Suara dari TPST Randu Alas: Tanggung Jawab Sampah adalah Milik Kita Semua
Dr., Dra. Arundati Shinta, M.A
Pada tanggal 19 April 2025, saya berkesempatan untuk mengikuti kunjungan edukatif ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Randu Alas bersama Ibu Dosen Dr. Dra. Arundati Shinta, MA. Kegiatan ini memberikan wawasan baru bagi saya dan rekan-rekan mahasiswa tentang realita pengelolaan sampah yang terjadi di lapangan, termasuk berbagai tantangan dan harapan yang menyertainya.
Dalam kunjungan tersebut, kami memperoleh penjelasan langsung mengenai sistem kerja TPST Randu Alas yang mengelola sampah dari sekitar 400 kepala rumah tangga di wilayah sekitarnya. TPST ini dijalankan oleh 7 orang tenaga kerja yang berdedikasi. Mereka bertugas memilah, mengelola, dan memproses sampah dari masyarakat setiap harinya. Sampah yang diterima bukan hanya berasal dari satu RT atau RW, namun telah mencakup lingkup komunal hingga tingkat kelurahan.
Sayangnya, kondisi kerja petugas TPST sangat berisiko. Mereka bersinggungan langsung dengan racun, bakteri, dan bau menyengat dari sampah organik maupun anorganik. Meskipun mereka berperan penting dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan, gaji yang mereka terima masih jauh dari layak, yaitu hanya sekitar Rp1.800.000 – Rp2.000.000 per bulan, masih di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) Sleman. Padahal, tanggung jawab dan risiko kerja yang mereka hadapi sangat tinggi. Meski TPST ini telah bekerja sama dengan Puskesmas setempat dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), kesejahteraan petugas tetap menjadi masalah yang perlu diperjuangkan.
Selain itu, kami juga mendapatkan informasi penting mengenai permasalahan pengangkutan sampah, terutama terkait buka-tutupnya TPST Piyungan yang menjadi tempat pembuangan akhir di wilayah Yogyakarta. Ketika TPST Piyungan ditutup sementara, proses pengangkutan menjadi terhambat dan menyebabkan penumpukan sampah di berbagai titik. Hal ini menegaskan pentingnya peran TPST seperti Randu Alas dalam menangani sampah skala lokal.
Dalam sesi diskusi, Bapak Tujono selaku Wakil Ketua TPST Randu Alas menyampaikan bahwa salah satu akar permasalahan utama adalah kurangnya edukasi dan keterlibatan masyarakat dalam memilah sampah dari rumah. Sampah yang tidak dipilah akan lebih sulit diolah, cenderung membusuk, berbau, dan menjadi sumber penyakit. Padahal, jika pemilahan dilakukan sejak dari rumah, maka proses pengolahan di TPST akan jauh lebih mudah dan sehat.
Beliau juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara masyarakat, petugas lapangan, pemerintah, dan juga kalangan akademisi. Ia berharap kami sebagai mahasiswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga dapat menyampaikan kepada masyarakat luas betapa berat dan kompleksnya pekerjaan pengelolaan sampah. Kesadaran ini diharapkan dapat menumbuhkan empati dan tindakan nyata dalam menjaga lingkungan serta memperjuangkan kesejahteraan petugas TPST.
Melalui kunjungan ini, saya semakin sadar bahwa pengelolaan sampah bukan hanya soal membuang, melainkan soal tanggung jawab, edukasi, dan kolaborasi. Setiap orang punya peran dalam menjaga lingkungan, dimulai dari hal sederhana seperti memilah sampah dari rumah.
Dokumentasi :
0 komentar:
Posting Komentar