ESSAY 9: UJIAN TENGAH SEMESTER
PSIKOLOGI
LINGKUNGAN
Dosen
Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta, MA.
Nama:
Cholifahtun Pratista Dewi
NIM:
23310410120
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Hierarki
Pengelolaan Sampah terhadap realitas kehidupan:
Permasalahan
sampah di Indonesia saat ini masih menjadi tantangan besar. Timbulan sampah di
Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 33,6 juta ton per tahun. Dari jumlah
tersebut, sekitar 39,91% atau 13,4 juta ton tidak terkelola dengan baik, yang
berpotensi mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat. Pemerintah
Indonesia menargetkan penyelesaian 50% permasalahan sampah nasional pada tahun
2025 dan 100% pada tahun 2029. Namun, pencapaian target ini menghadapi berbagai
tantangan, termasuk keterbatasan infrastruktur dan partisipasi masyarakat. Partisipasi
aktif masyarakat dalam memilah dan mengelola sampah masih rendah. Di sisi lain,
pemerintah daerah menghadapi keterbatasan anggaran dan kapasitas dalam
mengelola sampah secara efektif.
Prinsip
hirarki pengelolaan limbah adalah suatu prinsip yang memberikan pedoman tentang
tahapan-tahapan dalam pengelolaan limbah mulai dari yang lebih prioritas hingga
yang tidak prioritas. Berbagai perjanjian lingkungan internasional, yaitu
Konvensi Basel dan Konvensi Stockholm, serta peraturan pengelolaan limbah di
berbagai negara, seperti Directive 2006/12 dan Directive 2000/76 European
Community mengharuskan penghormatan terhadap prinsip ini. Peraturan
perundangundangan Indonesia, seperti Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18/1999 jo PP 85/1999
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) juga menegaskan
prinsip yang sama. Upaya pengelolaan pertama akan berpengaruh pada keberhasilan
dari upaya pengelolaan kedua dan selanjutnya. Dengan demikian diharapkan
melalui penerapan prinsip hirarki pengelolaan limbah ini dapat mengurangi
jumlah limbah secara signifikan mulai dari sumbernya sampai ke tempat
pembuangan akhir.
Metode
hierarki pengelolaan limbah dari yang paling ramah lingkungan hingga yang
paling tidak disarankan. Hierarki ini terdiri dari enam tingkatan yaitu
- Pencegahan (Prevention) yaitu Langkah
pertama dan paling disarankan adalah mencegah timbulnya limbah. Hal ini
dapat dilakukan melalui perubahan perilaku, teknologi, dan kebijakan yang
mengurangi jumlah limbah sejak awal. Contohnya memilih produk dengan
kemasan minimal dan menerapkan desain produk yang ramah lingkungan.
- Pengurangan (Reduce) yaitu Mengurangi
jumlah sampah yang dihasilkan. Contohnya adalah Menghindari penggunaan
sedotan plastik dan alat makan sekali pakai.
- Penggunaan kembali (Reuse) yaitu Menggunakan
kembali barang agar tidak cepat menjadi sampah. Contohnya Menjadikan botol
bekas sebagai pot tanaman atau wadah penyimpanan.
- Daur ulang (Recycle) yaitu Metode Mengolah
limbah menjadi barang baru yang berguna. Contohnya adalah Mengumpulkan
kertas bekas dan mengirimkannya ke bank sampah atau pusat daur ulang.
- Insinerasi (Pembakaran): Proses
pembakaran limbah pada suhu tinggi untuk mengurangi volume limbah dan
menghasilkan energi. Meskipun efektif, metode ini dapat menghasilkan emisi
gas berbahaya jika tidak dikelola dengan baik. Contohnya Menggunakan
biodigester rumah tangga untuk mengubah limbah dapur menjadi biogas.
- Pembuangan ke TPA (Landfill): Metode
terakhir dan paling tidak disarankan adalah membuang limbah ke tempat
pembuangan akhir. Limbah yang dibuang ke TPA cenderung tidak terurai
dengan cepat dan dapat mencemari lingkungan selama puluhan atau bahkan
ratusan tahun.
Menurut
Chowdhury et al. (2014) dan hierarki pengelolaan limbah yang diadopsi secara
internasional (termasuk oleh Uni Eropa dan banyak negara maju), urutan
prioritas didasarkan pada dampak lingkungan paling kecil hingga paling besar. Energy
recovery seperti insinerasi untuk menghasilkan listrik memang berguna, tetapi
tetap yaitu Menghasilkan emisi karbon dan polutan udara, meskipun sudah melalui
filtrasi modern dan Menghilangkan sumber daya yang seharusnya bisa digunakan
kembali atau didaur ulang.
Alasan
Energy Recovery Tidak Dijadikan Prioritas Utama yaitu Pendapat yang
menginginkan energy recovery sebagai prioritas pertama mengedepankan efisiensi
dan kemudahan, dengan alasan bahwa adanya Perilaku 3R sulit, mahal, dan butuh
ketekunan. Masyarakat juga cenderung lebih praktis dan tidak konsisten dalam
memilah atau mengelola sampah di rumah. PLTSa dan insinerator dianggap
solusi instan untuk mengatasi ledakan volume sampah kota. Tetapi pendekatan
ini berisiko menciptakan budaya yang konsumtif, karena Masyarakat merasa bebas
menghasilkan sampah sebanyak mungkin.
Sehingga
menurut saya Saya tidak sepenuhnya setuju menjadikan energy recovery sebagai
prioritas utama. karena kita perlu mendorong inovasi dan insentif agar perilaku
3R seperti Menjadi lebih mudah dan terjangkau (misalnya dengan bank sampah
digital, aplikasi pemilahan sampah). Energy recovery seharusnya tetap opsi
terakhir sebelum pembuangan, bukan yang pertama, agar sumber daya tetap
dimanfaatkan seefisien mungkin sesuai prinsip ekonomi sirkular dan keberlanjutan
lingkungan.
Pituku.
(2024, Maret 1). Pahami Hirarki Pengolahan Limbah. Pituku.id. https://pituku.id/article/hirarki-pengolahan-limbah
Enviro_Teknika Konsultan Lingkungan.
(2012, Januari 26). Prinsip Hirarki Pengelolaan Limbah. https://et-konsultanlingkungan.blogspot.com/2012/01/prinsip-hirarki-pengelolaan-limbah.html
Chowdhury, A.H., Mohammad, N., Ul
Haque, Md.R., & Hossain, T. (2014). Developing 3Rs (Reduce, Reuse and
Recycle) Strategy for Waste Management in the Urban Areas of Bangladesh:
Socioeconomic and Climate Adoption Mitigation Option. IOSR Journal of Environmental
Science, Toxicology and Food Technology (IOSR-JESTFT), 8(5), 9–18. Tersedia di: https://www.iosrjournals.org/iosr-jestft/papers/vol8-issue5/Version-1/B08510918.pdf
0 komentar:
Posting Komentar