Selasa, 02 November 2021

Pemimpin Yang Buruk Dalam Memimpin Organisasi

 

 Pemimpin Yang Buruk Dalam Memimpin Organisasi

Essay II Persyaratan Ujian Tengah Semester

Psikologi Manajemen &  Organisasi

(Semester Ganjil 2021/2022)

Astin Lestari (20310410071)

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M. A

Pemimpin buruk adalah pemimpin yang tidak mempunyai kompetensi, tidak adil, mendewakan kekuasaan, tidak bermoral, dan perilakunya kriminal (Graham, 2006). Kepemimpinan yang buruk akan berakibat pada buruknya kinerja para karyawan, organisasi menjadi kerdil, bahkan usia organisasi semakin pendek. Angka turn over (keluar masuk) karyawan dalam organisasi menjadi tinggi. Masyarakat (konsumen) tentu juga terkena dampaknya yaitu naiknya angka pengangguran dan hilangnya produksi / jasa yang bermanfaat bagi masyarakat. Pemimpin yang buruk adalah pemimpin yang tidak mempunyai kompetensi, tidak peka terhadap keadilan dan situasi karyawan, mendewakan kekuasaan, dan bermoral buruk termasuk korupsi (Graham, 2006). Berikut adalah penjelasan tentang karakteristik pemimpin yang buruk.

Seorang pemimpin juga dituntut mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap keadilan ketika berhadapan dengan karyawan, membuat suatu kebijakan, atau membuat suatu keputusan (Graham, 2006). Ketika pemimpin kurang peka terhadap rasa keadilan ini, maka karyawan akan merasa tidak puas. Dampak negatif kurang pekanya pimpinan pada karyawan antara lain karyawan merasa menjadi ’anak tiri’, sedangkan teman-teman kerjanya dipersepsikan sebagai ’anak emas’ pemimpin. Rasa iri yang ditimbulkan pemimpin pada karyawan ini biasanya berhubungan dengan persepsi tidak imbangnya antara beban kerja dan gaji yang diperoleh, serta tidak meratanya kesempatan untuk promosi kerja. Seseorang juga tidak layak menjadi pemimpin bila ia mendewakan kekuasaan, sehingga ia tidak pernah salah (Graham, 2006). Strategi yang dilakukan pemimpin untuk menunjukkan kekuasaannya yaitu dengan membuat prosedur kerja yang sederhana menjadi rumit, mengorbankan karyawannya yaitu dengan memaksa karyawan menanggung akibat dari keputusan pemimpin yang keliru, dan memperlakukan karyawannya secara berubah-ubah dengan drastis yaitu mendadak marah kemudian mendadak baik hati. Perubahan perlakuan itu tidak dapat ditebak waktunya. Situasi seperti itu akan membuat karyawan seperti berada dalam roller coaster, sehingga karyawan rawan terhadap stress.

Pada organisasi buruk lainnya, karyawan hanya berfungsi sebagai pemasok prestasi bagi pemimpin, sedangkan pemimpin selalu menjadi bintang paling cemerlang dalam organisasi. Bahkan pemimpin akan dianggap sebagai orang genius di mata pihak yayasan atau penyandang dana. Semua perkataan dan tindakan pemimpin selalu benar, sedangkan karyawan adalah pihak yang selalu salah. Situasi semacam ini juga terjadi pada organisasi keluarga. Karyawan tidak berani mengeluh pada pemimpin tertinggi (pemilik) organisasi karena pemilik organisasi cenderung membela anak-anaknya / kerabatnya yang menjadi pemimpin menengah organisasi.

 

 

 

Referensi:

Abbasi, S.M., Hollman, K.W. & Hayes, R.D. (2008). Bad bosses and how not to be one. The Information Management Journal, January / February, 52-56.

Adams, S. (2013). Unhappy employees outnumber happy ones by two to one worldwide. Forbes Magazine, October 10. Retrieved from:

http://www.forbes.com/sites/susanadams/2013/10/10/unhappy-employees-outnumber-happy-onesby-two-to-one-worldwide/

Bernard, M.E. (2013). Introduction to the strength of self-acceptance: Theory, theology and therapy. In M.E. Bernard (ed.). The strength of self-acceptance. New york: Springer, pp. xiii-xix.

0 komentar:

Posting Komentar