UTS PSIKOLOGI LINGKUNGAN
Tinjauan Terhadap Prioritas Pengelolaan Limbah
Berdasarkan Gambar Hierarki Chowdhury et al. (2014): Antara Prioritas 6R dan
Pemulihan Energi
Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A
Nama: Gunarti
NIM: 23310410118
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
2025
Dalam era modern yang ditandai oleh konsumsi tinggi dan
produksi massal, pengelolaan limbah menjadi salah satu tantangan lingkungan
terbesar. Untuk mengatasi hal ini, Chowdhury et al. (2014) mengembangkan
pendekatan hierarkis yang dikenal dengan prinsip 6R: Prevention, Reuse, Reduce,
Recycling, Recovery, dan Disposai. Model ini bertujuan untuk mengelola limbah
secara bertanggung jawab dengan meminimalkan dampak negatifnya terhadap lingkungan.
Pendekatan yang mampu mendorong perilaku agar lebih bijak dalam konsumsi dan
pembuangan barang sehari-hari. Pada gambar hierarki limbah menunjukkan bahwa
semakin tinggi posisi suatu tindakan dalam hierarki, semakin diutamakan
tindakan tersebut dalam upaya pengelolaan limbah berkelanjutan. Berikut
penjelasan urutannya:
1. Prevention (Menolak/Mencegah)
Langkah pertama dan perilaku paling utama dalam hierarki
ini, menunjukkan bahwa dalam pengelolaan limbah adalah menolak barang-barang
yang tidak perlu atau yang menghasilkan sampah berlebihan. Perilaku ini
mencerminkan kesadaran akan dampak dari keputusan konsumsi. Misalnya, menolak
kantong plastik dengan membawa tas kain sendiri saat berbelanja, atau menolak
membeli produk dengan kemasan yang tidak ramah lingkungan. Tindakan ini secara
langsung mengurangi potensi timbulan sampah.
2. Reuse (Menggunakan Kembali)
Alih-alih membuang barang yang sudah tidak digunakan,
prinsip reuse mendorong masyarakat untuk menggunakannya kembali baik untuk
fungsi yang sama maupun berbeda. Sebagai contoh, botol kaca bekas selai dapat
digunakan sebagai tempat bumbu dapur dan menggunakan botol bekas sebagai tempat
sabun. Ini membantu brang-barang tertunda perjalanannya ke tempat pembuangan
akhir.
3. Reduce (Mengurangi)
Tahap berikutnya adalah mengurangi penggunaan
barang-barang yang berpotensi menjadi sampah. Konsep ini mendorong efisiensi
dan kesederhanaan. Contohnya adalah membeli produk dalam kemasan besar untuk
mengurangi jumlah kemasan sekali pakai, atau menggunakan barang yang dapat
digunakan berulang kali, seperti tumblr, kotak makan, toples, tas kain.
Mengurangi konsumsi berarti mengurangi limbah yang akan dibuang.
4. Recycling (Mendaur Ulang)
Daur ulang merupakan proses mengubah limbah menjadi
produk baru yang dapat dipakai dan diperjual-belikan. Ini penting untuk
mengurangi eksploitasi sumber daya alam. Perilaku yang mendukung prinsip ini
antara lain memilah sampah rumah tangga agar mudah diproses ulang, serta
mengirimkan kertas atau plastik bekas ke pusat daur ulang. Dengan daur ulang, sampah
yang tidak berguna bisa diubah menjadi bernilai dan meengurangi kerusakan
lingkungan.
5. Energy Recovery (Memanfaatkan limbah menjadi energi)
Recover mengacu pada pemanfaatan bahan dari limbah yang
tidak bisa didaur ulang dan mengubahnya menjadi energi. Teknologi seperti
insinerator pembangkit energi atau pirolisis limbah plastik adalah contohnya.
Di rumah tangga, pemulihan energi dapat dilakukan dengan memanfaatkan limbah organik
untuk menghasilkan biogas dan juga menggunakan limbah plastik untuk
menghasilkan listrik di fasilitas waste-to-energy. Hal ini menunjukkan bahwa bahkan
limbah yang tidak berguna masih memiliki potensi yang sangat baik bagi manusia.
6. Disposal (Membuang/Memusnahkan)
Disposal atau pembuangan/memusnakan limbah adalah tahap
terakhir dalam hierarki pengelolaan limbah, yaitu limbah yang sudah tidak dapat
digunakan kembali (3R) akan dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) atau
dimusnahkan, misalnya dengan dibakar. Contoh perilakunya, membuang popok sekali
pakai ke tempat sampah karena tidak bisa didaur ulang. Dan juga mengirim limbah
medis infeksius dan B3 ke insinerator untuk dimusnahkan.
Penempatan energy recovery (pemulihan energi) pada posisi
kelima dalam hierarki Chowdhury et al. (2014) menandakan bahwa langkah ini
dianggap kurang ideal dibandingkan dengan tindakan preventif seperti mengurangi
dan menggunakan kembali. Namun, pandangan ini mulai dikritisi oleh sebagian
kalangan.
Beberapa argumen menentang posisi rendah energy recovery,
karena dalam praktiknya, masyarakat menghadapi berbagai tantangan untuk
menerapkan 3R, seperti keterbatasan waktu, biaya, dan infrastruktur pendukung.
Mengolah sampah menjadi energi secara langsung melalui sistem termal dinilai
lebih praktis dan menghasilkan manfaat langsung, seperti listrik dan panas,
yang bisa mendukung kebutuhan energi nasional.
Kritik ini menyuarakan bahwa menempatkan energy recovery
di posisi terendah membuat masyarakat berpikir bahwa tindakan membuang sampah
untuk dibakar adalah opsi yang buruk, padahal teknologi pengolahan modern sudah
sangat efisien dan minim emisi. Dalam pendekatan baru yang diusulkan, justru
pemulihan energi bisa menjadi langkah awal (first action) dalam pengelolaan
limbah, disusul oleh pemanfaatan sisa-sisa hasil pembakaran menjadi kompos, bahan
kerajinan, dan produk ekonomi sirkuler lainnya.
Namun, dalam pemulihan energi tetap menghasilkan residu
dan membutuhkan biaya operasional tinggi serta pengawasan ketat terhadap emisi.
Oleh karena itu, kritik terhadap hierarki Chowdhury et al. (2014) hendaknya
dipahami sebagai dorongan untuk menyesuaikan kebijakan pengelolaan limbah
berdasarkan konteks sosial, ekonomi, dan teknologi lokal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chowdhury, A.H., Mohammad, N., Ul Haque, Md.R., & Hossain, T. (2014).
Developing 3Rs (Reduce, Reuse and Recycle) Strategy for Waste Management in the
Urban Areas of Bangladesh: Socioeconomic and Climate Adoption Mitigation
Option. IOSR Journal of Environmental Science, Toxicology and Food Technology
(IOSR-JESTFT), 8(5), 9–18. Tersedia di: https://www.iosrjournals.org/iosr-jestft/papers/vol8-issue5/Version-1/B08510918.pdf
2. Banik, S., Uddin, M. M., Huda, M. S., Islam, M. N. (2016). Pembangkitan
Limbah Padat Rumah Tangga dan Sikap Pemangku Kepentingan menuju Manajemennya di
Habiganj, Bangladesh. Jurnal Ilmu Lingkungan, Toksikologi, dan Teknologi
Pangan IOSR (IOSR-JETFT), 10(10.1), 9-16. Tersedia di: https://www.researchgate.net/publication/309329894_Household_Solid_Waste_Generation_and_Stakeholders'_Attitude_towards_its_Management_in_Habiganj_Bangladesh
3. Asteria, D., Santoso, T., Sari, R. (2018). Aksi lokal untuk pengelolaan bank sampah melalui strategi
komunikasi lingkungan dan pendekatan kolaboratif untuk keberlanjutan desa.Tersedia di: https://api.taylorfrancis.com/content/chapters/oa-edit/download?identifierName=doi&identifierValue=10.1201%2F9781315213620-7&type=chapterpdf&utm_source=chatgpt.com
dan file:///C:/Users/Dell/Downloads/10.1201_9781315213620-7_chapterpdf%20(1).pdf
4. Shinta, A., Mahamudah, S. (2023). MEMBENTUK
KARAKTER ANAK UNTUK MENCINTAI LINGKUNGAN HIDUP MELALUI KEGIATAN PENGELOLAAN
SAMPAH. Jurnal Internasional Pendidikan Humaniora dan Ilmu Sosial, 6(5), 356-364.
Tersedia di: https://doi.org/10.54922/IJEHSS.2023.0602
dan file:///C:/Users/Dell/Downloads/EHS_6_602.pdf
5. Eksposto, LAS, & Januraga, PP (2021).
Karakteristik limbah domestik dan tinjauan sistematis pengelolaan. Jurnal Internasional Ilmu Kesehatan & Kedokteran, 4(2), 253-259. https://doi.org/10.31295/ijhms.v4n2.1731
0 komentar:
Posting Komentar