikenal istilah „ventilasi‟. Sebagai
contoh, orang yang sedang jatuh cinta namun tak kuasa menyatakan cintanya
karena berbagai sebab, akhirnya dia menulis novel atau kumpulan puisi cinta
yang tak lain merupakan penyaluran emosi dari apa yang sedang dialaminya.
Pengendalian emosi sangatlah penting dalam kehidupan manusia, khususnya untuk mereduksi ketegangan yang timbul akibat konflik batin yang memuncak. Dalam konteks ini, AlQur‟an memberi petunjuk pada manusia agar mengendalikan emosinya guna mengurangi ketegangan-ketegangan fisik dan psikis serta efek negatifnya.Begitupula pula dalam hadits Nabi SAW banyak yang mengingatkan pengikutnya untuk selalu mengontrol emosi agar terciptanya kehidupan yang selaras dan seimbang.
Dalam perspektif psikologi Islam, ada tiga kondisi saat terjadi konflik antara kalbu, akal, dan nafsu. Pertama adalah diri yang tenang (al-nafs al-mutmainnah), di mana kalbu mengendalikan akal dan nafsu. Kedua adalah diri yang terombang-ambing (al-nafs allawwamah), yang ditandai oleh dominasi akal atas kalbu dan nafsu. Ketiga adalah diri yang tergadaikan (al-nafs al-ammarah), yaitu ketika nafsu menguasai kalbu dan akal (Nashori, 2008). Ajaran Islam mengajarkan pada umatnya untuk melakukan langkah spiritual di samping menggunakan kalbu (hati nurani) dan akal pikiran dalam menentukan pilihan yang tepat maupun menghadapi dilema kehidupan. Salah satu yang diajarkan oleh Nabi SAW dalam memilih keputusan terbaik adalah dengan melaksanakan sholat istikharah untuk memohon petunjuk dari Dzat Yang Maha Tahu, Allah SWT.
Tulisan ini berkaitan dengan puisi yang dikarang
oleh penulis dalam event lomba cipta puisi yang diselenggarakan oleh Mayra Pustaka dengan tema "Persahabatan" yang tenggat
pengumpulannya pada 24 Oktober 2021. Puisi tersebut berjudul “Hari Demi Hari” disini pengarang
menceritakan tentang hari hari yang sudah ia lalui dengan sahabatnya. Tak bisa
dijelaskan tentang moment dan waktu waktu yang sudah mereka lalu tentu sungguh
sangat berkesan sehingga susah untuk dijelaskan dengan beberapa kata. Puisi yang berjudul “Hari Demi Hari” ini berhasil terpilih sebagai puisi yang nantinya
akan dibukukan.
Referensi:
Hube, M. Darwis. 2006.Penjelajahan Religio-Spiritual tentang Emosi Manusia di dalam Al Quran, Jakarta: Erlangga.
Atkinson, Rita L. Atkinson, R.B., & Hilgard. 1991. Pengantar Psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Feist, Jest & G.J. Feist. 2008. Theories of Personality. Terjemahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fincham, Frank D., Steven R. Beach, & Joanne Davilla. 2004. Forgiveness and Conflict
Resolution in Marriage. Journal of Family Psychology, 18, 72-81.
0 komentar:
Posting Komentar