Rabu, 20 September 2023

Essay 1. Psi Lingkungan_Meringkas Jurnal_Adip Norman Fatkuri_21310410176_SP

 

PERILAKU MEMBUANG SAMPAH MAKANAN DAN PENGELOLAAN SAMPAH MAKANAN DI BERBAGAI NEGARA

 

Essay 1

 Psikologi Lingkungan

ADIP NORMAN FATKURI

21310410176




 

 

 

 

 

 

 

 


 

 

Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta MA

 

Judul:

PERILAKU MEMBUANG SAMPAH MAKANAN DAN PENGELOLAAN SAMPAH MAKANAN DI BERBAGAI NEGARA

Penulis:

Mochammad Chaerul dan Sharfina Ulfa Zatadini

Topik:

Kajian Tinjauan Perilaku Membuang Sampah Makanan Sektor Rumah Tangga Dan Pengelolaan Sampah Makanan Di Berbagai Negara

Sumber:

Chaerul, M., & Zatadini, S. U. (2020). Perilaku Membuang Sampah Makanan dan Pengelolaan Sampah Makanan di Berbagai Negara: Review. Jurnal Ilmu Lingkungan, 18(3), 455-466. ISSN 1829-8907. https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/70823440/pdf-libre.pdf?1633055792=&response-content-disposition=inline%3B+filename%3DPerilaku_Membuang_Sampah_Makanan_dan_Pen.pdf&Expires=1695195485&Signature=RDlXjq~Kc9OKUQ9khzxOQSwy4vMk60kvz05l-exkCNyZP60k71IYxCb8Zn4IAoZP~qmr-dfjsEHEjIMgZVyFDIKcpUh6Y1oR-OpV0HtaUnelzKE2Y5V52t~12CbGNqNq8oXAT2~hl~DLHTN8aPdVQM4M4YGLZUVeYQBNqsMc1xVTS5P9Bo2dvUblsi5~kiweYV~I6~6opc7mvp-Ky56nyAo55oksWl9AK0B3j2UOHqRFtGZO2EthoTE2LZNFb-s3mNXrdg7FW-sl-pPqPIu6zFZdkbplQqtXdQVO6cbBDnH6gMOB7W3KOmTegY9ofwTr70ZFIiLH8VqrC0eHZjmR4A__&Key-Pair-Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZA

Permasalahan:

Dalam beberapa tahun terakhir, masalah sampah makanan telah menjadi salah satu isu global yang sangat penting. Peningkatan jumlah sampah makanan bisa menimbulkan masalah serius dalam rantai pasokan makanan dan juga berdampak negatif pada lingkungan global di masa depan. Sampah makanan dapat dihasilkan dalam semua tahapan proses penyediaan makanan, dan salah satu penyumbang utama peningkatan sampah makanan di suatu wilayah adalah rumah tangga.

Tujuan:

Tujuan dari studi ini adalah untuk memberikan tinjauan atas berbagai penelitian yang telah dilakukan tentang perilaku terkait sampah makanan, yaitu bagaimana individu berperilaku terhadap pembuangan makanan yang tidak terpakai, serta konsep pengelolaan sampah makanan yang dapat diadopsi di Indonesia berdasarkan praktik yang telah dilakukan di beberapa negara lain. Selain dari laporan-laporan terkait pengelolaan sampah makanan di berbagai negara, studi ini juga meninjau literatur ilmiah yang telah diterbitkan dalam jurnal-jurnal internasional. Selain itu penelitian ini dapat digunakan untuk  mengidentifikasi strategi pengelolaan sampah makanan berdasarkan faktor-faktor seperti kesadaran individu tentang sampah makanan, norma personal, dan keyakinan terhadap pengelolaan sampah makanan, serta rutinitas perencanaan makanan di rumah tangga.

Isi:

Studi yang dilakukan oleh Grasso dan rekan-rekannya di Denmark dan Spanyol menemukan bahwa usia dan status pekerjaan memiliki pengaruh negatif terhadap jumlah sampah makanan yang dihasilkan. Individu yang lebih tua (di atas 65 tahun) cenderung lebih berupaya untuk mengurangi pemborosan makanan. Selain itu, individu yang tidak bekerja cenderung menghasilkan lebih sedikit sampah makanan dibandingkan dengan mereka yang bekerja.

Di Denmark, faktor sosio-demografi lain yang memengaruhi jumlah sampah makanan termasuk jenis kelamin dan jumlah anggota keluarga. Laki-laki cenderung menghasilkan lebih banyak sampah makanan dibandingkan dengan perempuan, meskipun ada perbedaan antara studi-studi yang berbeda. Jumlah anggota keluarga juga berpengaruh. Faktor sosio-demografi seperti pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan dapat memengaruhi jumlah sampah makanan yang dihasilkan. Contohnya, sebuah studi di Lebanon oleh Mattar dan timnya menemukan bahwa faktor-faktor ini dapat mempengaruhi jumlah sampah makanan.

Dalam rangka mencapai target pengurangan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga sebesar 30% pada tahun 2025, seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2017, diperlukan strategi yang tepat dalam pengelolaan sampah makanan. Sampah organik, yang sebagian besar terdiri dari sampah makanan, mendominasi komposisi sampah kota di Indonesia. Oleh karena itu, upaya pengurangan sampah juga harus berfokus pada sampah makanan. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan berbagai pendekatan dan tindakan yang sesuai.

Singapura menghadapi tantangan dalam pengelolaan sampah makanan, terutama karena negara ini memiliki sedikit aktivitas pertanian dan mayoritas makanan yang dikonsumsi diimpor. Menurut Singapore AgriFood and Veterinary Authority (AVA) pada tahun 2012, sekitar 33% dari total makanan yang dikonsumsi dibuang, dan pada tahun 2017, timbulan sampah makanan di Singapura mencapai berat setara dengan 54.000 bus double-decker.

Pengelolaan sampah di Singapura umumnya dimulai dari sumber, dengan sampah dikumpulkan dan kemudian diarahkan ke fasilitas pengelolaan yang sesuai, seperti Waste to Energy (WTE), daur ulang, atau tempat pembuangan sampah (landfill). Residu dari proses WTE kemudian akan dibuang ke landfill, sementara logam yang dapat didaur ulang akan diarahkan ke fasilitas daur ulang. Hasil dari fasilitas daur ulang dan WTE akan diberikan kepada industri untuk penggunaan kembali. Pembuangan utama untuk sampah makanan di Singapura adalah dengan metode insinerasi (pembakaran).

Di Korea Selatan, pengelolaan sampah makanan telah mengalami perkembangan sejak tahun 1995. Masyarakat diwajibkan untuk memilah sampah, termasuk sampah makanan, dan pelanggaran aturan akan dikenakan penalti. Sampah makanan biasanya diletakkan dalam berbagai jenis wadah, termasuk kantong plastik, kotak dengan chip, atau menggunakan teknologi RFID untuk identifikasi.

Pengumpulan sampah makanan dilakukan oleh pengangkut sampah resmi, fasilitas pribadi berlisensi, atau petani yang menggunakannya sebagai pakan ternak atau kompos. Pengangkut sampah resmi mengumpulkan sampah makanan secara terjadwal, beberapa kali per minggu pada malam hari untuk menghindari penglihatan publik. Kendaraan dengan kapasitas 5 ton adalah yang paling umum digunakan.

Sampah makanan yang terkumpul diolah di fasilitas berlisensi sesuai dengan regulasi Kementerian Lingkungan Hidup. Fasilitas pengolahan harus mendaur ulang dan mendaur ulang setidaknya 70% dari sampah makanan yang masuk. Sampah makanan diolah menjadi berbagai produk, seperti kompos pertanian, tanah penutup landfill, bahan baku pupuk, pakan ternak, absorben polutan, atau digunakan untuk menghasilkan biogas melalui fermentasi anaerobik.

Seoul memiliki beberapa fasilitas pengolahan sampah makanan, tetapi kapasitas pengolahan mereka tidak mencukupi untuk mengatasi seluruh sampah makanan yang dihasilkan. Oleh karena itu, sebagian besar sampah makanan diolah melalui fasilitas pribadi yang berbeda-beda di seluruh negara. Ada sekitar 240 fasilitas pengolahan sampah makanan di seluruh Korea Selatan, termasuk fasilitas publik yang dioperasikan oleh distrik lokal dan fasilitas pribadi yang dioperasikan oleh perusahaan dengan izin pemerintah. Fasilitas publik cenderung menggunakan metode kompos, sedangkan fasilitas pribadi lebih memilih metode produksi pakan hewan.

Pengelolaan sampah makanan di Copenhagen, Denmark, dimulai pada 2017 dan mencakup seluruh kota pada 2018, kecuali villa atau rumah satu orang. Sekitar 300.000 rumah tangga ikut serta dalam program ini. Ada pajak pengumpulan dan pengolahan sampah makanan yang akan berkurang di masa mendatang. Prosesnya melibatkan pemilahan sampah di sumber, pengumpulan oleh perusahaan swasta, dan pengolahan melalui Anaerobic Digester (AD) untuk menghasilkan biogas dan pupuk. Program ini merupakan bagian dari rencana pengelolaan sampah kota dengan target daur ulang 45% pada 2019 dan larangan mengangkut sampah makanan ke tempat pembuangan sejak 1997.

Pengelolaan sampah makanan di Kota Oslo, Norwegia, mencakup pemisahan sampah di sumber sejak tahun 2016. Fasilitas pemilahan sampah pertama kali didirikan pada 2009, dan fasilitas pengolahan biologis di Romerike beroperasi sejak 2013. Oslo memiliki target tingkat daur ulang sampah makanan 60% pada 2025 dan mengurangi timbulan sampah makanan sebesar 30%. Biaya pengelolaan sampah diterapkan berdasarkan volume sampah yang dihasilkan, dengan biaya awal sekitar €443 per tahun untuk tempat sampah berkapasitas 140 liter. Sampah makanan dipisahkan di sumber dan ditempatkan dalam kantong plastik hijau, lalu dikumpulkan mingguan. Pengolahan sampah makanan melibatkan proses hidrolisis termal, pencernaan anaerobik, dan penggunaan biogas sebagai bahan bakar untuk bus. Digestate hasil pengolahan digunakan sebagai pupuk.

Untuk meningkatkan pengelolaan sampah makanan di Indonesia, berikut adalah beberapa rencana yang dapat diaplikasikan:

1. Pemilahan: Sampah sebaiknya dipilah berdasarkan jenisnya dengan menggunakan wadah berwarna berbeda untuk memudahkan pemilahan. Kantong plastik yang tahan air dan dapat didaur ulang dengan beragam ukuran dapat digunakan sebagai wadah sampah.

2. Pengumpulan: Pengumpulan sampah makanan dapat dilakukan bersamaan dengan sampah jenis lainnya, dengan memperhatikan jadwal pengumpulan yang tepat. Sampah makanan perlu diangkut dengan cepat karena sifat mudah terurai. Alat pengumpul sampah dapat dilengkapi dengan sekat untuk mengelompokkan sampah berdasarkan jenisnya.

3. Pengolahan: Teknologi pengolahan yang dapat diterapkan adalah pengomposan. Namun, pengembangan teknologi pengolahan lainnya perlu dipertimbangkan dengan memperhatikan aspek ekonomi, teknis, lingkungan, dan sosial. Fasilitas pengolahan yang memadai, termasuk area pemilahan sampah, penyimpanan sampah terolah, dan penampung residu, harus dibangun. Pengembangan Tempat Pengolahan Sampah dengan Prinsip Reduce, Reuse, dan Recycle (TPS 3R) perlu ditingkatkan.

4. Pembuangan: Sampah makanan yang tidak dapat diolah dan residu dari pengolahan yang tidak dapat dimanfaatkan kembali harus dibuang secara benar. Metode pembuangan yang bisa digunakan adalah sanitary landfill dengan mematuhi regulasi yang berlaku. Penggunaan metode termal juga dapat dipertimbangkan dengan memastikan bahwa buangan dari proses pengolahan tidak merusak lingkungan sekitar.

Selain itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah makanan dan mendorong adopsi kebiasaan yang lebih berkelanjutan dalam mengurangi pemborosan makanan. Budaya gotong royong dan tolong-menolong yang telah ada di masyarakat Indonesia dapat dimanfaatkan untuk mendistribusikan makanan yang masih layak konsumsi kepada yang membutuhkan.

Metode:

Studi ini melakukan tinjauan terhadap perilaku rumah tangga terkait pembuangan sampah makanan serta strategi pengelolaan sampah makanan yang telah diadopsi di berbagai negara. Penelitian ini didasarkan pada literatur yang berasal dari jurnal internasional, laporan tahunan yang diterbitkan oleh asosiasi internasional seperti UNDP dan World Association Biogas, serta laporan resmi dari pemerintah negara-negara tertentu. Basis data ScienceDirect digunakan secara luas sebagai sumber utama dalam pencarian literatur jurnal internasional.

Hasil:

Sikap seseorang memainkan peran kunci dalam mendorong perilaku pembuangan makanan. Sikap mencerminkan sejauh mana seseorang menganggap isu sampah makanan sebagai masalah yang penting dan mengakui perlunya upaya untuk mengurangi sampah makanan. Orang yang memiliki sikap negatif terhadap pembuangan makanan cenderung merasa bersalah, yang dapat memotivasi mereka untuk mengurangi pembuangan sampah makanan. Beberapa penelitian di negara-negara berkembang menunjukkan bahwa pertimbangan keuangan juga bisa menjadi motivasi untuk mengurangi sampah makanan.

Tekanan sosial yang memengaruhi perilaku, tidak selalu berpengaruh signifikan terhadap perilaku pembuangan makanan, seperti yang ditemukan dalam beberapa penelitian. Sebaliknya, perilaku lebih mungkin dipengaruhi oleh norma personal, yang berasal dari nilai-nilai moral, perasaan bersalah, atau kepedulian terhadap lingkungan. Norma personal ini dapat menjadi prediktor yang lebih signifikan terhadap pembuangan sampah makanan. Selain itu, Perceived Behavior Control (PBC), yaitu keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk melakukan perilaku tertentu, juga memengaruhi perilaku pembuangan makanan. Jika seseorang merasa memiliki kendali dan kemampuan untuk mengelola makanan dengan baik, mereka cenderung menghasilkan lebih sedikit sampah makanan.

Rutinitas perencanaan makanan memainkan peran penting dalam menentukan jumlah sampah makanan yang dihasilkan, meskipun seringkali rumah tangga tidak memperhatikan secara serius masalah sampah makanan.

Sosio-demografi adalah faktor yang dapat bervariasi dari satu negara atau daerah ke negara atau daerah lainnya, dan ada perdebatan apakah sosio-demografi memiliki dampak signifikan pada perilaku individu terkait pembuangan makanan. Meskipun kondisi sosio-demografi serupa, dampaknya terhadap perilaku pembuangan makanan dapat berbeda. Namun, individu dalam rumah tangga memiliki kemampuan untuk menerapkan strategi pencegahan dan pengurangan sampah makanan. Beberapa strategi yang dapat diterapkan termasuk membuat daftar belanja yang sesuai, berbelanja dengan bijak sesuai kebutuhan, menyimpan makanan dengan benar, memiliki keterampilan memasak yang baik, mengatur pola makan sesuai dengan porsi, dan mengelola sisa makanan dengan efisien. Selain itu, pemahaman tentang sampah makanan perlu ditingkatkan karena masalah ini dapat dilihat dari perspektif lingkungan, ekonomi, dan sosial.

 

Diskusi:

Timbulan sampah makanan di rumah tangga merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai alasan dan perilaku individu. Kesadaran individu terkait timbulan sampah makanan, norma personal yang mereka anut, dan keyakinan pribadi mereka terhadap pengelolaan sampah makanan dapat berdampak signifikan pada jumlah sampah makanan yang dihasilkan. Rutinitas perencanaan makanan yang efektif, yang mencakup langkah-langkah seperti persiapan, berbelanja, penyimpanan, memasak, makan, penanganan makanan tersisa, dan pembuangan, memiliki potensi untuk mengurangi timbulan sampah makanan.

Pemerintah sebagai otoritas tertinggi dalam suatu negara memiliki tanggung jawab untuk menerapkan sistem pengelolaan sampah yang terpadu. Upaya pencegahan dan pengurangan sampah adalah langkah awal yang sangat penting dalam mencapai target pengurangan sampah makanan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mendistribusikan makanan yang masih layak konsumsi kepada mereka yang membutuhkannya. Di Indonesia, implementasi pengelolaan sampah makanan dapat dimulai dengan melakukan pemilahan sampah makanan, memperhatikan kualitas wadah sampah yang digunakan, mengatur pengumpulan sampah makanan secara terpisah dari sampah jenis lain, dan mematuhi jadwal pengumpulan sampah makanan. Selain itu, pengolahan sampah makanan dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi yang sesuai, dan pembuangan sampah makanan seharusnya menjadi pilihan terakhir dalam siklus pengelolaan sampah makanan.

0 komentar:

Posting Komentar