BERKUNJUNG KE TPST RANDU ALAS
Psikologi Lingkungan Essay 5 Belajar di
TPST Randu Alas
Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta
MA
Nama : Bastian Jan Bona Tua Siringoringo
Nim : 22310410069
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi
45
Yogyakarta
TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu)
adalah tempat berlangsungnya kegiatan pengumpulan, pemisahan, penggunaan
kembali, daur ulang, pengolahan, dan penyelesaian sampah. TPST lebih kompleks
dibandingkan TPS 3R (Tempat Pengolahan
Sampah Reduced-Reuse-Recycle) karena
mengelola hingga pengolahan akhir. TPST berperan penting dalam
pengelolaan sampah, termasuk mengurangi
jumlah sampah yang dibuang di tempat
pengolahan akhir (TPA). Selain itu, setelah dihancurkan dan dikeringkan, TPST
juga dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar
yang dikenal dengan nama TPST RDF (Refused Derived Fuel). Fungsi TPST
ditentukan oleh peranannya dalam pengelolaan sampah, jenis komponen yang
diolah, dan peranannya dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan
dalam pengolahan sampah MSW dan sampah sejenis MSW 5.
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
mempunyai fungsi penting dalam
pengelolaan sampah. Fungsi TPST ditentukan oleh peranannya dalam pengelolaan
sampah, jenis komponen yang diolah, dan peranannya dalam penyelenggaraan
prasarana dan sarana persampahan dalam pengelolaan sampah MSW dan sampah
sejenis sampah MSW. TPST melaksanakan kegiatan pengumpulan, pemisahan,
penggunaan kembali, daur ulang, pengolahan, dan finishing sampah. Pengelolaan
sampah di tingkat TPST mencakup pengelolaan aset secara komprehensif mulai
dari pengadaan, penggunaan, hingga
pembuangan. Selain itu, peningkatan kinerja TPST memerlukan keterlibatan
pemerintah dalam penganggaran, perolehan aset, revitalisasi struktur
organisasi, dan peningkatan operasional dan pemeliharaan.
Dalam hal ini, penulis mengunjungi
fasilitas pengolahan limbah di Candi Karan, Sardonoharjo, provinsi Kechi.
Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55581, disebut TPS Randu.
Sayangnya, ada banyak jenis sampah yang dibuang. Umumnya sampah ini diolah
menjadi kompos yang juga menumbuhkan belatung. Namun yang sangat disayangkan
adalah masih kekurangan tenaga kerja di sana. Tidak mungkin sampah kota
sebanyak itu diolah hanya oleh enam orang. Tak heran, karena di sini masih kekurangan talenta, dan mungkin karena
masyarakat kurang peduli terhadap sampah, atau karena pekerjaan tersebut
dianggap tidak keren dan tidak menarik, serta membutuhkan tenaga ekstra.Ada
yang mencoba bekerja di sana, namun yang ketiga bulan biasanya dihabiskan
sendirian. Pendapatan pada TPS ini masih di bawah upah minimum. Eco-enzim dan
eco-infusion bekerjasama dengan mahasiswa UGM.
Banyak mahasiswa yang pernah mengikuti KKN
atau baru mengenal TPS. Pemerintah kota berpendapat bahwa mereka tidak perlu
terlalu khawatir mengenai pemilihan sampah karena mereka sudah membayar
biayanya. Namun, mereka yakin pendidikan mengenai pemilahan sampah masih kurang
untuk menghindari kebingungan. Namun di balik layar, TPS ini menghasilkan
kompos dalam jumlah besar, yang kemudian diproduksi ke masyarakat atau dijual
ke LH. Cara pembuatan kompos yang dilakukan TPS Randu Alas adalah dengan
mencampurkan daun kering dan rumput lalu
dicampur dengan malt. Jika cocok untuk sup dalam seminggu, maka akan matang
dalam sebulan dan dapat digunakan hanya dalam 10 hari. Yang terbaik adalah
menggunakannya dalam bentuk cincang terlebih dahulu. PS ini juga memberikan
gambaran dampak lingkungan jika sampah dikelola dengan baik. Hingga 50% sampah
dapat dibuang sebelum dikirim ke tempat pembuangan sampah.
0 komentar:
Posting Komentar