Senin, 12 Mei 2025

Esai 9 - UTS

Mengelola Sampah dengan Bijak: Mengapa Pencegahan Tetap Lebih Utama dari pada Sekadar Mengubah Sampah Menjadi Energi?

Mata Kuliah Psikologi Lingkungan


Dosen Pengampu:

Dr., Dra. Arundati Shinta, M.A


Prasetiyo - 23310410121

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta

    Sampah menjadi isu global yang semakin mendesak untuk ditangani dengan serius. Setiap individu berkontribusi terhadap timbulan sampah setiap harinya, dan jika tidak dikelola dengan bijak, akan berdampak buruk pada lingkungan maupun kesehatan masyarakat (Zaman & Lehmann, 2013). Oleh karena itu, pendekatan yang sistematis dan berjenjang sangat dibutuhkan dalam mengelola limbah.

    Dalam model hirarki pengelolaan limbah yang disampaikan oleh Chowdhury et al. (2014), terdapat enam langkah strategis yang menunjukkan urutan prioritas dari yang paling disarankan hingga yang paling dihindari: prevention, reuse, reduce, recycling, energy recovery, dan disposal.

Langkah pertama, pencegahan (prevention), adalah upaya menghindari timbulnya limbah sejak awal. Contohnya adalah dengan membeli produk tanpa kemasan plastik atau menggunakan botol minum isi ulang. Menurut Ellen MacArthur Foundation (2013), pencegahan adalah langkah paling efektif karena secara langsung mengurangi beban sistem pengelolaan sampah. Langkah kedua adalah penggunaan ulang (reuse), yaitu memanfaatkan kembali barang-barang tanpa mengubah bentuknya. Misalnya, memakai kembali toples bekas untuk menyimpan bumbu dapur atau menggunakan kantong kain saat berbelanja. Selanjutnya adalah pengurangan (reduce). Prinsip ini menekankan pada gaya hidup minimalis, hanya membeli barang yang dibutuhkan dan menghindari barang sekali pakai. Contohnya seperti tidak mengambil sedotan plastik atau menolak brosur cetak yang tidak diperlukan. Langkah keempat, daur ulang (recycling), melibatkan pengolahan ulang material sampah menjadi produk baru. Misalnya, limbah kertas diubah menjadi kertas daur ulang atau botol plastik menjadi bahan bangunan ringan. Langkah kelima, pemanfaatan energi (energy recovery), meliputi proses mengubah sampah menjadi energi, biasanya melalui insinerasi atau teknologi termal lainnya. PLTSa adalah contoh nyata bagaimana limbah bisa menjadi sumber energi terbarukan (KLHK, 2020). Terakhir adalah pembuangan (disposal). Ini merupakan pilihan terakhir ketika sampah tidak lagi bisa dimanfaatkan. Biasanya berupa limbah residu seperti popok bekas atau limbah medis yang harus dimusnahkan.

    Beberapa pihak menyampaikan kritik terhadap posisi energy recovery yang berada di peringkat kelima. Menurut studi dalam Journal of Cleaner Production, pendekatan ini dinilai kurang relevan di beberapa wilayah yang belum siap menerapkan sistem 3R secara masif (Zaman & Lehmann, 2013). Akibatnya, masyarakat justru terdorong untuk menyerahkan sampah ke fasilitas pembakaran tanpa memilah terlebih dahulu. Pendapat ini semakin kuat jika kita melihat kenyataan bahwa proses reduce, reuse, dan recycle memang memerlukan waktu, biaya, dan konsistensi yang tinggi. Maka tidak mengherankan jika muncul pemikiran bahwa akan lebih efisien jika semua sampah langsung dijadikan energi. Namun, menurut Ellen MacArthur Foundation (2013), pendekatan seperti itu berisiko menumbuhkan sikap konsumtif dan melemahkan tanggung jawab individu terhadap limbah yang dihasilkan. Jika masyarakat merasa semua sampah bisa dibakar dan dijadikan listrik, maka semangat untuk memilah dan mengurangi sampah di sumbernya akan menurun drastis.

    Oleh karena itu, solusi terbaik bukanlah dengan mengubah urutan hirarki, melainkan meningkatkan edukasi dan membangun ekosistem pendukung perilaku 3R. Seperti disampaikan oleh Chowdhury et al. (2014), pengelolaan limbah yang efektif tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada kesadaran kolektif masyarakat. Langkah-langkah seperti penyediaan bank sampah, pengadaan fasilitas kompos skala rumah tangga, serta pelatihan membuat produk dari barang bekas dapat meningkatkan partisipasi warga. Selain itu, pemerintah perlu memberikan insentif atau subsidi bagi rumah tangga yang konsisten menjalankan 3R.

Mengubah sampah menjadi energi memang solusi cepat, namun bukan yang paling bijak. Pencegahan tetap menjadi langkah utama yang harus dikedepankan, karena dari situlah seluruh rantai pengelolaan limbah dapat ditekan sejak awal. Dengan kesadaran, edukasi, dan kolaborasi, kita bisa menjadikan pengelolaan sampah bukan hanya tugas pemerintah, tetapi gerakan bersama demi masa depan yang lebih bersih.


Daftar Pustaka

Chowdhury, M. A. I., et al. (2014). Waste management and waste hierarchy: A review. Journal of Environmental Research.
Ellen MacArthur Foundation. (2013). Towards the Circular Economy. Retrieved from https://ellenmacarthurfoundation.org
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). (2020). Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat.
Zaman, A. U., & Lehmann, S. (2013). The zero waste index: A performance measurement tool for waste management systems in a ‘zero waste city’ concept. Journal of Cleaner Production, 50, 123 132.

0 komentar:

Posting Komentar