MANAJEMEN
PENGELOLAAN SAMPAH TINGKAT TPST
Psikologi
Lingkungan Essay 5 Melakukan Belajar di TPST Randu Alas
Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati
Shinta MA
Oleh:
AISYAH
ZULAINA
22310410067
Psikologi
SJ
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Kunjungan kelas kami ke TPST Randu Alas pada Sabtu, 28 Oktober 2023 waktu lalu di pagi hari hari sekitar pukul 09.00 WIB bersama dengan Ibu Shinta selaku dosen mata kuliah Psikologi Lingkungan disambut hangat oleh Bapak Sudjono selaku salah satu pengurus dari TPST Randu Alas sekaligus pemandu kami terkait dengan manajemen pengelolaan sampah tingkat TPST Randu Alas. TPST Randu Alas ini ditugaskan untuk mengelola sampah dari warga-warga sekitar kawasan tersebut sekitar ada 5 pendukuhan yang dikelola oleh TPST Randu Alas.
Dalam sejarahnya TPST
Randu Alas berdiri mulanya karena adanya lahan kosong berupa tanah kas desa
yang tidak dikelola akhirnya warga sekitar menjadikan lahan tersebut sebagai
tempat pembuangan sampah liar. Banyak warga yang membuang sampah sembarang di
lahan tersebut sehingga mengundang perhatian pengurus kampung. Pengurus kampung
khawatir jika aktivitas negatif yakni membuang sampah sembarang di lahan kosong
dibiarkan terus-menerus akan mencemari lingkungan dan menimbulkan ketidaknyamanan
bagi warga sekitar. Maka dari itu pengurus kampung berinisiatif untuk
mengajukan proposal guna ajuan tempat pengelolaan sampah komunal/kawasan.
Dari Dinas Lingkungan
Hidup (LH) ternyata proposal tersebut disetujui dengan catatan bahwa hal itu
disetujui karena adanya limpahan dari Kodya. Kenapa? Karena sebenarnya Kodya
mendapatkan target/porsi untuk membangun TPST tetapi terkendala pada lahan,
minum lahan. Oleh karena itu, dilimpahkan ke TPST Randu Alas.
TPST Randu Alas sendiri
akhirnya dibangun pada tahun 2015 dan mulai beroperasi pada 16 Februari 2016.
Dalam pengajuan proposal pengurus TPST diwajibkan adanya warga pemanfaat.
Tepatnya di kawasan RW 9 dengan kurang lebih sekitar 170 KK. Akan tetapi saat
itu sosialisasi ke warga masih sangat kurang maksimal, sedangkan syarat
proposal harus dikebut sehingga saat itu harapannya nanti warga akan menyusul.
Setelah semua disetujui dan dibangun baru gencarkan lagi sosialisasi lagi ke
warga. Pada awal berdiri TPST Randu Alas baru memiliki 25 nasabah, dikarenakan
saat itu TPST belum menerapkan warga wajib ikut, jika diwajibkan untuk ikut
khawatir tuntutan dari warga itu berat. Alhasil, yang mau, tertarik dan
berminat saja sampahnya dikelola. Sosialisasi antar perdukuhan dengan
perdukuhan lainnya terus dilakukan hingga saat ini ada 5 perdukuhan yang
sampahnya dikelola oleh TPST Randu Alas. Hingga kini ada kurang lebih sekitar
370 KK yang dikelola.
Sebenarnya di kawasan
Sardonoharjo ini ada 2 TPST, yang pertama TPST Brahmana Muda untuk kawasan
sebelah selatan dan TPST Randu Alas untuk kawasan sebelah Utara. Karena sudah
ada pembagian seperti sehingga ada tugas dari Kelurahan yang harus dilaksanakan
yaitu untuk mengelola sampah dikawasan Sardonoharjo Utara.
Untuk operator atau
pengurus TPST Randu Alas berasal dari SK Kelurahan. TPST Randu Alas memiliki
tugas utama yaitu dalam pengelolaan sampah. Pengurus TPST Randu Alas ini
berjumlah 6 orang dimana 3 orang itu sebagai pengambil sampah dan 3 lainnya
sebagai pemilah. 6 pengurus tersebut mendapatkan upah sesuai UMR, adanya tunjangan
BPJS yang dibantu oleh LH Kabupaten karena memiliki resiko yang rawan bakteri
dari adanya sampah-sampah yang bisa membahayakan seperrti beling, bekas
suntikan dan bekas masker bahkan tusuk sate sekalipun.
Di Jogja sendiri saat
ini sedang dalam kondisi darurat sampah karena untuk penanganannya di Jogja itu
masih menggunakan prinsip ditimbun/ditumpuk di TPA. Maka dari itu membuat lahan
tempat timbunan cepat penuh beda dengan yang dikelola atau didaur ulang dari
sampah-sampah yang ada dikawasan sekitar. Dari sampah Sleman, Bantul dan Kodya
saat ini TPA sangat terbatas dan kemungkinan tahun depan, di 2024 Januari TPA
tersebut akan ditutup karena banyak warga yang memilih menerapkan prinsip
timbun sampah. Hal ini menjadi salah satu problematika sendiri, sehingga
sosialisasi ke warga untuk menerapkan prinsip pilah-memilah agar diambil oleh
pengurus TPST Randu Alas. Sayangnya sudah sekitar 2 bulan sampah yang dikelola
oleh Randu Alas tidak bisa dibuang ke TPA. Di Randu Alas juga sedang mengadakan
inovasi dengan pembakaran sampah, tetapi hal itu tidak dinilai efektif. Karena asap
yang ditimbulkan oleh pembakaran masih mengganggu warga sekitar. Alhasil, TPST
Randu Alas berinisiatif membuat cerobong asap yang nantinya asap tersebut akan dinetralkan
menggunakan air yang sudah ditampung.
Secara garis besarnya
sampah dilingkungan TPST Randu Alas dibedakan menjadi 2 yaitu sampah organic dan
sampah anorganik. Sampah organic disini seperti daun-daun, sisa makanan,
ranting dan sampah-sampah yang bisa terurai oleh alam dan dengan pengelolaan
tertentu bisa dimanfaatkan kembali. Sampah anorganik seperti sampah yang
berasalah dari produksi pabrik yaitu plastic, kertas, botol. Penanganan sampah organic
di TPST Randu Alas yaitu dengan mengembalikan sampah tersebut ke pabrik-pabrik
atau dengan mendaur ulangnya.
Jadi setiap harinya
TPST Randu Alas mengambil sampah dari warga menghasilkan sekitar 2 viar dan
melakukan pemilahan sampah sesuai dengan kategori dan jenisnya. Dalam waktu-waktu
tertentu beberapa jenis sampah dari anorganik diambil oleh juragan-juragan
rosok. Dari yang organic di TPST Randu Alas juga mengolahnya menjadi kompos. Pembuatan
kompos sendiri dengan penguatan bakteri atau MOL (Molekul Organisme Lokal) sama
seperti EM4 kalau dipasaran. Sedangkan MOL di TPST Randu Alas ini dibuat
sendiri sebagai salah satu bentuk fermentasi daun-daun. Fermentasi kompos tersebut
sekitar 40 hari sudah masak siap digunakan sebagai media tanam atau pupuk. Dalam
pembuatan kompos menggunakn teknik bamboo yang dibuat seperti segitiga (Widrow).
Dikarenakan dalam membuat kompos memiliki 3 teknik yaitu menggunakan bata
berongga, widrow, dan takamura. Memilih dengan teknik Widrow karena dianggap
lebih murah, flesibel dan efisien. Permasalahan disini muncul karena organik
yang diolh TPST Randu Alad tidak memiliki MPK yang sesuai dengan yang
dibutuhkan pada saat diuji Lab. Masalah ini terjadi karena dalam pengumpulan
sampah daun-daun selalu berubah jenisnya sehingga tidak bisa membuat kadar MPK
yang konsisten. Kompos yang diolah dari TPST Randu Alas di edarkan kembali ke
petani-petani sekitar, jika musim panen tiba biasanya juga disetorkan ke LH
sebagai media pemupukan taman-taman yang ada di sekitar.
Sosialisasi pemilahan
dari sumbernya ini sangat digencarkan karena belum ada 50% warga yang mau
memilah sampahnya. Mereka menganggap bahwa dengan membayar iuran mereka tidak
lagi mau repot dalam mengurus sampah. Meskipun sudah berkontribusi dengan
membayar iuran tetapi harapannya masyarakat mau memilah sampah karena sampah
itu urusan bersama. Dengan terpilahnya sampah bisa mempercepat dan tertata
dalam penanganan itu sendiri. Untuk limbah makanan di olah menggunakan Maggot. Di
TPST Randu Alas sendiri sudah bekerjasama dengan salah universitas di Jogja
dalam pengolahan Maggot. Maggot sendiri yang sudah siap panen biasanya bisa
dikeringkan dan dikemas untuk dipasarkan seperti utnuk pakan burung.
Selain permasalahan-permasalahan
diatas, SDM menjadi salah satu maslah yang krusial di TPST Randu Alas karena
untuk merekrut tenaga pengurus baru cukup sulit mengingat bahwa pekerjaan
berkaitan dengan sampah sehingga dianggap tidak bergengsi, tempat yang identic dengan
kotor dan bau. Sehingga jika dalam SDM kekurangan, kawatirnya sampah di masa
depan tambah tidak dapat terkelola dan ditangani. Hal ini menjadikan dan
sekaligus titipan bagi generasi muda bisa menciptkan mesin-mesin teknologi
sehingga lebih bergengsi dan memiliki daya tarik sendiri bagi masyarakat.
Mulai dari adanya
kendala budidaya masyarakat akan memilah sampah, teknologi yang tidak efisien
dan ekonomis belum diterapkan karena adanya penggerak yang terlalu besar, serta
kurangnya SDM. Maka dari itu, sebaiknya kita dan masyarakat seharusnya memiliki
kesdaran penuh akan sampah, bahwa sampah itu terlalu banyak dan juga tidak dpat
diatasi oleh pengurus-pengurus TPST yang terbatas. Setidaknya kita mampu
memilah sampah dari sumbernya, mampu melakukan prinsip sampah dengan 3R,
berkontribusi bukan hanya soal membayar iuran tapi bagaiamana kita sadar akan
dampak dari sampah itu sendiri sehingga kita juga mampu untuk memilah dan
mengolahnya untuk membantu penanganan sampah. Harapannya akan ada inovasi
sehingga banyak masyarakat yang tertarik dalam mengurus sampah di TPST Randu Alas
dan lainnya
0 komentar:
Posting Komentar