Essay Mereview Jurnal Piskologi Industri
Zainal
derwotubun
22310410061
Fakutltas
psikologi
Universitas
Proklamasi
45 yogyakarta
Topik |
HUBUNGAN
ANTARA OTONOMI KERJA DENGAN KEBAHAGIAAN KERJA PADA INDUSTRI KREATIF |
|
|
Sumber |
Jurnal
Psikologi Industri dan Organisasi Vol 03 No.01, April 2014 Berlian Gressy
Septarini, Lukman Hakim |
|
|
Ringkasan |
Filsuf dan
para peneliti terdahulu telah mendefinisikan kebahagiaan dalam banyak cara
(Kesebir & Diener, 2008). Dalam mendefinisikan kebahagiaan, secara garis
besar di bagi menjadi dua sudut pandang, yaitu sudut pandang hedonic dan
sudut pandang eudaimonic. Sudut pandang hedonic yaitu sudut pandang yang
melihat ke b aha g i a an ke rj a s e b a g a i pe r a s a an menyenangkan
dan penilaian yang positif, sedangkan sudut pandang eudaimonic melihat
kebahagiaan sebagai bahasan yang mencakup diantaranya : melakukansesuatuyang
baik, benar secara moral, benar menurut diri sendiri, dan dapat menghasilkan
dampak positif yang signifikan (Ryan and Deci, 2001; Ryff & Singer, 2008)
Sudut pandang hedonic dicontohkan oleh penelitian mengenai subjective
well-being, dimana subjective well-being pada umumnya dilihat memiliki dua
komponen yang berhubunganyaitu judgment of life (dinilai secara global dan
melalui domain-domain yang spesifik seperti relationship, health, work,
leisure) dan komponen kedua yaitu affect balance dimana dominasi
perasaanpositif danrelativesedikitatau malah jarang perasaan negatif (Diener,
Suh, Lucas, & Smith, 1999; Schimmack, 2008). Kebahagiaan kerja bukanlah
istilah yang banyak digunakan dalam penelitian akademisi mengenai pengalaman
karyawan dalam organisasi. Bukan berarti bahwa peneliti organisasi tidak
tertarik pada kebahagiaan karyawan di tempat kerja, justru selama
bertahun-tahun banyak peneliti telah mempelajari sejumlah konstrak yang
tampaknya cukup tumpang tindih dengan konsep kebahagiaanyang sangatluas
(Fisher, 2010). Ada banyak cara dalam mendefinisikan kebahagiaan kerja
(Happiness at work), oleh karena itu para peneliti terdahulu membaginya
menjadi tiga level, yaitu transient level (tingkatan dimana kebahagiaan ada
dan terlihat), person level (dimana tingkatan melihat durasi dan atau
stabilitas kebahagiaan kerjadari waktu kewaktu), dan unit level (tingkatan
yang mengkaji kontenkonten spesifik dari kebahagiaan kerja). Khusus p a d a p
e n e l i t i a n k a l i i n i , p e n e l i t i memfokuskannya pada sudut
pandang hedonic, dengan komponen affect balance dan pendefinisianpada level
transient. Kebahagiaan kerja akan memberi banyak kontribusi, baik untuk
organisasi dan individu. Pada tingkat organisasi, kebanyakan orang menganggap
bahwa atribut budaya dan praktikpraktik pengelolaan sumber daya manusia
sebagai kemungkinan penyebab terjadinya kebahagiaan di antara anggota
organisasi. The Great Place to Work Institute mengatakan bahwa karyawan
merasa bahagia ketika mereka mempercayai orang-orang tempat mereka bekerja,
karyawan merasa bahagia ketika apa yang mereka kerjakan membuat mereka
bangga, dan karyawan bahagia saat orang-orang yang bekerja dengan mereka
membuat mereka merasa nyaman (Fisher, 2010). Sirota, Mischkind, & Meltzer
(2005) pun setuju dengan tiga faktor penting dalam menghasilkan kebahagiaan
dan antusias pekerja, yaitu equity, achievement, feedback, dan persahabatan
dengan rekan satu tim. Peningkatan
kinerja juga menggunakan keterlibatan dan komitmen yang tinggi sebagai sebuah
pendekatan, dengan mendesain ulang pekerjaan agar tim dapat bekerja secara
lebih otonom, selektif dalam bekerja, menawarkan keamanan kerja, berinvestasi
dalam pelatihan, berbagi informasi dan kewenangan dengan karyawan, mengadopsi
struktur organisasi yang datar (flat) dan me-reward berdasarkan kinerja
organisasi (Huselid, 1995; Lawler 1992; Pfeffer, 1998). Langkah tersebut
sekaligus akan memperbaiki motivasi dan kualitas pekerja, menurunkan turnover
dan membantu kondisi finansial organisasi baik untuk jangka panjang,
maupunjangkapendek. Ryan, dkk (2008) mengatakan bahwasanya otonomi kerja akan
memberikan kebahagiaan bagi pekerjanya. Hackman & Olham (1976) mendefiniskan
otonomi kerja sebagai sejauh mana suatu pekerjaan memberikan kebebasan
substansial, kemandirian dan keleluasaan untuk menjadwalkan pekerjaan dan
menentukan prosedur yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan (Hackman
& Oldham, 1976). Otonomi kerja secara positif berkaitan dengan motivasi
karyawan, kepuasan kerja, kualitas dari kehidupan pekerjaan, dan efektifitas
kerja (Fisher, 2010). Otonomi pada individu dan kelompok telah digunakan
sebagai salah satu dasar untuk meningkatkan partisipasi dan komitment
karyawan yang di terapkan dengan cara empowerment (Mabey, Salaman, &
Storey, 1998). Otonomi pada level karyawan dan kelompok kerja, akan
memberikan tanggung jawab pada pekerja untuk mencari dan mencapai kemajuan
yang berkelanjutan (Friedman, Lipschitz, & Overmeer, 2001). Meskipun
kemudian Nonaka, Toyama, & Konnon (2000) mengatakanbahwaotonomi
adalahsuatu kondisi yang jugadibutuhkan pada level organisasi untuk mendorong
penciptaan pengetahuan baru. Otonomi kerja adalah hal yang dibutuhkandalam setiap
organisasi atau peruhasaan, termasuk dalamjugadalamindustri kreatif. |
|
|
Metode penelitian |
Variabel dalam
penelitian ini adalah otonomi kerja dan kebahagiaan kerja. Otonomi kerja
adalah sejauh mana pekerjaan memberikan kebebasan substansial, kemandirian
dan keleluasaan untuk menjadwalkan pekerjaan dan menentukan prosedur yang
digunakan dalam melaksanakan pekerjaan. Otonomi kerja merupakan salah satu
dimensi dari Job Cha ra c te ri s ti c Theor y (Ha ckman & Oldham,1976)
dalam penelitian ini otonomi kerja di ukur menggunakan 13 itemdengan 4
poinskala likert. Sedangkan menurut Boehm & Lyubomirsky (2008) mengkaji
kebahagiaan kerja dari sisi positive & negative affect. Seseorang
dikatakan bahagia jika positive affect (PA) lebih tinggi dari pada negative
affect (NA) di sebagian besar waktunya, dan sebaliknya seseorang dikatakan
tidak bahagia jika negative affect-nya lebih tinggi daripada positive
affectnya. Dalam mengoperasionalkan positive affect (PA) dan negative affect
(NA), Boehm & Lyubomirsky mengacu pada Positive and Negative Affect
(Watson, Clark & Tellegen,1988) yang diukur dengan Positive Affect &
Negative Affect Schedule (PANAS) Subjek dalam penelitian ini adalah pekerja
industri kreatif di sektor desain fashion. Industri kreatif didefinisikansebagai
industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta
bakatindividu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan
melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu
tersebut. Diperoleh 58 orang subjek yang tersebar di 6 distroyang berbedadi
Surabaya. Alat pengumpulan data berupa kuesioner otonomi kerja yang
dikembangkan oleh Lukman Hakim dari Job Diagnostig Survey yang disusun oleh Hanckman
& Oldham, dan kuesioner positive affect & negative affect scale
(2001) translasi dari PANAS (Watson, Clark & Tellegen,1988). Analisis
data dilakukan dengan teknik statistik korelasi product moment Spearmens rho,
dengan bantuan program SPSS 16 for Windows. Taraf signifikansi yang digunakan
dalampenelitianini sebesar5%. |
|
|
Hasil
Penelitian |
Berdasarkan
hasil uji korelasi diatas diketahui bahwa variabel otonomi kerja dengan
variabel kebahagian kerja pada pekerja industry kreatif memiliki taraf
signifikansi sebesar 0,002. Hal tersebut dapat diartikan bahwa Ho ditolak,
atau dengan kata lain terdapat hubungan antara variabel otonomi kerja dengan
kebahagiaan kerja. Koefisien korelasi dari variabel otonomi kerja dengan
kebahagiaan kerja sebesar 0,378, dimana angka 0,378 menyatakan kuat lemah
hubungan antara variabel otonomi kerja dengan kebahagiaan kerja. Tidak ada
tanda negatif (-) didepan angka menyatakan arah hubungan antar variabel, maka
dapat diartikan arah hubungan antara variabel otonomi kerja dengan
kebahagiaan kerja berbanding lurus, atau dengan kata lain jika otonomi kerja
tinggi maka kebahagiaan kerja designer clothing juga tinggi, demikian juga
sebaliknya apabila otonomi kerja rendah maka kebahagiaan karyawan desain
clothing jugaakanrendah. |
|
|
Pembahasan |
Dari proses
analisis data seperti yang diuraikan di atas, maka didapatkan hasil bahwa
terdapat hubungan antara otonomi kerja dengan kebahagiaan kerja. Hal itu
ditunjukkan dengan koefisien korelasi (r) antara otonomi kerja dan
kebahagiaan kerja sebesar 0,378, dimana koefisien korelasi yang diperoleh
bernilai positif yang menunjukkan adanya arah yang positif atau berbanding
lurus, yang berarti bahwa ketika otonomi kerja tinggi maka kebahagiaan kerja
juga tinggi. Koefisien korealasi tersebut juga dapat dimaknai bahwa otonomi
kerja berpengaruh kepada individu dalam terbentuknya positive affect (emosi
positif) dan negative affect (emosi negatif). Hal ini dapat di sebabkan
karena subjek penelitian merupakan bagian kreatif desain clothing dari keenam
distro (diantaranya Lolypop, Garlick, Cosmic, Flashy, Cakcuk, danNoinBrand) diberikan
otonomi lebih dalam m e l a k s a n a k a n p e k e r j a a n n y a d e m i
berlangsungnya kreatifitas baru di distro-distro tersebut. Koefisien
determinasi (r²) menyatakan perubahan daripada variabel Ydisebabkan oleh
variabel X. Jika melihat dari penelitian ini, dengan koefisienkorelasi antara
variabel X dan variabel Y sebesar 0,378 maka koefisien determinasi dari
penelitian ini sebesar (r²X100%), maka diperoleh hasil 14.0% hal ini
menandakan otonomi kerja sebagai variabel X memiliki sumbangsih 14% terhadap
variabel Y yaitu kebahagiaan kerja, sedangkan sisanya sebesar 86.0%
disebabkanolehvariabel lainyang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
Variabel lain yang dimaksud disini dapat berupa job complexity, problem
solving, skill variety, social support, initiated interdependence, received
int e rd e p end enc e , int e ra c ti on out s i d e organization,
ergonomics, work condition, equity, dancareer outlook. Adanya
hubungan yang positif antara otonomi kerja dan kebahagiaan kerja pada subjek
penelitian ini dikarenakan adanya otonomi kerja pada subjek penelitian
sehingga dapat memunculkan respon positif yang berupa peningkatan kebahagiaan
kerja bagi individu yang menjalani pekerjaannya. Hal tersebut juga didukung
oleh hasil keusiner yang diberikan langsung kepada designer clothing dari
keenam distro yang menjadi tempat penelitian.Hal tersebut sesuai dengan
penelitian terdahulu yang di kemukakan oleh Ryan, dkk (2008) dimana
kebahagiaan kerja dapat ditingkatkan dengan membuat karyawan bekerja secara
lebih otonom (Ryan, 2008). Pekerjayang otonomakan memiliki kesempatan untuk
mengejar tujuan dan nilainilai intrinsik dari pekerjaanya seperti
pengembangan diri, relasi, komunitas, dan lain sebagainya, karena begitu
banyaknya dampak yang diberikan dari otonomi kerja, sehingga karyawan merasa
bahagia akan pekerjaannya. Kebahagaiaankerjayang dirasakanpekerjadesain
clothing ini ditunjukkan dengan tinggi rendahnya emosi positif (Positive
Affect) dan emos i negatif (Negative Affect) yang dimunculkan di sebagian bersar
waktu kerjanya, hal ini serupa dengan dengan argumen dari Boehm&
Lyubomirsky (2008). Alasan lainyang mendukung bahwaotonomi kerja secara
positif mempengaruhi kebahagiaan kerja adalah karena otonomi kerja dan
dukungan informal dari organisasi dengan wujud komunikasi yang flat antar
sesama anggota organisasi dapat memberikan banyak hal positif baikdari sisi
indiviudanorganisasi. Salahsatu hal positif yang di hasilkan dari otonomi
kerja dan memberi berdampak bagi individu adalah kebahagiaan akan pekerjaannya
(Thompson & Prottas ,2005). Melalui teori-teori ini inilah maka semakin
jelas bahwa memang terdapat hubungan antara otonomi kerja dan kebahagiaan
kerja pada industri kreatif(designer clothing). |
|
|
Opini |
opini yang didapat dari penelitian ini
yaitu Ha dalam penelitian ini diterima, artinya terdapat hubungan antara
otonomi kerja dengan kebahagiaan kerja pada industri kreatif. Hubungan yang
ditemukan dari penelitian ini adalah hubungan positif dan memiliki kekuatan
hubungan dalam katagori sedang yang memiliki arti semakin tinggi otonomi
kerja maka semakin tinggi pula kebahagiaan kerja yang dimiliki individu. |
0 komentar:
Posting Komentar