ESSAI 2 - WAWANCARA TENTANG DISONANSI KOGNITIF
Judul: Rendahnya Kesadaran Diri: Studi Singkat tentang
Disonansi Kognitif pada Perokok
Istianah
Mata Kuliah Psikologi Inovasi
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Tahun 2025
Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A
Merokok telah lama dikenal sebagai aktivitas yang
membahayakan kesehatan. Informasi mengenai dampak negatif merokok tersebar luas
melalui berbagai media, pendidikan kesehatan, hingga peringatan pada bungkus
rokok. Namun, fenomena menarik muncul ketika individu yang menyadari bahaya
merokok tetap melanjutkan kebiasaan tersebut. Fenomena ini dapat dijelaskan
melalui konsep disonansi kognitif, yaitu ketidaknyamanan psikologis yang muncul
akibat adanya konflik antara pengetahuan dan perilaku.
Untuk memahami lebih dalam mengenai disonansi kognitif
pada perokok, dilakukan wawancara singkat dengan seorang individu yang memiliki
kebiasaan merokok. Wawancara ini bertujuan untuk menggali alasan di balik
perilaku merokok meskipun mengetahui risiko kesehatannya.
Alfin, seorang pria berusia 26 tahun, mengungkapkan
bahwa ia mulai merokok sejak usia remaja. Ketika ditanya alasan merokok, ia
menjawab, "Merokok membantu saya merasa rileks dan fokus, terutama saat
bekerja." Saat ditanya apakah ia mengetahui bahaya merokok, ia menjawab,
"Tentu, saya tahu merokok bisa menyebabkan kanker, penyakit jantung, dan
lainnya." Namun, ia tetap melanjutkan kebiasaannya karena merasa sulit
untuk berhenti dan merokok sudah menjadi bagian dari rutinitasnya.
Dari wawancara tersebut, terlihat jelas adanya disonansi
kognitif. Responden menyadari bahaya merokok namun tetap melanjutkan kebiasaan
tersebut. Untuk mengurangi ketidaknyamanan psikologis, ia merasionalisasi
perilakunya dengan menyatakan bahwa merokok membantunya merasa rileks dan
fokus. Ini sejalan dengan teori disonansi kognitif yang dikemukakan oleh Leon
Festinger, di mana individu berusaha mengurangi disonansi dengan mengubah
kognisi atau menambahkan kognisi baru yang mendukung perilaku mereka.
Fenomena disonansi kognitif pada perokok menunjukkan
bahwa pengetahuan tentang bahaya merokok tidak selalu cukup untuk mengubah
perilaku. Perilaku manusia sering kali dipengaruhi oleh faktor emosional,
kebiasaan, dan kenyamanan jangka pendek. Oleh karena itu, pendekatan untuk
mengurangi kebiasaan merokok harus mempertimbangkan aspek psikologis dan
emosional, tidak hanya memberikan informasi tentang bahaya merokok.
Esai ini disusun berdasarkan wawancara dan analisis
terhadap fenomena disonansi kognitif pada perokok, dengan tujuan untuk
memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai konflik antara pengetahuan dan
perilaku dalam konteks kebiasaan merokok.
0 komentar:
Posting Komentar