Senin, 12 Mei 2025

ESSAY 9 UTS- Cholifahtun Pratista D- 23310410120

                                                 ESSAY 9: UJIAN TENGAH SEMESTER

PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta, MA.

 

 

Nama: Cholifahtun Pratista Dewi

NIM: 23310410120

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

 

Hierarki Pengelolaan Sampah terhadap realitas kehidupan:

Permasalahan sampah di Indonesia saat ini masih menjadi tantangan besar. Timbulan sampah di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 33,6 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, sekitar 39,91% atau 13,4 juta ton tidak terkelola dengan baik, yang berpotensi mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat. Pemerintah Indonesia menargetkan penyelesaian 50% permasalahan sampah nasional pada tahun 2025 dan 100% pada tahun 2029. Namun, pencapaian target ini menghadapi berbagai tantangan, termasuk keterbatasan infrastruktur dan partisipasi masyarakat. Partisipasi aktif masyarakat dalam memilah dan mengelola sampah masih rendah. Di sisi lain, pemerintah daerah menghadapi keterbatasan anggaran dan kapasitas dalam mengelola sampah secara efektif.

Prinsip hirarki pengelolaan limbah adalah suatu prinsip yang memberikan pedoman tentang tahapan-tahapan dalam pengelolaan limbah mulai dari yang lebih prioritas hingga yang tidak prioritas. Berbagai perjanjian lingkungan internasional, yaitu Konvensi Basel dan Konvensi Stockholm, serta peraturan pengelolaan limbah di berbagai negara, seperti Directive 2006/12 dan Directive 2000/76 European Community mengharuskan penghormatan terhadap prinsip ini. Peraturan perundangundangan Indonesia, seperti Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18/1999 jo PP 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) juga menegaskan prinsip yang sama. Upaya pengelolaan pertama akan berpengaruh pada keberhasilan dari upaya pengelolaan kedua dan selanjutnya. Dengan demikian diharapkan melalui penerapan prinsip hirarki pengelolaan limbah ini dapat mengurangi jumlah limbah secara signifikan mulai dari sumbernya sampai ke tempat pembuangan akhir.

Metode hierarki pengelolaan limbah dari yang paling ramah lingkungan hingga yang paling tidak disarankan. Hierarki ini terdiri dari enam tingkatan yaitu

  1. Pencegahan (Prevention) yaitu Langkah pertama dan paling disarankan adalah mencegah timbulnya limbah. Hal ini dapat dilakukan melalui perubahan perilaku, teknologi, dan kebijakan yang mengurangi jumlah limbah sejak awal. Contohnya memilih produk dengan kemasan minimal dan menerapkan desain produk yang ramah lingkungan.
  2. Pengurangan (Reduce) yaitu Mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan. Contohnya adalah Menghindari penggunaan sedotan plastik dan alat makan sekali pakai.
  3. Penggunaan kembali (Reuse) yaitu Menggunakan kembali barang agar tidak cepat menjadi sampah. Contohnya Menjadikan botol bekas sebagai pot tanaman atau wadah penyimpanan.
  4. Daur ulang (Recycle) yaitu Metode Mengolah limbah menjadi barang baru yang berguna. Contohnya adalah Mengumpulkan kertas bekas dan mengirimkannya ke bank sampah atau pusat daur ulang.
  5. Insinerasi (Pembakaran): Proses pembakaran limbah pada suhu tinggi untuk mengurangi volume limbah dan menghasilkan energi. Meskipun efektif, metode ini dapat menghasilkan emisi gas berbahaya jika tidak dikelola dengan baik. Contohnya Menggunakan biodigester rumah tangga untuk mengubah limbah dapur menjadi biogas.
  6. Pembuangan ke TPA (Landfill): Metode terakhir dan paling tidak disarankan adalah membuang limbah ke tempat pembuangan akhir. Limbah yang dibuang ke TPA cenderung tidak terurai dengan cepat dan dapat mencemari lingkungan selama puluhan atau bahkan ratusan tahun.

Menurut Chowdhury et al. (2014) dan hierarki pengelolaan limbah yang diadopsi secara internasional (termasuk oleh Uni Eropa dan banyak negara maju), urutan prioritas didasarkan pada dampak lingkungan paling kecil hingga paling besar. Energy recovery seperti insinerasi untuk menghasilkan listrik memang berguna, tetapi tetap yaitu Menghasilkan emisi karbon dan polutan udara, meskipun sudah melalui filtrasi modern dan Menghilangkan sumber daya yang seharusnya bisa digunakan kembali atau didaur ulang.

Alasan Energy Recovery Tidak Dijadikan Prioritas Utama yaitu Pendapat yang menginginkan energy recovery sebagai prioritas pertama mengedepankan efisiensi dan kemudahan, dengan alasan bahwa adanya Perilaku 3R sulit, mahal, dan butuh ketekunan. Masyarakat juga cenderung lebih praktis dan tidak konsisten dalam memilah atau mengelola sampah di rumah. PLTSa dan insinerator dianggap solusi instan untuk mengatasi ledakan volume sampah kota. Tetapi pendekatan ini berisiko menciptakan budaya yang konsumtif, karena Masyarakat merasa bebas menghasilkan sampah sebanyak mungkin.

Sehingga menurut saya Saya tidak sepenuhnya setuju menjadikan energy recovery sebagai prioritas utama. karena kita perlu mendorong inovasi dan insentif agar perilaku 3R seperti Menjadi lebih mudah dan terjangkau (misalnya dengan bank sampah digital, aplikasi pemilahan sampah). Energy recovery seharusnya tetap opsi terakhir sebelum pembuangan, bukan yang pertama, agar sumber daya tetap dimanfaatkan seefisien mungkin sesuai prinsip ekonomi sirkular dan keberlanjutan lingkungan.

 


Pituku. (2024, Maret 1). Pahami Hirarki Pengolahan Limbah. Pituku.id. https://pituku.id/article/hirarki-pengolahan-limbah

Enviro_Teknika Konsultan Lingkungan. (2012, Januari 26). Prinsip Hirarki Pengelolaan Limbah. https://et-konsultanlingkungan.blogspot.com/2012/01/prinsip-hirarki-pengelolaan-limbah.html

Chowdhury, A.H., Mohammad, N., Ul Haque, Md.R., & Hossain, T. (2014). Developing 3Rs (Reduce, Reuse and Recycle) Strategy for Waste Management in the Urban Areas of Bangladesh: Socioeconomic and Climate Adoption Mitigation Option. IOSR Journal of Environmental Science, Toxicology and Food Technology (IOSR-JESTFT), 8(5), 9–18. Tersedia di: https://www.iosrjournals.org/iosr-jestft/papers/vol8-issue5/Version-1/B08510918.pdf


0 komentar:

Posting Komentar