Dibuat Kamis, 22 Mei 2025
Motivasi, Nilai Diri, dan Gagalnya Intervensi Sosial : Studi Kasus Ayu Aryani
Nama : Satifa Sintya Fadilah
Kelas : Psikologi SJ
NIM : 23310410059
MATA KULIAH PSIKOLOGI INOVASI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
FAKULTAS PSIKOLOGI
TAHUN AJARAN 2024
DOSEN PENGAMPU :
Dr. ARUNDATI SHINTA,M.A
Perubahan
adalah proses yang rumit, terutama terkait dengan transformasi individu. Dalam
konteks psikologis, perubahan bukan hanya berhubungan dengan fasilitas, uang,
atau lingkungan yang baru, tetapi juga menyentuh inti dari sistem nilai,
pengalaman emosional, dan motivasi dalam diri. Kasus Ayu Aryanti, seorang
remaja dari Jawa Barat yang menjadi anak asuh Gubernur Kang Dedi Mulyadi (KDM),
menunjukkan dilema antara pengaruh eksternal dan pilihan pribadi. Meskipun Ayu
menerima banyak bantuan dan perhatian dari KDM selama dua tahun, ia memilih
kembali ke kehidupan yang terbatas. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan
tentang seberapa efektif intervensi sosial dan peran motivasi internal dalam
proses perubahan diri.
1. Kekurangan
Intervensi KDM dalam Mengubah Ayu
Intervensi KDM sangat mencolok dalam hal material dan lingkungan. Dia
memberi Ayu akses pada gizi yang lebih baik, pendidikan yang layak, tempat
tinggal yang nyaman, fasilitas perawatan diri, serta lingkungan rumah yang
mendukung. Namun, intervensi ini tampaknya tidak berhasil dalam aspek emosional
dan psikologisnya yang lebih mendalam. Pertama, Ayu tidak dilibatkan sepenuhnya
sebagai subjek aktif dalam merencanakan masa depannya. Dia lebih banyak
diarahkan dan "direformasi" daripada diberdayakan. Kedua, intervensi
tersebut tidak cukup menyentuh nilai-nilai yang telah tertanam dalam diri
Ayu—seperti rasa pengabdian kepada keluarga, kesederhanaan, dan keengganan
untuk meninggalkan sosok orangtua yang sangat berarti baginya.
Ayu mungkin
merasakan tekanan psikologis dalam menghadapi budaya dan ekspektasi keluarga
KDM yang berbeda dari latar belakangnya. Transformasi fisik dan sosial yang
dialaminya mungkin dianggap sebagai "kemajuan" oleh orang lain,
tetapi belum tentu dirasakannya sebagai bentuk "kesejahteraan batin".
Ketika perubahan tidak sesuai dengan nilai dan ritme hidup pribadi, seseorang
akan mengalami resistance to change (Lewin, 1951), meskipun lingkungan baru
sangat ideal.
2. Bila Saya
Adalah Asisten KDM
Jika saya adalah asisten KDM, saya akan merekomendasikan pendekatan
yang lebih humanistik dan melibatkan partisipasi. Beberapa langkah yang bisa
diambil adalah:
• Mengadakan
sesi konseling dengan psikolog atau konselor profesional untuk mengeksplorasi
perasaan, nilai-nilai hidup, trauma masa lalu, dan harapan Ayu dengan lebih
mendalam.
• Menyusun
rencana hidup berdasarkan keinginan Ayu sendiri, bukan sekadar asumsi dari KDM.
Misalnya, jika Ayu ingin dekat dengan keluarganya, bisa dicari solusi
pendidikan yang fleksibel seperti kuliah jarak jauh atau memulai usaha berbasis
digital.
• Melibatkan
keluarga Ayu dalam proses perubahan, bukan hanya menjadikan mereka sebagai
pihak yang ditinggalkan.
• Menggunakan
pendekatan coaching for transformation, bukan hanya memberikan fasilitas. Ini
mencakup pelatihan berpikir kritis, penetapan tujuan hidup yang personal, serta
perencanaan yang realistis berdasar kemampuan dan nilai-nilai Ayu.
3. Bila Saya
Adalah Ayu
Jika saya berada di posisi Ayu, saya akan melakukan refleksi mendalam
terhadap diri saya. Cinta kepada keluarga adalah hal yang sangat mulia, tetapi
itu tidak seharusnya mengorbankan masa depan saya. Saya akan mencari cara untuk
tetap membantu keluarga sambil membangun karier yang lebih baik. Jika saya
tertarik di bidang bisnis, saya dapat mengembangkan usaha makaroni secara
profesional, tidak sekadar skala kecil. Misalnya, saya bisa mempelajari
pemasaran digital, manajemen keuangan, dan mengeksplorasi peluang kolaborasi.
Saya juga bisa mendaftar di program kuliah manajemen bisnis atau kewirausahaan
sambil tetap aktif dalam usaha keluarga. Dengan langkah ini, saya dapat menjaga
keterikatan dengan akar saya sekaligus membuka peluang untuk masa depan.
4. Jika Saya
Menjadi Orangtua Ayu
Sebagai orangtua Ayu, saya akan mendorong anak saya untuk tidak hanya
memikirkan hal-hal yang bersifat sementara. Saya akan mengungkapkan bahwa
pendidikan merupakan investasi yang menawarkan manfaat jangka panjang. Ketika
saya merasakan kehilangan karena Ayu tidak tinggal bersama, saya akan
memperluas komunikasi dan menjaga hubungan emosional meskipun terpisah jarak.
Saya juga akan mengekspresikan rasa bangga dan kepercayaan saya terhadap
kemampuan Ayu untuk menjadi pribadi yang mandiri dan sukses, sehingga dia
merasa bahwa dukungan dan kasih sayang orangtuanya akan selalu ada, meski dia
berjuang di luar.
5. Perjuangan
Antara Motivasi Internal dan Eksternal (Ellerman, 2024
Ellerman (2024) menjelaskan bahwa perubahan sejati hanya dapat terjadi
ketika motivasi internal sepenuhnya dikendalikan oleh individu itu sendiri.
Motivasi yang berasal dari luar, seperti hadiah, uang, atau dorongan dari
lingkungan sosial, hanya efektif pada awal proses perubahan. Namun, jika tidak
diubah menjadi motivasi yang bersifat internal, perubahan tersebut tidak akan
bertahan lama. Dalam kasus Ayu, meskipun dorongan dari luar sangat kuat—dia
diperlakukan seperti anak sendiri oleh KDM, dengan akses penuh ke fasilitas
pendidikan dan kehidupan yang lebih baik—tetapi karena motivasi internalnya
tidak sejalan, perubahan tersebut tidak dapat berakar.
Motivasi
internal Ayu tampaknya berasal dari nilai-nilai sederhana, kedekatan dengan
keluarga, dan kenyamanan dengan kehidupan tradisionalnya. Ketika lingkungan
barunya tidak dapat membangkitkan harapannya, motivasi dari luar hanya menjadi
sesuatu yang sekadar tampilan yang akhirnya dilepaskan.
Perjuangan
antara motivasi internal dan eksternal akan selalu dimenangkan oleh motivasi
internal, karena pada dasarnya manusia akan bergerak berdasarkan nilai-nilai
yang mereka percaya. Kekuatan untuk berubah hanya akan muncul ketika individu
merasa memiliki keinginan dan tanggung jawab terhadap perubahan tersebut dari
dalam diri mereka.
Kesimpulan
Kasus Ayu Aryanti dan KDM
mengajarkan kita bahwa perubahan diri tidak hanya berkaitan dengan fasilitas,
perhatian, atau dukungan dari lingkungan. Itu merupakan proses yang rumit yang
melibatkan aspek psikologis pribadi, nilai-nilai hidup, dan motivasi internal.
Dalam upaya untuk melakukan intervensi sosial, penghormatan terhadap suara
individu dan pendekatan yang melibatkan partisipasi jauh lebih efektif daripada
penerapan paksaan yang mengatasnamakan kebaikan. Ayu bukanlah sosok yang
"bodoh," tetapi dia membuat pilihan berdasarkan nilai-nilai yang
diyakininya. Dan dalam konteks manusia, kebenaran sejati tidak selalu muncul
dari luar, tetapi berasal dari dalam dirinya sendiri.
_________________________________
Daftar Pustaka
• Ellerman, D. (2024). Internal vs External Motivation in Human Transformation. Human Development Review.
• Lewin, K. (1951). Field Theory in Social Science. New York: Harper & Row.