PERILAKU MEMBUANG SAMPAH MAKANAN DAN PENGELOLAAN
SAMPAH MAKANAN DI BERBAGAI NEGARA
Essay 1
Psikologi
Lingkungan
ADIP NORMAN FATKURI
21310410176
Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta MA
Judul:
PERILAKU
MEMBUANG SAMPAH MAKANAN DAN PENGELOLAAN SAMPAH MAKANAN DI BERBAGAI NEGARA
Penulis:
Mochammad
Chaerul dan Sharfina Ulfa Zatadini
Topik:
Kajian Tinjauan
Perilaku Membuang Sampah Makanan Sektor Rumah Tangga Dan Pengelolaan Sampah
Makanan Di Berbagai Negara
Sumber:
Chaerul, M., & Zatadini, S. U. (2020).
Perilaku Membuang Sampah Makanan dan Pengelolaan Sampah Makanan di Berbagai
Negara: Review. Jurnal Ilmu Lingkungan, 18(3), 455-466. ISSN 1829-8907. https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/70823440/pdf-libre.pdf?1633055792=&response-content-disposition=inline%3B+filename%3DPerilaku_Membuang_Sampah_Makanan_dan_Pen.pdf&Expires=1695195485&Signature=RDlXjq~Kc9OKUQ9khzxOQSwy4vMk60kvz05l-exkCNyZP60k71IYxCb8Zn4IAoZP~qmr-dfjsEHEjIMgZVyFDIKcpUh6Y1oR-OpV0HtaUnelzKE2Y5V52t~12CbGNqNq8oXAT2~hl~DLHTN8aPdVQM4M4YGLZUVeYQBNqsMc1xVTS5P9Bo2dvUblsi5~kiweYV~I6~6opc7mvp-Ky56nyAo55oksWl9AK0B3j2UOHqRFtGZO2EthoTE2LZNFb-s3mNXrdg7FW-sl-pPqPIu6zFZdkbplQqtXdQVO6cbBDnH6gMOB7W3KOmTegY9ofwTr70ZFIiLH8VqrC0eHZjmR4A__&Key-Pair-Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZA
Permasalahan:
Dalam beberapa
tahun terakhir, masalah sampah makanan telah menjadi salah satu isu global yang
sangat penting. Peningkatan jumlah sampah makanan bisa menimbulkan masalah
serius dalam rantai pasokan makanan dan juga berdampak negatif pada lingkungan
global di masa depan. Sampah makanan dapat dihasilkan dalam semua tahapan
proses penyediaan makanan, dan salah satu penyumbang utama peningkatan sampah
makanan di suatu wilayah adalah rumah tangga.
Tujuan:
Tujuan dari
studi ini adalah untuk memberikan tinjauan atas berbagai penelitian yang telah
dilakukan tentang perilaku terkait sampah makanan, yaitu bagaimana individu
berperilaku terhadap pembuangan makanan yang tidak terpakai, serta konsep
pengelolaan sampah makanan yang dapat diadopsi di Indonesia berdasarkan praktik
yang telah dilakukan di beberapa negara lain. Selain dari laporan-laporan
terkait pengelolaan sampah makanan di berbagai negara, studi ini juga meninjau
literatur ilmiah yang telah diterbitkan dalam jurnal-jurnal internasional.
Selain itu penelitian ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi strategi pengelolaan sampah makanan berdasarkan
faktor-faktor seperti kesadaran individu tentang sampah makanan, norma
personal, dan keyakinan terhadap pengelolaan sampah makanan, serta rutinitas
perencanaan makanan di rumah tangga.
Isi:
Studi yang
dilakukan oleh Grasso dan rekan-rekannya di Denmark dan Spanyol menemukan bahwa
usia dan status pekerjaan memiliki pengaruh negatif terhadap jumlah sampah
makanan yang dihasilkan. Individu yang lebih tua (di atas 65 tahun) cenderung
lebih berupaya untuk mengurangi pemborosan makanan. Selain itu, individu yang
tidak bekerja cenderung menghasilkan lebih sedikit sampah makanan dibandingkan
dengan mereka yang bekerja.
Di Denmark,
faktor sosio-demografi lain yang memengaruhi jumlah sampah makanan termasuk
jenis kelamin dan jumlah anggota keluarga. Laki-laki cenderung menghasilkan
lebih banyak sampah makanan dibandingkan dengan perempuan, meskipun ada
perbedaan antara studi-studi yang berbeda. Jumlah anggota keluarga juga
berpengaruh. Faktor sosio-demografi seperti pekerjaan, pendidikan, dan
pendapatan dapat memengaruhi jumlah sampah makanan yang dihasilkan. Contohnya,
sebuah studi di Lebanon oleh Mattar dan timnya menemukan bahwa faktor-faktor
ini dapat mempengaruhi jumlah sampah makanan.
Dalam rangka
mencapai target pengurangan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga
sebesar 30% pada tahun 2025, seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2017, diperlukan strategi yang tepat dalam
pengelolaan sampah makanan. Sampah organik, yang sebagian besar terdiri dari
sampah makanan, mendominasi komposisi sampah kota di Indonesia. Oleh karena
itu, upaya pengurangan sampah juga harus berfokus pada sampah makanan. Untuk
mencapai tujuan ini, diperlukan berbagai pendekatan dan tindakan yang sesuai.
Singapura
menghadapi tantangan dalam pengelolaan sampah makanan, terutama karena negara
ini memiliki sedikit aktivitas pertanian dan mayoritas makanan yang dikonsumsi
diimpor. Menurut Singapore AgriFood and Veterinary Authority (AVA) pada tahun
2012, sekitar 33% dari total makanan yang dikonsumsi dibuang, dan pada tahun
2017, timbulan sampah makanan di Singapura mencapai berat setara dengan 54.000
bus double-decker.
Pengelolaan
sampah di Singapura umumnya dimulai dari sumber, dengan sampah dikumpulkan dan
kemudian diarahkan ke fasilitas pengelolaan yang sesuai, seperti Waste to
Energy (WTE), daur ulang, atau tempat pembuangan sampah (landfill). Residu dari
proses WTE kemudian akan dibuang ke landfill, sementara logam yang dapat didaur
ulang akan diarahkan ke fasilitas daur ulang. Hasil dari fasilitas daur ulang
dan WTE akan diberikan kepada industri untuk penggunaan kembali. Pembuangan
utama untuk sampah makanan di Singapura adalah dengan metode insinerasi
(pembakaran).
Di Korea
Selatan, pengelolaan sampah makanan telah mengalami perkembangan sejak tahun
1995. Masyarakat diwajibkan untuk memilah sampah, termasuk sampah makanan, dan
pelanggaran aturan akan dikenakan penalti. Sampah makanan biasanya diletakkan
dalam berbagai jenis wadah, termasuk kantong plastik, kotak dengan chip, atau
menggunakan teknologi RFID untuk identifikasi.
Pengumpulan
sampah makanan dilakukan oleh pengangkut sampah resmi, fasilitas pribadi
berlisensi, atau petani yang menggunakannya sebagai pakan ternak atau kompos.
Pengangkut sampah resmi mengumpulkan sampah makanan secara terjadwal, beberapa
kali per minggu pada malam hari untuk menghindari penglihatan publik. Kendaraan
dengan kapasitas 5 ton adalah yang paling umum digunakan.
Sampah makanan
yang terkumpul diolah di fasilitas berlisensi sesuai dengan regulasi
Kementerian Lingkungan Hidup. Fasilitas pengolahan harus mendaur ulang dan
mendaur ulang setidaknya 70% dari sampah makanan yang masuk. Sampah makanan
diolah menjadi berbagai produk, seperti kompos pertanian, tanah penutup
landfill, bahan baku pupuk, pakan ternak, absorben polutan, atau digunakan
untuk menghasilkan biogas melalui fermentasi anaerobik.
Seoul memiliki
beberapa fasilitas pengolahan sampah makanan, tetapi kapasitas pengolahan
mereka tidak mencukupi untuk mengatasi seluruh sampah makanan yang dihasilkan.
Oleh karena itu, sebagian besar sampah makanan diolah melalui fasilitas pribadi
yang berbeda-beda di seluruh negara. Ada sekitar 240 fasilitas pengolahan
sampah makanan di seluruh Korea Selatan, termasuk fasilitas publik yang
dioperasikan oleh distrik lokal dan fasilitas pribadi yang dioperasikan oleh
perusahaan dengan izin pemerintah. Fasilitas publik cenderung menggunakan
metode kompos, sedangkan fasilitas pribadi lebih memilih metode produksi pakan
hewan.
Pengelolaan
sampah makanan di Copenhagen, Denmark, dimulai pada 2017 dan mencakup seluruh
kota pada 2018, kecuali villa atau rumah satu orang. Sekitar 300.000 rumah
tangga ikut serta dalam program ini. Ada pajak pengumpulan dan pengolahan
sampah makanan yang akan berkurang di masa mendatang. Prosesnya melibatkan
pemilahan sampah di sumber, pengumpulan oleh perusahaan swasta, dan pengolahan
melalui Anaerobic Digester (AD) untuk menghasilkan biogas dan pupuk. Program
ini merupakan bagian dari rencana pengelolaan sampah kota dengan target daur
ulang 45% pada 2019 dan larangan mengangkut sampah makanan ke tempat pembuangan
sejak 1997.
Pengelolaan
sampah makanan di Kota Oslo, Norwegia, mencakup pemisahan sampah di sumber
sejak tahun 2016. Fasilitas pemilahan sampah pertama kali didirikan pada 2009,
dan fasilitas pengolahan biologis di Romerike beroperasi sejak 2013. Oslo
memiliki target tingkat daur ulang sampah makanan 60% pada 2025 dan mengurangi
timbulan sampah makanan sebesar 30%. Biaya pengelolaan sampah diterapkan
berdasarkan volume sampah yang dihasilkan, dengan biaya awal sekitar €443 per
tahun untuk tempat sampah berkapasitas 140 liter. Sampah makanan dipisahkan di
sumber dan ditempatkan dalam kantong plastik hijau, lalu dikumpulkan mingguan.
Pengolahan sampah makanan melibatkan proses hidrolisis termal, pencernaan
anaerobik, dan penggunaan biogas sebagai bahan bakar untuk bus. Digestate hasil
pengolahan digunakan sebagai pupuk.
Untuk
meningkatkan pengelolaan sampah makanan di Indonesia, berikut adalah beberapa
rencana yang dapat diaplikasikan:
1. Pemilahan: Sampah
sebaiknya dipilah berdasarkan jenisnya dengan menggunakan wadah berwarna
berbeda untuk memudahkan pemilahan. Kantong plastik yang tahan air dan dapat
didaur ulang dengan beragam ukuran dapat digunakan sebagai wadah sampah.
2. Pengumpulan:
Pengumpulan sampah makanan dapat dilakukan bersamaan dengan sampah jenis
lainnya, dengan memperhatikan jadwal pengumpulan yang tepat. Sampah makanan
perlu diangkut dengan cepat karena sifat mudah terurai. Alat pengumpul sampah
dapat dilengkapi dengan sekat untuk mengelompokkan sampah berdasarkan jenisnya.
3. Pengolahan: Teknologi
pengolahan yang dapat diterapkan adalah pengomposan. Namun, pengembangan
teknologi pengolahan lainnya perlu dipertimbangkan dengan memperhatikan aspek
ekonomi, teknis, lingkungan, dan sosial. Fasilitas pengolahan yang memadai,
termasuk area pemilahan sampah, penyimpanan sampah terolah, dan penampung
residu, harus dibangun. Pengembangan Tempat Pengolahan Sampah dengan Prinsip
Reduce, Reuse, dan Recycle (TPS 3R) perlu ditingkatkan.
4. Pembuangan:
Sampah makanan yang tidak dapat diolah dan residu dari pengolahan yang tidak
dapat dimanfaatkan kembali harus dibuang secara benar. Metode pembuangan yang
bisa digunakan adalah sanitary landfill dengan mematuhi regulasi yang berlaku.
Penggunaan metode termal juga dapat dipertimbangkan dengan memastikan bahwa
buangan dari proses pengolahan tidak merusak lingkungan sekitar.
Selain itu,
penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan
sampah makanan dan mendorong adopsi kebiasaan yang lebih berkelanjutan dalam
mengurangi pemborosan makanan. Budaya gotong royong dan tolong-menolong yang
telah ada di masyarakat Indonesia dapat dimanfaatkan untuk mendistribusikan
makanan yang masih layak konsumsi kepada yang membutuhkan.
Metode:
Studi ini
melakukan tinjauan terhadap perilaku rumah tangga terkait pembuangan sampah
makanan serta strategi pengelolaan sampah makanan yang telah diadopsi di
berbagai negara. Penelitian ini didasarkan pada literatur yang berasal dari
jurnal internasional, laporan tahunan yang diterbitkan oleh asosiasi
internasional seperti UNDP dan World Association Biogas, serta laporan resmi
dari pemerintah negara-negara tertentu. Basis data ScienceDirect digunakan
secara luas sebagai sumber utama dalam pencarian literatur jurnal
internasional.
Hasil:
Sikap seseorang
memainkan peran kunci dalam mendorong perilaku pembuangan makanan. Sikap
mencerminkan sejauh mana seseorang menganggap isu sampah makanan sebagai
masalah yang penting dan mengakui perlunya upaya untuk mengurangi sampah
makanan. Orang yang memiliki sikap negatif terhadap pembuangan makanan
cenderung merasa bersalah, yang dapat memotivasi mereka untuk mengurangi
pembuangan sampah makanan. Beberapa penelitian di negara-negara berkembang
menunjukkan bahwa pertimbangan keuangan juga bisa menjadi motivasi untuk
mengurangi sampah makanan.
Tekanan sosial
yang memengaruhi perilaku, tidak selalu berpengaruh signifikan terhadap
perilaku pembuangan makanan, seperti yang ditemukan dalam beberapa penelitian.
Sebaliknya, perilaku lebih mungkin dipengaruhi oleh norma personal, yang
berasal dari nilai-nilai moral, perasaan bersalah, atau kepedulian terhadap
lingkungan. Norma personal ini dapat menjadi prediktor yang lebih signifikan
terhadap pembuangan sampah makanan. Selain itu, Perceived Behavior Control
(PBC), yaitu keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk melakukan perilaku
tertentu, juga memengaruhi perilaku pembuangan makanan. Jika seseorang merasa
memiliki kendali dan kemampuan untuk mengelola makanan dengan baik, mereka
cenderung menghasilkan lebih sedikit sampah makanan.
Rutinitas
perencanaan makanan memainkan peran penting dalam menentukan jumlah sampah
makanan yang dihasilkan, meskipun seringkali rumah tangga tidak memperhatikan
secara serius masalah sampah makanan.
Sosio-demografi
adalah faktor yang dapat bervariasi dari satu negara atau daerah ke negara atau
daerah lainnya, dan ada perdebatan apakah sosio-demografi memiliki dampak
signifikan pada perilaku individu terkait pembuangan makanan. Meskipun kondisi
sosio-demografi serupa, dampaknya terhadap perilaku pembuangan makanan dapat
berbeda. Namun, individu dalam rumah tangga memiliki kemampuan untuk menerapkan
strategi pencegahan dan pengurangan sampah makanan. Beberapa strategi yang
dapat diterapkan termasuk membuat daftar belanja yang sesuai, berbelanja dengan
bijak sesuai kebutuhan, menyimpan makanan dengan benar, memiliki keterampilan
memasak yang baik, mengatur pola makan sesuai dengan porsi, dan mengelola sisa
makanan dengan efisien. Selain itu, pemahaman tentang sampah makanan perlu
ditingkatkan karena masalah ini dapat dilihat dari perspektif lingkungan,
ekonomi, dan sosial.
Diskusi:
Timbulan sampah
makanan di rumah tangga merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh
berbagai alasan dan perilaku individu. Kesadaran individu terkait timbulan
sampah makanan, norma personal yang mereka anut, dan keyakinan pribadi mereka
terhadap pengelolaan sampah makanan dapat berdampak signifikan pada jumlah
sampah makanan yang dihasilkan. Rutinitas perencanaan makanan yang efektif,
yang mencakup langkah-langkah seperti persiapan, berbelanja, penyimpanan,
memasak, makan, penanganan makanan tersisa, dan pembuangan, memiliki potensi
untuk mengurangi timbulan sampah makanan.
Pemerintah
sebagai otoritas tertinggi dalam suatu negara memiliki tanggung jawab untuk
menerapkan sistem pengelolaan sampah yang terpadu. Upaya pencegahan dan
pengurangan sampah adalah langkah awal yang sangat penting dalam mencapai
target pengurangan sampah makanan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan mendistribusikan makanan yang masih layak konsumsi kepada mereka yang
membutuhkannya. Di Indonesia, implementasi pengelolaan sampah makanan dapat
dimulai dengan melakukan pemilahan sampah makanan, memperhatikan kualitas wadah
sampah yang digunakan, mengatur pengumpulan sampah makanan secara terpisah dari
sampah jenis lain, dan mematuhi jadwal pengumpulan sampah makanan. Selain itu,
pengolahan sampah makanan dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi yang
sesuai, dan pembuangan sampah makanan seharusnya menjadi pilihan terakhir dalam
siklus pengelolaan sampah makanan.
0 komentar:
Posting Komentar