Senin, 15 Mei 2023

essay 3 : Psikologi Industri

 

Essay Mereview Jurnal Piskologi Industri

Zainal derwotubun

22310410061

Fakutltas psikologi

Universitas

Proklamasi 45 yogyakarta


Topik

HUBUNGAN ANTARA OTONOMI KERJA DENGAN KEBAHAGIAAN KERJA PADA INDUSTRI KREATIF

 

Sumber

Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi Vol 03 No.01, April 2014

Berlian Gressy Septarini, Lukman Hakim

 

 

 

 

 

 

 

 

Ringkasan

Filsuf dan para peneliti terdahulu telah mendefinisikan kebahagiaan dalam banyak cara (Kesebir & Diener, 2008). Dalam mendefinisikan kebahagiaan, secara garis besar di bagi menjadi dua sudut pandang, yaitu sudut pandang hedonic dan sudut pandang eudaimonic. Sudut pandang hedonic yaitu sudut pandang yang melihat ke b aha g i a an ke rj a s e b a g a i pe r a s a an menyenangkan dan penilaian yang positif, sedangkan sudut pandang eudaimonic melihat kebahagiaan sebagai bahasan yang mencakup diantaranya : melakukansesuatuyang baik, benar secara moral, benar menurut diri sendiri, dan dapat menghasilkan dampak positif yang signifikan (Ryan and Deci, 2001; Ryff & Singer, 2008) Sudut pandang hedonic dicontohkan oleh penelitian mengenai subjective well-being, dimana subjective well-being pada umumnya dilihat memiliki dua komponen yang berhubunganyaitu judgment of life (dinilai secara global dan melalui domain-domain yang spesifik seperti relationship, health, work, leisure) dan komponen kedua yaitu affect balance dimana dominasi perasaanpositif danrelativesedikitatau malah jarang perasaan negatif (Diener, Suh, Lucas, & Smith, 1999; Schimmack, 2008). Kebahagiaan kerja bukanlah istilah yang banyak digunakan dalam penelitian akademisi mengenai pengalaman karyawan dalam organisasi. Bukan berarti bahwa peneliti organisasi tidak tertarik pada kebahagiaan karyawan di tempat kerja, justru selama bertahun-tahun banyak peneliti telah mempelajari sejumlah konstrak yang tampaknya cukup tumpang tindih dengan konsep kebahagiaanyang sangatluas (Fisher, 2010). Ada banyak cara dalam mendefinisikan kebahagiaan kerja (Happiness at work), oleh karena itu para peneliti terdahulu membaginya menjadi tiga level, yaitu transient level (tingkatan dimana kebahagiaan ada dan terlihat), person level (dimana tingkatan melihat durasi dan atau stabilitas kebahagiaan kerjadari waktu kewaktu), dan unit level (tingkatan yang mengkaji kontenkonten spesifik dari kebahagiaan kerja). Khusus p a d a p e n e l i t i a n k a l i i n i , p e n e l i t i memfokuskannya pada sudut pandang hedonic, dengan komponen affect balance dan pendefinisianpada level transient. Kebahagiaan kerja akan memberi banyak kontribusi, baik untuk organisasi dan individu. Pada tingkat organisasi, kebanyakan orang menganggap bahwa atribut budaya dan praktikpraktik pengelolaan sumber daya manusia sebagai kemungkinan penyebab terjadinya kebahagiaan di antara anggota organisasi. The Great Place to Work Institute mengatakan bahwa karyawan merasa bahagia ketika mereka mempercayai orang-orang tempat mereka bekerja, karyawan merasa bahagia ketika apa yang mereka kerjakan membuat mereka bangga, dan karyawan bahagia saat orang-orang yang bekerja dengan mereka membuat mereka merasa nyaman (Fisher, 2010). Sirota, Mischkind, & Meltzer (2005) pun setuju dengan tiga faktor penting dalam menghasilkan kebahagiaan dan antusias pekerja, yaitu equity, achievement, feedback, dan persahabatan dengan rekan satu tim.

Peningkatan kinerja juga menggunakan keterlibatan dan komitmen yang tinggi sebagai sebuah pendekatan, dengan mendesain ulang pekerjaan agar tim dapat bekerja secara lebih otonom, selektif dalam bekerja, menawarkan keamanan kerja, berinvestasi dalam pelatihan, berbagi informasi dan kewenangan dengan karyawan, mengadopsi struktur organisasi yang datar (flat) dan me-reward berdasarkan kinerja organisasi (Huselid, 1995; Lawler 1992; Pfeffer, 1998). Langkah tersebut sekaligus akan memperbaiki motivasi dan kualitas pekerja, menurunkan turnover dan membantu kondisi finansial organisasi baik untuk jangka panjang, maupunjangkapendek. Ryan, dkk (2008) mengatakan bahwasanya otonomi kerja akan memberikan kebahagiaan bagi pekerjanya. Hackman & Olham (1976) mendefiniskan otonomi kerja sebagai sejauh mana suatu pekerjaan memberikan kebebasan substansial, kemandirian dan keleluasaan untuk menjadwalkan pekerjaan dan menentukan prosedur yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan (Hackman & Oldham, 1976). Otonomi kerja secara positif berkaitan dengan motivasi karyawan, kepuasan kerja, kualitas dari kehidupan pekerjaan, dan efektifitas kerja (Fisher, 2010). Otonomi pada individu dan kelompok telah digunakan sebagai salah satu dasar untuk meningkatkan partisipasi dan komitment karyawan yang di terapkan dengan cara empowerment (Mabey, Salaman, & Storey, 1998). Otonomi pada level karyawan dan kelompok kerja, akan memberikan tanggung jawab pada pekerja untuk mencari dan mencapai kemajuan yang berkelanjutan (Friedman, Lipschitz, & Overmeer, 2001). Meskipun kemudian Nonaka, Toyama, & Konnon (2000) mengatakanbahwaotonomi adalahsuatu kondisi yang jugadibutuhkan pada level organisasi untuk mendorong penciptaan pengetahuan baru. Otonomi kerja adalah hal yang dibutuhkandalam setiap organisasi atau peruhasaan, termasuk dalamjugadalamindustri kreatif.

 

Metode penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah otonomi kerja dan kebahagiaan kerja. Otonomi kerja adalah sejauh mana pekerjaan memberikan kebebasan substansial, kemandirian dan keleluasaan untuk menjadwalkan pekerjaan dan menentukan prosedur yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan. Otonomi kerja merupakan salah satu dimensi dari Job Cha ra c te ri s ti c Theor y (Ha ckman & Oldham,1976) dalam penelitian ini otonomi kerja di ukur menggunakan 13 itemdengan 4 poinskala likert. Sedangkan menurut Boehm & Lyubomirsky (2008) mengkaji kebahagiaan kerja dari sisi positive & negative affect. Seseorang dikatakan bahagia jika positive affect (PA) lebih tinggi dari pada negative affect (NA) di sebagian besar waktunya, dan sebaliknya seseorang dikatakan tidak bahagia jika negative affect-nya lebih tinggi daripada positive affectnya. Dalam mengoperasionalkan positive affect (PA) dan negative affect (NA), Boehm & Lyubomirsky mengacu pada Positive and Negative Affect (Watson, Clark & Tellegen,1988) yang diukur dengan Positive Affect & Negative Affect Schedule (PANAS) Subjek dalam penelitian ini adalah pekerja industri kreatif di sektor desain fashion. Industri kreatif didefinisikansebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakatindividu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Diperoleh 58 orang subjek yang tersebar di 6 distroyang berbedadi Surabaya. Alat pengumpulan data berupa kuesioner otonomi kerja yang dikembangkan oleh Lukman Hakim dari Job Diagnostig Survey yang disusun

oleh Hanckman & Oldham, dan kuesioner positive affect & negative affect scale (2001) translasi dari PANAS (Watson, Clark & Tellegen,1988). Analisis data dilakukan dengan teknik statistik korelasi product moment Spearmens rho, dengan bantuan program SPSS 16 for Windows. Taraf signifikansi yang digunakan dalampenelitianini sebesar5%.

 

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil uji korelasi diatas diketahui bahwa variabel otonomi kerja dengan variabel kebahagian kerja pada pekerja industry kreatif memiliki taraf signifikansi sebesar 0,002. Hal tersebut dapat diartikan bahwa Ho ditolak, atau dengan kata lain terdapat hubungan antara variabel otonomi kerja dengan kebahagiaan kerja. Koefisien korelasi dari variabel otonomi kerja dengan kebahagiaan kerja sebesar 0,378, dimana angka 0,378 menyatakan kuat lemah hubungan antara variabel otonomi kerja dengan kebahagiaan kerja. Tidak ada tanda negatif (-) didepan angka menyatakan arah hubungan antar variabel, maka dapat diartikan arah hubungan antara variabel otonomi kerja dengan kebahagiaan kerja berbanding lurus, atau dengan kata lain jika otonomi kerja tinggi maka kebahagiaan kerja designer clothing juga tinggi, demikian juga sebaliknya apabila otonomi kerja rendah maka kebahagiaan karyawan desain clothing jugaakanrendah.

 

Pembahasan

Dari proses analisis data seperti yang diuraikan di atas, maka didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara otonomi kerja dengan kebahagiaan kerja. Hal itu ditunjukkan dengan koefisien korelasi (r) antara otonomi kerja dan kebahagiaan kerja sebesar 0,378, dimana koefisien korelasi yang diperoleh bernilai positif yang menunjukkan adanya arah yang positif atau berbanding lurus, yang berarti bahwa ketika otonomi kerja tinggi maka kebahagiaan kerja juga tinggi. Koefisien korealasi tersebut juga dapat dimaknai bahwa otonomi kerja berpengaruh kepada individu dalam terbentuknya positive affect (emosi positif) dan negative affect (emosi negatif). Hal ini dapat di sebabkan karena subjek penelitian merupakan bagian kreatif desain clothing dari keenam distro (diantaranya Lolypop, Garlick, Cosmic, Flashy, Cakcuk, danNoinBrand) diberikan otonomi lebih dalam m e l a k s a n a k a n p e k e r j a a n n y a d e m i berlangsungnya kreatifitas baru di distro-distro tersebut. Koefisien determinasi (r²) menyatakan perubahan daripada variabel Ydisebabkan oleh variabel X. Jika melihat dari penelitian ini, dengan koefisienkorelasi antara variabel X dan variabel Y sebesar 0,378 maka koefisien determinasi dari penelitian ini sebesar (r²X100%), maka diperoleh hasil 14.0% hal ini menandakan otonomi kerja sebagai variabel X memiliki sumbangsih 14% terhadap variabel Y yaitu kebahagiaan kerja, sedangkan sisanya sebesar 86.0% disebabkanolehvariabel lainyang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Variabel lain yang dimaksud disini dapat berupa job complexity, problem solving, skill variety, social support, initiated interdependence, received int e rd e p end enc e , int e ra c ti on out s i d e organization, ergonomics, work condition, equity, dancareer outlook.

Adanya hubungan yang positif antara otonomi kerja dan kebahagiaan kerja pada subjek penelitian ini dikarenakan adanya otonomi kerja pada subjek penelitian sehingga dapat memunculkan respon positif yang berupa peningkatan kebahagiaan kerja bagi individu yang menjalani pekerjaannya. Hal tersebut juga didukung oleh hasil keusiner yang diberikan langsung kepada designer clothing dari keenam distro yang menjadi tempat penelitian.Hal tersebut sesuai dengan penelitian terdahulu yang di kemukakan oleh Ryan, dkk (2008) dimana kebahagiaan kerja dapat ditingkatkan dengan membuat karyawan bekerja secara lebih otonom (Ryan, 2008). Pekerjayang otonomakan memiliki kesempatan untuk mengejar tujuan dan nilainilai intrinsik dari pekerjaanya seperti pengembangan diri, relasi, komunitas, dan lain sebagainya, karena begitu banyaknya dampak yang diberikan dari otonomi kerja, sehingga karyawan merasa bahagia akan pekerjaannya. Kebahagaiaankerjayang dirasakanpekerjadesain clothing ini ditunjukkan dengan tinggi rendahnya emosi positif (Positive Affect) dan emos i negatif (Negative Affect) yang dimunculkan di sebagian bersar waktu kerjanya, hal ini serupa dengan dengan argumen dari Boehm& Lyubomirsky (2008). Alasan lainyang mendukung bahwaotonomi kerja secara positif mempengaruhi kebahagiaan kerja adalah karena otonomi kerja dan dukungan informal dari organisasi dengan wujud komunikasi yang flat antar sesama anggota organisasi dapat memberikan banyak hal positif baikdari sisi indiviudanorganisasi. Salahsatu hal positif yang di hasilkan dari otonomi kerja dan memberi berdampak bagi individu adalah kebahagiaan akan pekerjaannya (Thompson & Prottas ,2005). Melalui teori-teori ini inilah maka semakin jelas bahwa memang terdapat hubungan antara otonomi kerja dan kebahagiaan kerja pada industri kreatif(designer clothing).

 

Opini

opini yang didapat dari penelitian ini yaitu Ha dalam penelitian ini diterima, artinya terdapat hubungan antara otonomi kerja dengan kebahagiaan kerja pada industri kreatif. Hubungan yang ditemukan dari penelitian ini adalah hubungan positif dan memiliki kekuatan hubungan dalam katagori sedang yang memiliki arti semakin tinggi otonomi kerja maka semakin tinggi pula kebahagiaan kerja yang dimiliki individu.

0 komentar:

Posting Komentar