Pemimpin Yang Buruk Dalam Memimpin Organisasi
Essay
II Persyaratan Ujian Tengah Semester
Psikologi
Manajemen & Organisasi
(Semester
Ganjil 2021/2022)
Astin
Lestari (20310410071)
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Dosen
Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M. A
Pemimpin buruk adalah
pemimpin yang tidak mempunyai kompetensi, tidak adil, mendewakan kekuasaan,
tidak bermoral, dan perilakunya kriminal (Graham, 2006). Kepemimpinan yang
buruk akan berakibat pada buruknya kinerja para karyawan, organisasi menjadi
kerdil, bahkan usia organisasi semakin pendek. Angka turn over (keluar masuk)
karyawan dalam organisasi menjadi tinggi. Masyarakat (konsumen) tentu juga
terkena dampaknya yaitu naiknya angka pengangguran dan hilangnya produksi /
jasa yang bermanfaat bagi masyarakat. Pemimpin yang buruk adalah pemimpin yang
tidak mempunyai kompetensi, tidak peka terhadap keadilan dan situasi karyawan,
mendewakan kekuasaan, dan bermoral buruk termasuk korupsi (Graham, 2006).
Berikut adalah penjelasan tentang karakteristik pemimpin yang buruk.
Seorang pemimpin juga
dituntut mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap keadilan ketika berhadapan
dengan karyawan, membuat suatu kebijakan, atau membuat suatu keputusan (Graham,
2006). Ketika pemimpin kurang peka terhadap rasa keadilan ini, maka karyawan
akan merasa tidak puas. Dampak negatif kurang pekanya pimpinan pada karyawan
antara lain karyawan merasa menjadi ’anak tiri’, sedangkan teman-teman kerjanya
dipersepsikan sebagai ’anak emas’ pemimpin. Rasa iri yang ditimbulkan pemimpin
pada karyawan ini biasanya berhubungan dengan persepsi tidak imbangnya antara
beban kerja dan gaji yang diperoleh, serta tidak meratanya kesempatan untuk
promosi kerja. Seseorang juga tidak layak menjadi pemimpin bila ia mendewakan
kekuasaan, sehingga ia tidak pernah salah (Graham, 2006). Strategi yang
dilakukan pemimpin untuk menunjukkan kekuasaannya yaitu dengan membuat prosedur
kerja yang sederhana menjadi rumit, mengorbankan karyawannya yaitu dengan
memaksa karyawan menanggung akibat dari keputusan pemimpin yang keliru, dan
memperlakukan karyawannya secara berubah-ubah dengan drastis yaitu mendadak
marah kemudian mendadak baik hati. Perubahan perlakuan itu tidak dapat ditebak
waktunya. Situasi seperti itu akan membuat karyawan seperti berada dalam roller
coaster, sehingga karyawan rawan terhadap stress.
Pada organisasi buruk
lainnya, karyawan hanya berfungsi sebagai pemasok prestasi bagi pemimpin,
sedangkan pemimpin selalu menjadi bintang paling cemerlang dalam organisasi.
Bahkan pemimpin akan dianggap sebagai orang genius di mata pihak yayasan atau
penyandang dana. Semua perkataan dan tindakan pemimpin selalu benar, sedangkan
karyawan adalah pihak yang selalu salah. Situasi semacam ini juga terjadi pada
organisasi keluarga. Karyawan tidak berani mengeluh pada pemimpin tertinggi
(pemilik) organisasi karena pemilik organisasi cenderung membela anak-anaknya /
kerabatnya yang menjadi pemimpin menengah organisasi.
Referensi:
Abbasi, S.M., Hollman,
K.W. & Hayes, R.D. (2008). Bad bosses and how not to be one. The
Information Management Journal, January / February, 52-56.
Adams, S. (2013).
Unhappy employees outnumber happy ones by two to one worldwide. Forbes
Magazine, October 10. Retrieved from:
Bernard, M.E. (2013).
Introduction to the strength of self-acceptance: Theory, theology and therapy.
In M.E. Bernard (ed.). The strength of self-acceptance. New york: Springer, pp.
xiii-xix.
0 komentar:
Posting Komentar