Senin, 29 Maret 2021

TOLERANSI

 

MENERAPKAN TOLERANSI TERHADAP ANAK

UJIAN TENGAH SEMESTER

MATA KULIAH PSIKOLOGI SOSIAL

DOSEN PENGAMPU : Dr.,Dra.Arundati Shinta,M.A

 

Viana Bintang Amanda Putri

20310410051

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

 


    Toleransi atau Toleran secara bahasa kata ini berasal dari bahasa latin tolerare yang berarti dengan sabar membiarkan sesuatu. Pengertian toleransi secara luas adalah suatu perilaku atau sikap manusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghormati atau menghargai setiap tindakan yang dilakukan orang lain. Toleransi juga dapat berarti suatu sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau antarindividu (perseorangan) baik itu dalam masyarakat ataupun dalam lingkup yang lain. Sikap toleransi dapat menghindari terjadinya diskriminasi, walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat. Toleransi terjadi karena adanya keinginan-keinginan untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari perselisihan yang saling merugikan kedua belah pihak. Contoh sikap toleransi secara umum antara lain: menghargai pendapat mengenai pemikiran orang lain yang berbeda dengan kita, serta saling tolong-menolong antar sesama manusia tanpa memandang suku, ras, agama, dan antar golongan. Menurut Walzer (dalam Verkuyten dan Yogesswaran, 2017), secara historis konsep toleransi merupakan usaha untuk mengatasi dampak bahaya dan kekerasan dari konflik agama. Goudsblom (dalam Doorn, 2012) menyatakan bahwa jauh sebelum term toleransi digunakan dalam kajian-kajian ilmiah, toleransi merujuk pada aktivitas perlawanan aktual terhadap tirani dan represi. Pada abad 17 istilah toleransi ditulis di pamflet-pamflet untuk memprotes inkuisisi dan persekusi dari Gereja. Selama abad 18 M, toleransi tidak hanya alat untuk memperjuangkan kebebasan dari agama, namun juga untuk memperjuangkan tatanan kehidupan sosial yang sekuler yang menjadi cikal bakal tegaknya demokrasi liberal di Eropa yang kita kenal saat ini (Goudsblom, dalam Doorn, 2012). Pada masa sekarang, term toleransi tidak lagi dimaknai sebagai toleransi dalam konteks agama saja, namun meluas yang meliputi orientasi politik, keragaman etnis dan ras, isu gender, LGBT, euthanasia serta aborsi (Doorn, 2012).

Mengajarkan toleransi kepada anak sejak usia dini adalah hal yang penting, karena pada dasarnya anak-anak masih mudah untuk diarahkan dan akan membekas sampai mereka dewasa.Namun mengajarkan nilai moral pada anak-anak dibutuhkan kesabaran dan kehati-hatian. Hal ini dikarenakan anak-anak belum sepenuhnya bisa menerima dan mencerna semua hal yang diajarkan kepada mereka, khususnya yang bersifat abstrak. Hal pertama yang perlu orangtua lakukan adalah mengajak anak diskusi tentang toleransi dan rasa hormat. Memberi mereka kesempatan untuk bermain dan bekerja dengan orang lain juga penting. Ini memungkinkan anak-anak belajar secara langsung bahwa setiap orang punya persamaan dan perbedaan. Cara orangtua untuk mengajarkan toleransi pada anak-anak, yaitu: Memberikan contoh bersikap menghargai orang lain, berhati-hati dalam membicarakan kebiasaan orang-orang yang berbeda, membantu anak dalam memahami nilai toleranis, menjawab dengan jujur, jika anak bertanya tentang kebiasaan beragama dan berbudaya, memberikan anak untuk bersosialisasi, menjaga dan mengawasi anak dalam proses sosial. Konsep toleransi telah muncul sejak beberapa abad yang lalu. Ketika orang tua mendorong sikap toleran anak, berbicara tentang nilai-nilai yang baik dan mencontohkan perilaku yang baik pula, maka anak-anak otomatis akan mengikuti jejak orangtuanya.

 

0 komentar:

Posting Komentar